Lihat ke Halaman Asli

Maghfiroh

Mahasiswa

Lembar Abu, Teriakan dari Sebuah Surat

Diperbarui: 22 Oktober 2024   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak ada yang lebih menyakitkan dari rasa sakit yang tumbuh akibat dampak penghianatan. Saat rasa cinta itu telah hilang akanku patahkan hatimu berkali-kali. Aku ingin kamu juga belajar bagaimana sakitnya ditinggalkan.

Kelabu, kala suram tak jua menemukan bayangan. Bayangan yang terpantul itu miliku sedangkan kamu adalah cahayanya. Aku kehilangan validasi atas keberadaan diriku sendiri, mencari dengan menolehkan pandangan secara kasar sambil berkata, "di mana bayanganku? Di mana keberadaan diriku?" setidaknya begitulah aku saat keputusan yang kamu ambil adalah pergi.

Rumah kaca yang selama ini aku idam-idamkan! Dengan sejumlah prestasi yang sakral untuk disentuh dan sengaja disimpan untuk dipajang di dalamnya. Hengh! Luka! Muak! Itu yang aku rasakan saat ini ketika aku melihatnya.

Begitu menusuknya rahasia yang kamu sembunyikan. Begitu mengenaskannya keberadaan diriku yang bahkan tak bisa menjaga dirimu. Sakit! Menyeruak seolah merobek kenangan baik yang seharusnya menjadi permanen. Aku tidak mengerti, berapa banyak lagi kata yang harus aku ketik demi memuaskan rasa hausku, menggambarkan rasa kecewa ini.

Ketika rasa ketidakmengertian ini membuat rasa dahaga dan hausku menusuk dan mencoba berpikir keras bagaimanapun caranya aku harus bisa menggambarkan rasa kecewa ini.

Terlalu banyak hal baik yang kamu berikan, menjadikan rasa kecewa ini seolah terkucil dan tak sebanding dengan penuturan awal, karena terlalu banyak hal baik yang kamu berikan. Tapi! Dinding kepercayaan itu, runtuh! Bahkan dengan prasangkaku yang tak pernah terduga, runtuhnya dinding itu karena kapak besi yang ada ditanganmu.

Aku tidak mengerti dengan epilog yang kamu hadirkan. Tapi satu hal yang aku mengerti, kita sama-sama pernah mendengar, "hati-hati dengan teman penulis. Karena jika kamu membuat sakit hatinya kamu akan abadi dalam setiap karya-karyanya." Pertanyaan mengenai mengapa aku tak pernah membuatkanmu sebuah karya. Karena kamu selalu sempurna dimataku. Kamu tidak pantas dilahirkan sebagai rasa sakit dari seorang penulis. Dan jawaban ini ...? Mengapa jawaban ini baru bisa aku temukan setelah terciptanya karya ini.

Aku belajar, ternyata rasa mencintai itu benar. Apa yang benar? Cinta buta dan tuli? Atau bodoh? Atau semua ini hanya arogansiku saja, yang merasa puas akhirnya aku menemukan sisi burukmu? Penuturan yang membuatku merasa hina.

Lantas siapa lagi yang harus aku percaya? Setelah ternyata menaruh kepercayaan itu sebesar ini rasa sakitnya. Pelukan yang biasa menjadi hadiah saat aku ketakutan, aku tak pernah menyadarinya ternyata itu adalah pelukan berduri. Duri yang beracun! Sampai-sampai membuatku terhipnotis dan beragan kalau duri itu adalah sebuah bulu selimut lembut yang menghangatkan.

Aku marah! Sangat marah! Pada dirimu dan diriku sendiri.

Ternyata benar! Aku setuju, abu-abu sangat cocok denganmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline