Lihat ke Halaman Asli

Firna

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Adopsi Teknologi IoT untuk Pertanian yang Tangguh dan Berkelanjutan

Diperbarui: 19 September 2024   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Smart greenhouse IoT (Sumber: Freepik.com)

Adopsi Teknologi IoT untuk Pertanian yang Tangguh dan Berkelanjutan

Teknologi berbasis Internet of Things (IoT) di sektor pertanian, khususnya dalam rumah kaca, menjadi inovasi penting yang mampu mengatasi berbagai tantangan dalam produksi tanaman. Menurut artikel IoT-based Greenhouse Technologies for Enhanced Crop Production: A Comprehensive Study of Monitoring, Control, and Communication Techniques yang ditulis oleh Nagendra Singh, Akhilesh Kumar Sharma, Indranil Sarkar, Srikanth Prabhu, dan Krishnaraj Chadaga, penerapan IoT di rumah kaca menawarkan cara yang lebih efisien dan otomatis untuk mengontrol berbagai parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban, kadar CO2, serta kelembaban tanah. Dengan populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050 (FAO, 2017), kebutuhan pangan akan meningkat secara signifikan. Sistem pertanian tradisional dinilai kurang efisien dalam menghadapi tantangan ini, terutama terkait penggunaan sumber daya seperti air dan energi.

Artikel tersebut menekankan bahwa rumah kaca cerdas dapat menjadi solusi dengan meningkatkan produksi hingga 30% lebih efisien dibandingkan metode pertanian konvensional, berkat kontrol lingkungan yang lebih presisi. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa lebih dari 85% energi yang digunakan dalam sistem rumah kaca terkait dengan pengaturan suhu, yang merupakan salah satu parameter paling kritis. Teknologi IoT memungkinkan pemantauan yang lebih efisien melalui jaringan sensor nirkabel seperti Zigbee, LoRa, dan Wi-Fi, yang dapat menurunkan biaya operasional hingga 15% dalam beberapa kasus.

Dengan penggunaan yang semakin meluas, terutama di negara-negara maju, teknologi rumah kaca pintar berbasis IoT diyakini akan menjadi standar dalam pertanian modern. Di Amerika Serikat, pasar rumah kaca pintar diproyeksikan tumbuh dari USD 680 juta pada tahun 2016 menjadi USD 1,31 miliar pada tahun 2022, menunjukkan tren adopsi teknologi ini yang semakin pesat (Singh et al., 2024). Namun, tantangan tetap ada, termasuk biaya implementasi awal dan kebutuhan akan dukungan teknis yang memadai.

***

Penerapan teknologi IoT dalam rumah kaca tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi tanaman, tetapi juga menawarkan solusi inovatif untuk mengurangi penggunaan sumber daya. Dalam artikel yang ditulis oleh Singh et al. (2024), dijelaskan bahwa sistem IoT memungkinkan pengawasan real-time terhadap berbagai parameter penting, seperti suhu, kelembaban udara, dan kelembaban tanah. Dengan menggunakan sensor nirkabel dan jaringan komunikasi, seperti Zigbee dan LoRa, para petani dapat dengan mudah memantau kondisi rumah kaca tanpa perlu hadir di lokasi. Sensor-sensor ini dapat memberikan informasi yang akurat mengenai status lingkungan di dalam rumah kaca, sehingga tindakan korektif dapat dilakukan secara otomatis atau melalui kontrol jarak jauh.

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam teknologi ini adalah kemampuannya untuk menghemat air dan energi. Menurut artikel tersebut, sekitar 70-85% energi yang digunakan dalam rumah kaca berhubungan dengan pengaturan suhu, terutama dalam kondisi cuaca yang ekstrem. Dengan memanfaatkan sistem otomatis berbasis IoT, pemanas dan pendingin dapat diaktifkan hanya saat diperlukan, sehingga energi tidak terbuang percuma. Selain itu, penggunaan sistem irigasi pintar yang dipandu oleh sensor kelembaban tanah dapat mengurangi penggunaan air hingga 25%, dibandingkan dengan metode irigasi tradisional. Hal ini sangat penting, terutama di daerah-daerah dengan akses terbatas terhadap sumber daya air.

Teknologi IoT tidak hanya terbatas pada pemantauan, tetapi juga mencakup sistem kontrol yang lebih canggih. Misalnya, artikel ini menyoroti penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam mengelola rumah kaca. Sistem AI dapat memprediksi perubahan lingkungan berdasarkan data historis dan membuat keputusan otomatis terkait irigasi, ventilasi, atau penyemprotan pestisida. Penggunaan kecerdasan buatan ini mampu meningkatkan efisiensi hingga 30% dan mengurangi biaya operasional secara signifikan. Dalam jangka panjang, ini membantu petani memaksimalkan hasil panen dengan lebih sedikit sumber daya.

Namun, meskipun manfaat teknologi ini sangat menjanjikan, ada beberapa tantangan yang harus diatasi. Biaya awal implementasi teknologi IoT masih tergolong tinggi, terutama bagi petani kecil dan menengah. Di beberapa wilayah, biaya pemasangan sistem IoT untuk rumah kaca dapat mencapai ribuan dolar, yang menjadi penghalang bagi adopsi massal. Selain itu, ketersediaan infrastruktur komunikasi yang memadai, seperti jaringan internet yang stabil, juga menjadi hambatan, terutama di negara-negara berkembang.

Meskipun demikian, dengan adanya inovasi teknologi dan pengurangan biaya produksi perangkat, tantangan ini diperkirakan akan berkurang dalam beberapa tahun mendatang. Saat ini, sejumlah negara maju, seperti Belanda dan Jepang, telah memanfaatkan teknologi ini secara luas, sementara negara-negara berkembang seperti India dan China mulai mengadopsi teknologi IoT untuk meningkatkan produksi pertanian mereka. Data dari pasar global menunjukkan bahwa adopsi IoT di sektor pertanian tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 14,2% hingga tahun 2027, yang menegaskan relevansi dan potensi besar teknologi ini untuk masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan .

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline