Lihat ke Halaman Asli

Firman Adi

ekspresi sederhana

Konsisten Melumpuhkan

Diperbarui: 12 Mei 2021   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

freepik.com

Sejak pembahasan sampai dengan disahkannya UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2019, beberapa praktisi hukum dan aktifis penggiat anti korupsi terus menggaungkan bahwa UU ini adalah upaya Pemerintah dan para politisi anggota DPR melumpuhkan KPK.

Munculnya aturan birokrasi perijinan penyadapan kepada Dewan Pengawas KPK yang dipilih oleh Presiden, perubahan status pegawai KPK menjadi Aparat Sipil Negara (ASN), pembatasan waktu penyidikan sampai dengan 2 tahun dan beberapa ketentuan lain mengarah ke hal yang sama yaitu melumpuhkan KPK.

Sidang uji materiil UU KPK tahun 2019 di Makamah Konstitusi (MK) waktunya terus diundur dengan dalih MK masih menangani sengketa pilkada dan akhirnya pada 4 Mei 2021 akhirnya ditolak dan hanya dikabulkan sebagian yaitu perubahan ijin penyadapan KPK kepada Dewan Pengawas menjadi hanya pemberitahuan.

Proses pelumpuhan KPK konsisten terus dilakukan oleh kekuatan kekuatan yang seolah tidak menghendaki KPK terus galak menindak para pelaku korupsi. Mulai sanksi ringan Dewan Pengawas atas laporan Indonesia Corruption Watch (ICW)  terhadap Ketua KPK yang dilaporkan terkait beberapa pelanggaran kode etik diantaranya bertemu dengan pihak yang berperkara serta penggunaan moda transportasi mewah, yang patut dipertanyakan kredibilitas hukumnya.

Upaya pelumpuhan ini juga tampak dari lamanya proses penyidikan atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang saat itu sedang menangani kasus besar yang diduga melibatkan aliran dana ke para penegak hukum petinggi POLRI yang kemudian dikenal di internal KPK dengan kasus "Buku Merah". Begitu pelaku tertangkap, penuntutan oleh jaksa hanya 1 tahun untuk pelaku yang ternyata seorang oknum anggota kepolisian.

UU Cipta Kerja yang muncul di momentum yang sangat tidak tepat ketika banyak buruh dan pegawai harus di PHK karena pandemi covid 19 juga diindikasikan sebagai langkah-langkah untuk melegalkan praktek korupsi karena adanya statement dari Kepala  Staf Kepresidenan Moeldoko yang menganggap keberadaan KPK menghambat investasi.

KPK ternyata tidak hanya diserang oleh kekuatan dari luar tapi juga diserang dari dalam. Proses pencurian barang bukti emas oleh salah satu oknum pegawai KPK serta terungkapnya kasus pemerasan oknum pegawai KPK terhadap salah seorang kepala daerah yang ternyata melibatkan unsur pimpinan DPR. Bocornya proses penggeledahan kasus suap pajak di Kalimantan Selatan juga menjadi indikasi pelemahan KPK dari sisi internal.

SP3 terhadap kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas Syamsul Nursalim dan istri adalah SP3 pertama dalam sejarah KPK dan terjadi di era paska UU KPK tahun 2019 yang jadi indikasi kelumpuhan KPK.

Yang teraktual adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan Pimpinan KPK terhadap para pegawainya dengan melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam rangka perubahan status menjadi ASN dianggap oleh pemerintah sebagai hal yang sudah sesuai UU. Dengan materi pertanyaan pertanyaan yang penuh kontroversi, TWK akhirnya membuat 75 pegawai KPK tidak lolos. Ironisnya beberapa pegawai yang tidak lolos itu adalah para penyidik senior dengan integritas yang cukup baik dan memimpin beberapa Operasi Tangkap Tangan (OTT) paska terbitnya UU KPK diantaranya korupsi Menteri Sosial untuk kasus fee Bansos tahun 2020 dan kasus jual beli jabatan oleh Bupati Nganjuk tahun 2021.

Pimpinan KPK kemudian menyatakan 75 pegawai yang tidak lolos TWK akan di-non aktifkan dan kasus yang sedang ditangani harus diserahkan ke atasannya. Pegawai yang sudah lolos mengikuti seluruh proses menjadi ASN akan dilantik pada 1 Juni 2021. 

Konsistensi yang luar biasa dalam melumpuhkan KPK terus dilakukan oleh kekuatan-kekuatan yang bersinergi baik dari eksternal maupun internal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline