Kepastian hukum adalah kunci dan menjadi hal krusial dalam menjaga iklim investasi di Indonesia. Hal ini dinyatakan beberapa kali di beberapa forum berbeda oleh para pelaku usaha dan peneliti dunia usaha. Kepastian hukum inilah yang menjadi muara semua persoalan yang kemudian dipertimbangkan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Kenapa beberapa investor lebih suka menanamkan modalnya di Vietnam, Thailand, Myanmar daripada di Indonesia? Karena lemahnya kepastian hukum di Indonesia mulai dari perijinan, keamanan, insentif perpajakan dan ketenagakerjaan.
Kepastian biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh investor untuk memulai investasinya tentu menjadi hal yang pokok dalam hitungan bisnis. Di Indonesia tingkat ketidakpastian akan hal ini dinilai investor selama ini cukup tinggi antara lain karena masih maraknya praktek korupsi di dalam birokrasi yang multilayer dan tidak sistematis.
UU Cipta Kerja berusaha memangkas birokrasi dengan menderegulasi peraturan perijinan serta memperkuat kewenangan Pemerintah Pusat. Tapi masalah sanksi atas perbuatan korupsinya tidak terlalu dibahas karena dianggap sudah ada UU lain yang membahas hal ini.
Di sisi lain, tahun lalu Pemerintah dan DPR sudah mengesahakan UU KPK yang dinilai banyak pihak sebagai bentuk pelemahan atas kewenangan KPK. MA juga beberapa kali melakukan pemotongan masa hukuman koruptor di tingkat kasasi, ditambah beberapa kali grasi oleh presiden yang semakin meringankan hukuman bagi para koruptor.
Adakah yang melihat arah rekam jejak kebijakan-kebijakan Pemerintah ini dengan disahkannya UU Cipta Kerja yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Pusat?
Memangkas birokrasi tetapi arah pencegahan dan penindakan korupsinya tidak terlihat ke arah yang sejalan. Walaupun Jokowi pernah menyatakan akan memperkuat KPK tetapi Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan di September 2019 pernah menyatakan bahwa Lembaga KPK bisa mengambat investasi terutama di sisi kepastian hukum.
UU KPK baru dianggap Moeldoko lebih memberikan kepastian hukum pada investor tetapi banyak pengamat menganggap UU KPK sebagai bentuk upaya pelemahan diantaranya terlihat di hal hal sebagai berikut :
Menghilangkan independensi KPK dengan diangkatnya pegawai KPK menjadi ASN
Waktu penyidikan dan penuntutan perkara yang lebih dari 2 tahun harus ditindaklanjuti dengan penerbitan SP3. Hal ini menyebabkan kasus-kasus yang rumit dan membutuhkan proses pencarian bukti-bukti yang kompleks akan rawan dihentikan.
Membatasi kewenangan Pimpinan KPK dan menempatkan Dewan Pengawas sebagai kepanjangan tangan eksekutif karena dipilih oleh Presiden. Artinya birokrasi di KPK sendiri dibuat lebih berlapis di saat proses penyidikan dan penuntutan dibatasi waktu.