Oleh Firman Syah, MM.Par, S.Sos.I*)
Liburan akhir pekan bagi sebagian masyarakat sudah menjadi kebiasaan untuk mengisi liburan dengan keluarga. Terlebih jika Jum`at termasuk hari libur, membuat liburan cukup istimewa. Mayoritas keluarga akan menyiapkan diri untuk melakukan perjalanan ke satu destinasi wisata favorit. Tak terkecuali di DKI Jakarta yang biasa memilih Puncak Bogor maupun Bandung. Tak heran jika kepadatan hingga antrian kendaraan roda empat menghiasi sepanjang jalan menuju lokasi. Bagaimana nasib wisata di DKI Jakarta? Apakah pengunjung tidak melirik sejumlah destinasi wisata di DKI Jakarta? Tidak juga. Sebagian keluarga yang malas keluar kota memilih beberapa lokasi seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Dunia Fantasi (Dufan), Kebun Raya Binatang Ragunan, maupun Monumen Nasional (Monas). Kondisi tersebut yang biasa kita lihat di berbagai media, baik cetak maupun elektronik.
Sebenarnya, masih ada destinasi wisata yang juga menawarkan edukasi bagi anak di DKI Jakarta. Seperti keberadaan Museum Nasional di bilangan Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Sebagai destinasi wisata dengan beragam atraksi yang tersedia, Museum Nasional memberikan nuansa yang berbeda. Koleksi prasejarah, arkeologi, keramik, numismatik-heraldik, sejarah, etnografi, dan geografi saat ini menjadi andalan Museum Nasional untuk melanjutkan eksistensi. Namun, sangat disayangkan jika warisan budaya yang tersimpan di dalamnya hanya dipelajari dan dikaji sebatas kebutuhan sekolah, penelitian, maupun tugas lainnya. Padahal, terlepas dari itu semua, Museum Nasional mampu memberikan nuansa berbeda dalam melestarikan peninggalan bersejarah bangsa.
Berfikirlah dengan konsep ‘swasta’ dalam menciptakan suasana yang lebih hidup dan terarah. Sehingga, pemikiran masyarakat tidak lagi terkungkung pada sebatas koleksi di masa lalu yang tersimpan rapi dan terawat. Kerja seni sangat dibutuhkan dalam rangka memerkaya khazanah keilmuan kebudayaan Indonesia. Karena, untuk mendatangkan pengunjung kembali ke Museum Nasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kesan awal yang tersaji dapat dipoles untuk mengubah perilaku pengunjung yang kali pertama datang. Dengan demikian, pihak Museum Nasional sudah melakukan tiga langkah bauran promosi terhadap pengunjung. Pertama, pelayanan melalui humas Museum Nasional berhasil mengenalkan produk yang ada. Kedua, penjualan langsung baik dalam bentuk potongan harga (dengan rombongan) maupun harga yang terbilang murah terbayar dengan ribuan koleksi yang disajikan.
Perjuangan Museum Nasional masih panjang. Beragam tantangan dan perubahan-perubahan untuk mengembangkan dapat dilakukan sepanjang konsep strategi pemasaran terlaksana dengan baik. Konsep menjadikan museum sebagai bagian masyarakat untuk dicintai, dikenal, dipelihara, dan dibela oleh masyarakat harus dilaksanakan sepenuhnya. Sajian Museum Nasional mesti memiliki cita rasa tinggi dan kreativitas yang bagus. Banyak peluang yang dapat dipasarkan termasuk bangunan yang berdiri sejak abad ke 17. Dengan begitu, pengunjung Museum Nasional tidak lagi hanya terfokus pada siswa siswi, mahasiswa mahasiswi, maupun peneliti yang memang memiliki tujuan tertentu.
Bauran Pemasaran
Mengutip Kotler & Keller (2013) bauran pemasaran suatu barang oleh perusahaan pada dasarnya dikenal dengan 4P. Yaitu, Product (produk), Place (saluran), Promotion (promosi), dan Price (harga). Karena bersifat jasa maka perlu penambahan faktor Service (pelayanan). Artinya seluruh elemen tersebut dapat terus memiliki peranan yang maksimal, dengan catatan Museum Nasional mencari terobosan-terobosan baru. Inovasi ini dilakukan dengan mengedepankan penelitian tanpa meninggalkan visi dan misi yang sudah dibuat. Keprofesionalan pegawai Museum Nasional dituntut lebih supaya informasi yang diperoleh dari penelitian benar-benar mendekati sempurna atau bahkan sempurna dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Untuk memermudah kinerja tersebut, dapat mendatangkan bantuan dari para ahli serta pakar di bidang kebudayaan.
Seperti diketahui, bidang kebudayaan di Indonesia sangat beragam. Satu kota/kabupaten dengan kota/kabupaten bisa memiliki perbedaan kebudayaan. Maka, dari satu provinsi akan diperoleh banyak dan model kebudayaan yang tersebar dari beberapa kota/kabupaten. Baik itu dari sisi bahasa, senjata tradisional, kesenian daerah, tarian daerah, alat musik daerah, makanan khas daerah, upacara-upacara khusus, termasuk sejarah berdiri suatu daerah. Semua itu dapat ditampilkan oleh Museum Nasional dan menjadi atraksi tersendiri untuk melengkapi koleksi. Misalnya, dengan menempatkan di satu ruangan besar yang dibagi beberapa kamar. Satu kamar untuk satu koleksi yang tersebar dari satu provinsi. Bahkan, kalau memungkinkan bisa ditampilkan dalam bentuk multimedia yang dapat memanjakan pengunjung untuk menyaksikan.
Replika, patung, dan diorama adalah kunci utama yang bisa dipergunakan destinasi wisata yang bernuansa kebudayaan. Selain pengunjung mudah memeroleh detail informasi, juga memiliki kesempatan untuk mengamati karya yang penuh nilai sejarah. Karena replika tersebut dibuat cerita yang menarik. Dengan kalimat lain, Museum Nasional tinggal memerluas kategori produk yang sudah ada. Selain keanekaragaman produk yang ada, desain tata letak juga menjadi faktor penentu dalam membangkitkan kejayaan Museum Nasional. Persoalan luas lahan bangunan yang ada dapat dipoles dengan penambahan ruangan ke atas. Bisa juga produk tersebut diubah sesuai dengan tema yang ada, baik diganti dalam jangka waktu satu bulan atau setiap tiga bulan.
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya. (Kotler dan Armstrong, 2012). Pernyataan tersebut dapat tercapai sepenuhnya dengan memaksimalkan produk yang menjadi andalan Museum Nasional. Ada pula kesempatan dengan melakukan kerjasama peminjaman koleksi dengan negara lain untuk dipajang di Museum Nasional dalam waktu tertentu. Terkait produk, fasilitas juga perlu diperhatikan. Supaya pengunjung tidak monoton hanya melihat-lihat isi Museum Nasional namun diberikan kesempatan menikmati sisi lain. Misalnya, taman, area bermain anak-anak, saung yang menyajikan kuliner, kantin, dan lain-lain yang juga ikut berpartisipasi menambah pemasukan.
Langkah Pengelola
Tidak mudah mengaplikasikan Museum Nasional yang sesuai harapan. Salah satunya mengenai anggaran yang tersedia. Oleh karenanya, keseriusan pihak Museum Nasional untuk membenahi dan mengembangkan destinasi wisata tersebut mampu memberi jalan keluar terbaik. Misalnya pencairan dana dengan CSR yang disediakan perusahaan-perusahaan nasional. Idealisme yang tinggi memberi kesempatan baik. Perusahaan-perusahaan setidaknya siap menggelontorkan dana jika dana dari CSR miliknya benar-benar diarahkan untuk kebudayaan dengan baik. Ikut berjuang melestarikan kebudayaan ini memiliki banyak langkah partisipasi, bisa berbentuk tenaga dan pemikiran maupun penyediaan anggaran untuk menyukseskan kegiatan tersebut.
Pihak Museum Nasional dituntut untuk membuat target pasar yang jelas. Pengunjung yang luas ini perlu dipersempit supaya seluruh elemen bauran pemasaran dapat benar-benar fokus pada satu jalur. Kalau pun nanti muncul kategori pengunjung di luar yang sudah ditentukan dalam target berarti menjadi pengunjung tambahan sebagai wujud atas keberhasilan promosi dan strategi pemasaran. Target pasar yang jelas akan memudahkan konsep Museum Nasional ke depan. Inti produk yang disediakan juga menjawab pasar yang sudah ditentukan. Target pasar Museum Nasional dapat dilihat dari segi geografis dan segi demografis. Dari segi geografis seperti jarak tempuh menuju lokasi Museum Nasional, tempat tinggal pengunjung dari Museum Nasional, dan akses yang dilalui untuk menuju Museum Nasional. Sementara dari sisi demografis pengunjung dapat dikategorikan seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, status, pekerjaan, dan pendapatan.
Jika semua bisa terlaksana dengan mulus, maka harga Museum Nasional dengan mudah dinaikkan. Keberadaan Museum Nasional yang mengusung konsep menghargai kebudayaan, harus memiliki harga yang murah asal tidak murahan. Di sisi lain tidak ada konsep diskriminasi. Misalnya harga tiket masuk untuk WNI dan WNA harus diberlakukan sama. Atau dapat dibuat daftar harga untuk setiap ruang atraksi prasejarah, keramik, atau diorama, dan lain-lain. Juga tiket masuk yang sudah terkategorikan untuk paket atraksi secara keseluruhan. Museum Nasional pada gilirannya dapat memberikan potongan harga khusus bagi wisatawan yang telah melakukan kunjungan tertentu. Konsepnya, Museum Nasional harus berfikir sebagai pihak swasta. Modal yang sudah dikeluarkan dalam mengembangkan produk harus dapat dikembalikan dalam berapa waktu dan berapa jumlahnya. Sebagai tanda penghargaan pengunjung kepada kebudayaan yang sudah dilaksanakan oleh Museum Nasional.
Keuntungan yang dimiliki Museum Nasional tersebut minim dimiliki oleh destinasi wisata lain. Walaupun ada, jumlah masih tergolong sedikit. Sehingga menjadi peluang besar untuk diadakan. Jangan sampai kebudayaan milik bangsa yang sudah ada sejak dulu lenyap dan ditinggalkan generasi saat ini. Alasannya sudah tidak lagi mengenal tradisi nenek moyang yang sarat dengan perjalanan hidup suatu bangsa. Lebih ekstrim lagi, Museum Nasional menjadi benteng utama bagi bangsa Indonesia dari tindakan oknum-oknum yang tak peduli akan kebudayaan bangsa termasuk pengakuan dari negara lain atas hasil karya milik bangsa. Semoga. (*)
Firman Syah, MM. Par, S.Sos.I
Forum Studi Pariwisata (Forstar) dan Alumni Pemasaran Pariwisata, Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta
0856 7170 783
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H