Lihat ke Halaman Asli

Menata Masa Depan Dakwah

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

I.MUQODDIMAH

Perencanaan kegiatan dakwah haruslah sejak awal dilakukan oleh setiap dai. Terlebih mereka menginginkan keberhasilan dalam dakwahnya. Maka, manajemen kegiatan dakwah mutlak dilaksanakan.

Bak membangun sebuah bisnis, perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, pengarahan, dan pengawasan harus terus dilakukan. Antara satu kegiatan dan kegiatan lain memiliki korelasi yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Hilangnya salah satu bagian tersebut akan menghambat keberhasilan dakwah.

Oleh karenanya ada tiga alasan diperlukannya manajemen dalam dakwah:


  1. Untuk mencapai tujuan. Seorang dai perlu memanage dakwahnya sehingga dakwah yang dilakukan dapat membuahkan hasil nyata sesuai dengan impian dan rencana.
  2. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Kadang seorang dai memiliki tujuan yang saling bertentangan dan hal ini tidak disadari di awal perjalanan namun terasa di pertengahan. Oleh sebab itu, perlunya manajemen yang matang sehingga tujuan yang saling bertentangan dapat dihindarkan sedini mungkin.
  3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Keberhasilan dakwah dapat diukur dengan efisiensi dan efektivitas seorang dai. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar sekaligus memaksimalkan hasil yang diperoleh. Sedangkan efektifitas adalah kemampuan untuk memilih cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dai yang efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan dan atau metode yang tepat untuk melakukannya.

Hal di atas karena keberhasilan tidak datang dengan begitu saja. Selain itu, seiring dengan perjalanan waktu tantangan hidup semakin kompleks dan harus dikelola dengan sedemikian rupa. Meminjam bahasa bisnis, inovasi harus terus dilakukan, pemasaran semakin digencarkan, penyebaran agen semakin diluaskan, dan iklan pun tak henti-hentinya dipublikasikan.

Dengan kata lain, seorang dai tidak boleh kalah dalam memasarkan “produk”nya. Apalagi orientasi “produk” yang ditawarkan adalah jannah dan ridho-Nya. Bukan hanya untuk kenikmatan dunia semata yang hanya bersifat sementara dan fana.

Sayangnya hal ini tidak terlalu banyak disadari oleh sebagian para dai. Ada di antara mereka yang tidak memperdulikannya sedikitpun. Dakwah dilakukan ala kadarnya, tanpa ada rencana, dan tujuan yang jelas. Laiknya air mengalir tanpa mencoba untuk melakukan perubahan sedikitpun ataupun mengarahkannya ke arah yang lebih baik.

II.OBJEK DAKWAH

A.Wilayah Dakwah

Desa Prampelan, begitulah orang menyebutnya. Sebuah desa yang terletak di wilayah barat kecamatan Waru. Sebelah barat berbatasan dengan jalan, sebelah timur berbatasan dengan desa Jetis, dan diapit dengan sawah yang membentang luas di sebelah utara dan selatan. Desa ini berpenduduk + 50 KK (kepala keluarga).

Untuk mengakses ke desa tersebutpun tidak terlalu sulit. Karena jalan desa sudah beraspal dan ber-cor. Disayangkan sekali tidak terdapat infrastruktur sekolah di sana. Oleh karenanya bagi mereka yang bersekolah haruslah menuju tetangga desa. Itupun baru sekelas SD dan SMP. Untuk tingkat SMA haruslah menuju ke kota dengan perjalanan minimal 15-30 menit menggunakan sepeda motor.

B.Mad’u

Mad’u atau sararan dakwah bermacam-macam. Mulai dari anak-anak, remaja, dan orangtua. Tingkat pendidikan akhir rata-rata hampir sama. Untuk orangtua, hanya sebagian di antara mereka yang dapat menamatkan sekolahnya. Bahkan lebih banyak di antara mereka yang putus sekolah dan melanjutkannya dengan ikut bekerja.

Walaupun diapit dengan sawah yang membentang di utara dan selatan desa, bukan berarti banyak di antara mereka yang menjadi petani. Mayoritas mereka bekerja sebagai tukang dan kuli bangunan. Yang berprofesi sebagai seorang guru dan PNS (Pegawai Negeri Sipil) hanya dalam hitungan jari.

Ini semua tentunya tidak terlepas dengan pendidikan yang terakhir mereka enyam. Akibat putus sekolah, maka pekerjaan yang didapatpun merupakan pekerjaan kasar yang tak bermodal ijazah dan prestasi akademik yang tinggi. Cukup bermodal otot dan tubuh yang sehat.

Sedangkan remaja yang ada merupakan tamatan SMA atau yang sederajat. Yang melanjutkan kuliah hanya satu atau dua orang saja. Selebihnya melanjutkan untuk bekerja dan menghidupi keluarga. Alasan utamanya merupakan masalah financial keluarga. Mulai dengan biaya kuliah yang tinggi, biaya hidup yang harus ditanggung untuk zaman sekarang ini dan masalah lainnya.

Namun, pada kesempatan ini mad’u yang menjadi sasaran utama kami adalah mereka kalangan tua. Bukan berarti kami mengesampingkan para remaja dan anak-anak, tapi lebih kepada potensi yang dimiliki oleh

C.Kondisi Masjid dan Jamaah

Di desa ini terdapat satu masjid yang digunakan untuk sholat Jum’at, walaupun masjid tersebut ukurannya tidaklah terlalu luas, hanya mampu menampung + 70 jama’ah.Apabila masjid tersebut terletak di desa lain maka lebih layak untuk disebut musholla karena ukurannya yang tidak terlalu luas.

Untuk shalat lima waktu hanya segelintir orang saja yang melaksanakannya secara berjamaah di masjid. Selain shalat maghrib dan isya’, jamaah yang melaksanakan shalat secara berjamaah di masjid hanya satu baris saja. Sedangkan untuk kedua shalat tersebut jamaah memenuhi dua shaf.

III.METODE DAKWAH

A.Urgensi

Mengenal psikologi perkembangan dan ilmu sosiologi masyarakat sangat diperlukan sekali oleh dai. Metode dakwah yang dilakukan sesuai psikologi mad’u. Sehingga kesalahpahaman, benturan fisik, dan masalah-masalah yang bersifat teknis pun dapat dihindarkan.

Hal ini disebabkan kalangan tua memiliki karakteristik tersendiri dari remaja dan anak-anak. Oleh karenanya metode dakwah kepada mereka pun berbeda.

B.Alternatif Metode yang Digunakan

1.Dengan perkataan lembut, perbuatan yang sopan, untuk menjelaskan kebenaran disertai dengan dalil-dalil yang ada. Metode ini digunakan untuk mereka yang dari kalangan akademisi dan terpelajar yang menerima kebenaran –tapi belum mengamalkannya- dan tidak menentangnya.

2.Dengan Mau’idhoh Hasanah, yakni memberikan penjelasan tentang kebenaran dan mendorong untuk mengamalkannya, serta menjelaskan tentang kebatilan dan memperingatkan tentang keburukannya. Metode ini digunakan bagi mereka yang menerima dan mengakui kebenaran tersebut. Namun kadang mereka lalai karena dorongan syahwatnya sehingga terjauhkan dari kebenaran.

3.Dengan dialog, diskusi, ataupun debat terbuka. Tentunya dengan disertai akhlak baik dan perkataan baik untuk menampakkan kebenaran. Baik dengan dalil aqli (akal) ataupun naqli (nash). Menjelaskan kebatilan dengan bahasa yang dapat dipahami. Dan tujuan dialog ataupun diskusi tersebut bukan hanya untuk mengalahkan atau menjatuhkan satu sama lain. Akan tetapi tujuannya adalah menjelaskan kebenaran dan memberikan hidayah kepada lawan. Metode ini digunakan bagi mereka yang menentang kebenaran.

4.Dengan kekuatan, baik dengan perkataan tegas, dengan kekuatan tangan atau penegakan hudud. Bagi yang memiliki kekuasaan maka hal ini masyru’ (disyariatkan). Dapat pula dilaksanakan dengan jihad fi sabilillah di bawah panji-panji Islam dengan tetap menjaga aturan yang telah ditetapkan oleh al quran dan as sunnah. Metode ini digunakan bagi mereka yang menentang kebenaran dan berlaku dzalim serta melampaui batas dan tidak mau kembali kepada kebenaran.

C.Penerapan Metode Dakwah

Setelah seorang dai mengetahui fakta dan data yang ada, maka perlunya mengambil sikap untuk menerapkan metode dakwah yang tepat. Sehingga keberhasilan dakwah –sebagaimana yang diimpikan- terwujud.

Oleh karenanya di sini kami selaku dai yang berdakwah di masyarakat tersebut menerapkan metode pertama dan kedua. Yakni perkataan lembut –tanpa meninggalkan ketegasan- disertai dengan mauidhoh hasanah; menjelaskan kebenaran dan menghasung untuk mengamalkannya, serta menjelaskan kebatilan dan memperingatkan mereka akan keburukannya.

D.Materi yang Digulirkan

Setelah menetapkan metode yang akan diterapkan, maka materi yang digulirkan pun tak ayal perlu disusun. Sehingga perkembangan dakwah dalam masyarakat dapat dipantau kemajuannya. Perubahan yang diharapkan dapat terwujud, dan persamaan fikrah pun dapat terealisasi.

ØAqidah

Untuk materi aqidah, kami memilih menggunakan buku kitabut tauhid karangan syaikh Sholih bin fauzan bin al fauzan. Alasan pemilihan buku ini adalah materi aqidah yang disusun sangatlah sistematis. Mulai dasar pengenalan tentang aqidah dan tauhid, hingga pada akhir buku ditutup dengan materi bid’ah. Bahasa yang digunakan pun sangat mudah dipahami tanpa meninggalkan dalil-dalil syar’i.

ØHadits

Sedangkan materi hadits, menggunakan buku riyadhus sholihin. Alasan pemilihan buku ini adalah materi yang mencakup semua aspek kehidupan seorang muslim. Mulai dari ibadah, akhlak, muamalah, hingga adab-adab sehari-hari. Sehingga hadits yang didapatkan tidak hanya sebatas teori, namun dapat direalisasikan dalam bentuk amalan nyata.

ØAl Quran

Untuk materi al Quran, maka pembentukan halaqah (kelompok) membaca al Quran menjadi pilihan. Halaqah ini dikelompokkan sesuai dengan kemampuan membaca mereka. Materi pun berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya.

Selain itu materi yang digulirkan tidak mengedepankan teori yang berbelit-belit. Tujuan digulirkan materi ini adalah agar kemampuan membaca antar jamaah tidak terpaut terlalu jauh. Selain itu mereka yang belum bisa belajar dapat belajar bersama dengan yang lain tanpa merasa canggung.

IV.PENUTUP

Selayaknyalah seorang dai yang mengharapkan keberhasilan harus menempuh jalan yang membawanya kepada keberhasilan tersebut. Sehingga keberhasilan tersebut tidak hanya sebatas angan-angan yang mustahil untuk diraih.

Begitu pula dalam dakwah. Semua jalan yang membawa kepada keberhasilan dakwah haruslah ditempuh. Imam Syafi’I berkata:

ترجو النجاة و لم تسلك مسالكها إن السفينة لا تجري على اليبس

Engkau mengharapkan keberhasilan namun tidak menempuh jalannya, maka ketahuilah sesungguhnya kapal tidak dapat berjalan di daratan.”

Sebagai penutup, semoga apa yang ditulis di atas dapat menjadi acuan bagi penulis untuk menata masa depan dakwah di masyarakat tersebut. Seandainya pada generasi penulis, mimpi ataupun rencana tersebut belum terlaksana, maka semoga pada generasi selanjutnya rencana tersebut dapat menjadi acuan untuk menetapkan langkah. Sehingga rencana tersebut dapat tercapai.

Jangan sampai generasi penerus hanya berkutat pada permasalahan yang sama sehingga tidak ada kemajuan sama sekali. Selain semoga apa yang ditulis dapat menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan kemajuan dakwah. Karena hakekat dakwah adalah sebuah perjuangan berkesinambungan dan tidak berhenti hingga datangnya hari kiamat.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula apa yang telah penulis tulis. Saran dan kritik yang bersifat konstruktif pun penulis tunggu.

Referensi :

·Manajemen, T. Hani Handoko, BPFE Jogjakarta, Edisi kedua, Cetakan keenam 1992.

·Al Hikmah fi ad Dakwah Ilallah, Sa’id bin Ali bin Wahf al Qohthoni, Cetakan pertama 1992 H.

oleh Firmansyah

kontributor oaseimani.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline