Lihat ke Halaman Asli

Alon-alon Waton Gambaru

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bola dunia mempunyai kutub-kutub ekstrem. Timur dan Barat, Utara dan Selatan, Siang dan Malam adalah contoh ekstrem dalam kehidupan sehari-hari. Orang barat terpesona dengan eksotisme budaya timur, sebaliknya orang timur terperangah dengan modernisasi barat. Contoh lain, turis barat begitu menikmati kehangatan pantai-pantai tropis, sebaliknya putih salju begitu indah bagi orang-orang tropis. Catat ! Perbedaan membuat mata dan hati ini begitu indah melihat dunia.

Beberapa hari ini saya mendapat banyak forward tentang GAMBARU. Pasca bencana lama gempa bumi dan tsunami di Jepang, milis kantor, milis alumni dan blackberry messenger dibanjiri artikel tentang Gambaru. Hampir semua merespon positif dan terkagum-kagum dengan artikel itu. Singkatnya Gambaru adalah sebuah falsafah "semangat juang tanpa akhir", yang hidup dalam jiwa rakyat Jepang. Kondisi alam yang tidak bersahabat tanpa terasa membentuk karakter Gambaru selama berabad-abad. Miskin sumber daya alam, gempa bumi bahkan tsunami telah mengukir kekuatan karakter bangsa Jepang.

Bagi saya pribadi, tidak ada yang salah dengan kekaguman terhadap falsafah Gambaru. Seperti paragaf awal, perbedaan justru membuat hati dan mata indah dan banyak belajar dari sudut pandang berbeda. Kekaguman terhadap Gambaru seperti kekaguman pada perbedaan alam yang ekstrem, seperti pantai eksotis dan putih salju punya daya magis tersendiri. Jepang punya falsafah Gambaru, namun Indonesia pun punya falsafah yang pantas dibanggakan. Contohnya Alon Alon Waton Kelakon.

Falsafah "Alon Alon Waton Kelakon" (AAWK) sering kali disalahartikan oleh sebagian besar dari kita. Bukan mengajarkan kemalasan justru leluhur kita dahulu mengajarkan agar mengembangkan watak sabar, hati-hati dan teguh pada cita-cita. Coba perhatikan hampir tak ada perbedaan antara AAWK dan Gambaru. Lalu apa yang membuat sebagian besar orang bisa terkagum-kagum melihat "barang yang sama" hanya karena melihat dari perspektif yang berbeda ??? Ada banyak tanya di dalam "sel sel kelabu" saya.

Mungkin Bangsa Indonesia perlu menjadi turis di negeri sendiri untuk menyegarkan kembali persepektif karakter kebangsaannya. Kita buka kembali gudang-gudang sejarah bangsa, lalu membersihkan kembali foto-foto usang leluhur, dan kita pajang di langit-langit kebangsaan Indonesia. Tidak perlu malu dengan sejarah bangsa. Tidak perlu inferior dengan bangsa lain. Bangsa ini pernah terpecah belah namun akhirnya kembali bersatu. Bangsa ini pernah terpuruk, namun kita selalu bangkit kembali.

Seorang kawan mengakhiri diskusi ini, dengan enteng berkata "Say YES to Gambaru, Say NO to Gampar LU". Yang penting "Alon Alon Waton Gambaru".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline