Pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan, sehingga tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Ungkap Tjitjik Sri Tjahjandaries, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), terkait tentang UKT (uang kuliah tunggal) di perguruan tinggi yang semakin mahal.
Berita santer di televisi dan media sosial membuat beberapa orang tua di pos kamling tertegun dan gusar, bukan masalah harga beras yang naik 500 sampai 1000 rupiah, tetapi semakin naiknya biaya pendidikan yang semakin tidak terjangkau.
Dari beberapa orang tersebut, hanya mengatakan, dimana peran negara dalam kondisi ini, kerja sehari-hari hanya cukup untuk makan saja sudah ngos-ngosan, apalagi dengan naiknya biaya kuliah yang sundul langit.
Memang sebagaian belum tahu di posisi dan golongan berapa kenaikan biaya itu, namun mendengar biaya sekolah atau kuliah naik saja membuat para orang tua mengernyitkan dahi, kepala pusing, hingga garuk-garuk kepala, tidak tahu dengan cara apa untuk membayar biaya kuliah yang naiknya tidak karuan tersebut.
Memahami Maksud Pendidikan Tinggi adalah Pendidikan Tersier
Tidak dapat dipungkiri, bagi orang tua, bisa membiayai dan menyekolahkan anak hingga tingkat perguruan tinggi adalah kebanggaan. Begitu pula dengan sang anak, bisa melanjutkan pendidikan di kampus yang diimpikan tentu menjadi sebuah kebanggaan diantara teman-temannya, apalagi di kampus negeri dan favorit.
Namu beda dahulu, beda sekarang, fenomena kebutuhan, naiknya beban biaya, hingga pengetatan anggaran, membuat pemerintah harus memprioritaskan biaya pendidikan dalam hal ini bantuan operasional yang ternyata belum bisa menutup kebutuhan operasional setiap perguruan tinggi.
Mungkin dari sinilah penyebab uang SPP (dahulu) atau UKT (Uang Kuliah Tunggal) menjadi mahal. Hal senada juga disampaikan Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang merupakan Sekretaris Dirjen Kemendikbudristek.
Hal ini juga disampaikan Tjitjik seperti yang dilasir dari cnn.com, bahwa pada dasarnya pendidikan dasar di Indonesia hanya 12 tahun, dari SD, SMP, hingga SMA. Dengan melihat hal tersebut, maka pendidikan tinggi termasuk pendidikan tertier. Hal ini berarti tidak semua lulusan SLTA dan SMK wajib masuk perguruan tinggi, karena bersifat pilihan.
Dapat disimpulkan dalam hal ini, karena pendidikan tertier, maka pendanaan pemerintah difokuskan dan diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar (dalam hal ini 9 tahun).
Selain itu yang disampaikan Tjitjik tersebut, pada dasarnya masih ada Kelompok UKT 1 sebesar Rp 500 ribu dan Kelompok UKT 2 sebesar Rp 1 juta yang menjadi standar minimal perguruan tinggi negeri, yang pembebanannya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi, karena dalam UKT terdapat beberapa golongan.
Yang menjadi masalah bukan pada UKT 1 dan UKT 2, namun penambahan golongan yang membuat harga pendidikan tersebut menjadi semakin mahal.