Pada 20 Oktober 2020 terjadi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law. Aksi unjuk rasa ini menimbulkan kericuhan yang cukup besar. Salah satu hal yang menarik perhatian masyarakat dalam aksi unjuk rasa ini yaitu penembakan gas air mata yang dilakukan oleh beberapa oknum aparat.
Gas air mata adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan orang kehilangan penglihatan untuk sementara. Gas air mata juga dapat mengiritasi mata, mulut, tenggorokan, dan paru-paru. Gas air mata beberapa kali digunakan untuk membubarkan para demonstran dalam suatu kericuhan. Gas air mata sempat digunakan dalam aksi massa seperti unjuk rasa mahasiswa dalam penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law hingga tragedi Kanjuruhan yang belum lama ini terjadi. Banyak masyarakat pro dan kontra dalam penggunaan gas air mata ini.
Gas air mata dapat menyebabkan mata perih, hidung berair, sulit bernapas, hingga muntah-muntah. Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa dampak dari terkenanya gas air mata bisa cacat permanen, seperti alami kebutaan, kerusakan fungsi otak hingga kehilangan anggota tubuh.
Maka dari itu apabila seseorang terkena gas air mata, hal pertama yang harus dilakukan yaitu tetap tenang dan jangan mengucek mata. Cari air terdekat dan siram bagian yang dirasa perih. Hal ini dilakukan selama 10 menit. Jika memungkinkan para dokter menyarankan untuk membilas dengan air garam steril atau cairan infus. Pengolesan pasta gigi pada area mata belum terbukti dapat mengatasi apabila terkena gas air mata.
Dalam penggunaan gas air mata harus hati-hati dan tidak sembarangan. Gas air mata merupakan alternatif terakhir apabila cara lain tidak dapat memukul mundur massa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H