Lihat ke Halaman Asli

Firmanda Taufiq

Mahasiswa S3

Menembus Impian

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bila waktu sudah tiba semua akan indah pada waktunya. Yakinlah skenario dan rencana Allah akan berbicara melalui bahasa yang indah dan tak terduga. Meskipun kadang terlihat tidak mungkin sejak awal”.

Kata-kata itu mengiang dan tertancap di pikiranku. Entah darimana ku dapat kalimat itu. Tapi bila kupahami dan kuresapi, memang benar adanya. Ini bermula dari perjalanan kisah perjalananku berjuang mendapatkan beasiswa ke salah satu kampus negeri di kota Malang. Sebenarnya tak pernah terbayang sama sekali bagaimana kota itu dan belum pernah menginjakkan kakiku disana. Pikiranku hanya terbayang, Malang terkenal kota dengan banyak apel dan dingin yang mendekap tubuh, katanya.

Saat duduk di kelas 2 SMA, ketika mimpi-mimpi ini terlahir. Ketika sebuah impian melambung tinggi di langit. Aku bermimpi untuk bisa kuliah di kampus ternama negeri ini. Aku harus bisa kuliah dan harus mendapatkan beasiswa,” pekikku dalam hati.

Berbagai cara kulakukan, demi misiku mendapatkan beasiswa. Perjuanganku pun tak sia-sia, hingga mengantarkanku ke kota Apel, ya, kota Malang yang terkenal dengan buah apelnya. Disinilah ku melanjutkan perjalanan mimpiku, mengurai masa depanku. Mungkin ini hanya sebuah kisah biasa. Tapi menurutku ini luar biasa. Hal yang penting dalam sejarah hidupku.

Berawal saat teman-temanku sibuk dengan mata pelajaran kelas 2 SMA. Ku sudah merencanakan dan membangun mimpiku untuk bisa kuliah dan mendapatkan beasiswa penuh nanti setelah lulus SMA. Sebenarnya Ibu dan bapak tak berencana mengkuliahkanku, maklum keluarga kami adalah keluarga yang sederhana. Bapak dan Ibu tak sanggup membiayai kuliahku, apalagi biaya kuliah melambung tinggi. Tapi, ku yakin pasti bisa kuliah. Mau jadi apa aku kalau tak kuliah. Kerja pun mungkin hanya kerja di sawah atau di ladang milik orang lain. Ah, aku tak mau. Aku ingin memperbaiki hidup keluargaku, aku tak mau jadi petani seperti bapak. Aku tak mau jadi kuli. Tapi aku ingin jadi orang besar, orang yang berpengaruh dan bekerja untuk keabadian. Bukankah Pramoedya Ananta Toer pernah berkata dalam tulisannya,” Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Dari kecil aku selalu berusaha untuk mencapai keinginan dan prestasi yang ku harapkan. Pernah suatu kali, saat ku kelas 5 SD, ku dan dua temanku mengikuti lomba serdas cermat antar SD se-desaku, desa Sumberagung namanya. Dengan sebuah usaha, perjuangan, kerja keras dan doa. Akhirnya ku dan dua temanku mewakili SD-ku mendapatkan juaranya.

Juga pernah suatu ketika ku ikut lomba pelajaran antar SD yakni saat ku mengikuti lomba pelajaran Bahasa Indonesia, dan ku memenangkannya. Dalam hal menulis, tulisanku tak terlalu bagus, kata Ibu tulisanku jelek. Kadang ku hanya menjawab santai,” Maklum tulisannnya dokter,..”. Tapi tak apalah, toh tulisanku juga menginspirasi banyak orang,… hehehe.

Mulai dari SD ku sangat suka baca buku, baik buku-buku pelajaran, baca novel atau buku sastra, buku karya Cak Nun, Slilit Sang Kiai, atau karya-karya Amin Tohari, puisi Chairil Anwar yang monumental dalam sajaknya yang membuatku terkesima dibuatnya dan puisi-puisi Taufiq Ismail yang tertuang dalam kumpulan puisinya “Malu Aku Jadi Orang Indonesia” juga sudah ku baca. Saat SMP buku yang sering ku baca adalah cerpen dan kumpulan cerita-cerita yang menginspirasi, dan saat SMA ku banyak baca novel yang terkenal, seperti Ketika Cinta Bertasbih mulai yang pertama sampai buku ketiga karya Habiburrahman El-Shirazy, atau novel Laskar Pelangi karya sosok yang ku kagumi, Andrea Hirata. Suatu kali ku dapat motivasi dan inspirasi. Kata-kata yang membuatku terus bersemangat untuk selalu membiasakan membaca. Begini bunyinya: “Membaca adalah nafas hidup dan jembatan emas ke masa depanku.”Dengan penyulut kalimat semanagat itulah aku terus membaca dan membaca. Karena membaca adalah bagian dan proses untuk meraih cita-cita dan masa depanku.

Lho, kok malah berbicara tentang buku yang pernah ku baca. Ya, ku lanjutkan ceritaku. Sebelum ku mendapatkan cerita inspiratif ini, ku tak menyangka kisah ini akan seperti ini. Pokoknya setelah lulus SMA ku harus melanjutkan kuliah, harus, dan bagaimanapun caranya. Ibu sebenarnya berat hati jika akau harus kuliah, karena Ibu ingin aku kerja atau membantu keluarga. Masalahnya Ibu dan bapak juga tak bisa membiayai kuliahku. Tapi, tekadku sudah bulat, walau badai rintangan menerjang dan batu terjal cobaan apa pun akan kuhadang. Aku pasti bisa.

Berbagai cara harus kulakukan untuk mendapatkan beasiswa yang ku inginkan, mondar-mandir sana-sini untuk menyiapkan semua berkas yang dibutuhkan, browsing di internet, tanya ke kakak kelas, alumni ataupun tanya ke guru-guru SMA-ku. Aku bingung kampus mana yang ku tuju, apa jurusan yang pas buatku dan bagaimana hidupku nanti kalau sudah menjalani kuliah, pikiran itu membayangi terus. Tapi, ku yakin dan tersemat dalam hati bahwa rencana dan skenario Allah lebih indah dari pada yang kita bayangkan. Kadang malah kita tak menyangka dan mengira hal yang kita impikan akan terjadi dan nyata.
Hari-hari bagiku serasa lama. Setahun serasa puluhan tahun. Sebulan bagaikan satu tahun lamanya. Seminggu bagai berbulan-bulan. Sehari bagai berminggu-minggu rasanya. Ah, mengapa perasaanku berkecamuk tak menentu. Ya, karena peristiwa besar akan terjadi dalam jejak hidupku. Pengumuman Ujian Nasional disusul pengumuman SNMPTN Undangan akan mendatangiku, akankah memberikan kabar baik atau kabar buruk. Ku pasrahkan semua pada Sang Penggenggam Takdir. Berbekal untaian perjuangan dan usaha, lantunan tawakal dan kidung doa yang ku panjatkan. Kekhawatiran pun mulai berkurang, aku harus optimis. Impianku pasti akan nyata. Tak ada kata memyerah dalam kamus hidupku. Hidup adalah pilihan. Pilihan hari ini akan menentukan masa depan yang akan datang.

Waktu yang dituggu pun datang. Ibu, bapak, aku dan keluargaku berdoa untukku. Jutaan harap dan kecemasan menunggu hasil jerih payahku dan bapak Ibu selama ini. Ujian nasional dan pengumuman lolos atau tidaknya ku ke kampus yang ku inginkan adalah sesuatu yang membuatku khawatir dan berharap-harap cemas. Semoga aku bisa masuk dan diterima di Perguruan Tinggi yang ku harapkan, semoga,” batinku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline