Lihat ke Halaman Asli

Tumirah Tak Mau Menyerah

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_84895" align="alignleft" width="300" caption="Tumirah, perempuan perkasa dari Lampung Tengah"][/caption] Perempuan itu menyelam di sungai sedalam lutut yang berarus deras. Tak lama kemudian dia menyembul dan sekop kaleng di tangannya telah berisi pasir. Dialah Tumirah. Seorang nenek dari 5 cucu. Perempuan berusia 58 tahun ini sudah sejak 10 tahun lalu bergelut dengan sungai, menjadi penambang pasir. Usianya sudah tidak muda lagi. Tetapi, warga Kampung Sidomulyo,  Kecamatan Bangunrejo, Lampung Tengah ini, masih kuat berendam berjam-jam di air. Dia memang perempuan perkasa. Berangkat dari rumah pukul 5 subuh dan baru pulang menjelang matahari bersembunyi. Setiap hari ia menantang bahaya derasnya arus sungai Way Wayah. Dia hanya berhenti mencari pasir saat hujan karena volume air sungai membesar dan arusnya makin kuat. Ketika air surut, dia kembali mengambil pasir yang seolah tak ada habisnya. [caption id="attachment_84896" align="alignright" width="300" caption="Dari tepi sungai, Tumirah membawa pasir ke darat"][/caption] Tumirah mengumpulkan pasir sedikit demi sedikit ke tepi sungai. Setelah terkumpul, ia memindahkan kekayaan sungai itu ke tempat lebih rata, dengan gerobak sorong. Ini untuk memudahkan truk mengangkut pasir yang sudah susah payah dia ambil dari dasar sungai selebar 10 meter itu. Ibu tujuh anak ini menambang pasir untuk membantu suaminya, Maman. Tentunya demi memenuhi kebutuhan hidup seharí-hari mereka. Tumirah hanya memperoleh uang Rp17 ribu per hari dari kerja kerasnya itu. Tetapi, perempuan bertubuh besar tinggi ini tetap menekuni pekerjaan berat dengan penghasilan kecil tersebut. [caption id="attachment_84897" align="alignleft" width="300" caption="Maman, suami Tumirah, tak mau merepotkan anak-anak mereka"][/caption] Maman, suami Tumirah, bekerja sebagai kuli angkut di penambangan pasir Sungai Way Wayah. Penghasilannya dari memeras keringat itu, juga kecil. Paling-paling Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per hari. Dia dan istrinya sudah tua. Tetapi mereka tetap ingin bekerja. Pasangan ini harus memperoleh uang sendiri agar tak merepotkan anak-anak mereka yang juga hidup susah. Sungai Way Wayah memang sudah sejak lama menjadi sumber penghidupan bagi banyak warga. Mereka menjadi penambang pasir di anak Sungai Way Seputih itu. Harga pasir di Lampung Tengah di tingkat penambang Rp130 ribu rupiah per truk (4 kubik). Pembelinya datang dari berbagai desa di kabupaten itu. [caption id="attachment_84898" align="alignright" width="300" caption="Pasir, berkah bagi warga"][/caption] Pasir sungai Way Wayah memang anugerah bagi warga. Selain banyak, kualitasnya juga tinggi karena kandungan lumpurnya sedikit. Kekayaan alam ini seolah tidak pernah habis. Setelah dikuras, kembali datang pasir baru. Arus sungai dari hulu yang membawa kekayaan alam itu, terutama saat musim banjir. Salam Kompasiana Kunjungi  artikelpaling hot!!! di Baca juga 10 Artikel Pilihan Lainnya:

  1. Kisah Perjalanan Asmara Sang Petualang Cinta
  2. Atas Nama Cinta, Saya Hamil dan Dia Dipenjara
  3. Mengintip Malam Pertama Pengantin Turki
  4. Gila! ML Berjamaah buat Cetak Rekor Dunia
  5. Duh! 62,7 % Siswi Sudah tak Perawan?
  6. Gelisah Menanti Saat Bercinta
  7. 28% Pria Indonesia Ketagihan Nonton Film Porno?
  8. Wow! Orgasme Ratusan Kali Sehari?
  9. Bugil Massal, Seni Pembangkit Syahwat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline