Lihat ke Halaman Asli

Para Pelindung Badak

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_48508" align="alignleft" width="300" caption="Siap patroli"][/caption] Di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung ada unit khusus yang dibentuk untuk menjaga badak sumatera. Dialah Rhino Protection Unit (RPU). Dengan seragam serba hitam, pasukan ini rutin berpatroli di hutan untuk menangkap pemburu satwa yang terancam punah itu. Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengikuti patroli para pelindung badak ini. Saya bersama empat anggota Tim Patroli RPU dan beberapa aktivis LSM lingkungan hidup. Berangkat dari dermaga Seksi Wilayah I Resort Way Kanan, kami naik motor tempel berkecepatan 7 knot. Hanya bisa melaju lamban. Tetapi cukuplah. Sebab, rombongan kami memang tidak sedang memburu penjahat sehingga tak perlu naik speed boad yang bisa dikebut. Untuk mencapai salah satu jalur patroli RPU, motor tempel kami mengarungi sungai Way Kanan yang tenang. Di sungai selebar 15 meter ini orang jangan coba-coba berenang. Sebab, masih banyak buaya. Sungai Way Kanan sering dijadikan objek wisata alam dan penelitian. Daerah ini lingkungan alamnya masih asli, berupa hutan tropis dataran rendah. Sungai Way Kanan bermuara di Laut Jawa. Dia induk dari beberapa anak sungai yang berhulu di zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona inti Taman Nasional Way Kambas. Setelah melayari sekitar 500 meter sungai yang bagian tengahnya berkedalaman 12 meter, kami sampai di salah satu jalur patroli RPU. Di bawah pohon ingas yang tumbuh di tepi sungai Way Kanan, perahu merapat dan ditambatkan. Patroli bersama para penjaga hutan pun dimulai. [caption id="attachment_48511" align="alignright" width="300" caption="Sungai Way Kanan yang angker, masih banyak buaya"][/caption] Seperti biasa, sebelum memulai patroli, Tim RPU terlebih dulu briefing. Ini untuk memastikan jalur mana yang akan dilalui. Tim ini beranggotakan 4 orang, satu dari anggota jagawana dan tiga lainnya dari masyarakat. Encang Sutarma bertindak sebagai komandan tim. Dia anggota Polisi Kehutanan Balai TNWK yang diperbantukan ke RPU. Keberadaan aparat Polhut dalam keanggotaan Tim RPU memang mutlak. Sebab, unit ini tugasnya menegakkan hukum kehutanan dan konservasi. Seperti diketahui, polisi kehutanan bertugas sebagai penyidik pegawai negeri sipil. Dia berwewenang menangkap tersangka, memeriksa, menyita barang bukti. Dan, punya izin memegang senjata api. Eksistensi jagawana inilah yang membuat RPU menjadi kuat dan ditakuti bandit-bandit lingkungan yang gemar menjarah hutan. Sedangkan tiga lainnya, Suyando, Muslimin, dan Toto Riyadi adalah anggota RPU yang berasal dari warga sekitar taman nasional. Tetapi, kemampuan mereka dalam menjaga hutan dan isinya, tak perlu diragukan. Sebab, mereka orang-orang pilihan yang terlatih. Pada patroli sore hari dalam cuaca mendung karena hujan baru saja turun, kami menemukan jejak-jejak satwa. Seperti tapak rusa sambar, babi hutan, gajah, dan harimau. Tetapi sayang, jejak-jejak itu kurang jelas untuk diamati karena tersapu hujan yang rajin turun sejak beberapa bulan terakhir. Sebagai hutan dataran rendah, 35 sampai 40 persen kawasan ini memang basah berair pada musim hujan. [caption id="attachment_48513" align="alignleft" width="300" caption="Briefing sebelum memulai patroli"][/caption] Di kawasan konservasi seluas sekitar 130 ribu hektare ini masih hidup gajah, badak, tapir, harimau, dan beruang madu. Inilah lima mamalia besar yang terancam punah. Gajah masih ada sekitar 250 ekor, harimau 40 ekor, dan badak 27 ekor. Masuk sekitar 1 kilometer ke dalam rimba TNWK, kami sampai di lokasi camera trap. Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS) memasang kamera ini untuk mengetahui populasi harimau dan satwa lain yang hidup di kawasan TNWK. Dari ikut patroli RPU, saya dapat membayangkan betapa berbahayanya tugas yang diemban para penyelamat badak ini. Tak jarang mereka harus baku tembak dengan pemburu atau penebang liar yang kepergok sedang menjarah isi hutan. Pembentukan RPU sesungguhnya punya sejarah panjang. Pertamakali digagas tahun 1991 dalam sebuah workshop internasional tentang konservasi badak di Indonesia. Ketika itu disepakati, menyelamatkan badak adalah dengan membiarkannya hidup di habitat aslinya. Oleh sebab itu, hutan tempat hidup satwa berkulit tebal ini wajib dijaga. Maka, jalan keluarnya adalah membentuk pasukan patroli khusus untuk melindungi secara total badak yang masih tersisa. Kini, RPU memiliki 16 unit patroli terlatih yang tersebar di tiga taman nasional. Masing-masing 8 unit di Bukit Barisan Selatan, 5 unit di Way Kambas, dan 3 unit di Ujung Kulon. Setiap unit terdiri dari seorang polisi kehutanan ditambah tiga penduduk lokal. Dengan demikian sekarang di Taman Nasional Way Kambas ada 20 orang yang terlatih menjaga badak dan habitatnya. Dalam berpatroli, anggota tim anti-perburuan ini tidak pernah kenal kompromi terhadap segala bentuk penyimpangan dalam kawasan konservasi. Mereka bukan hanya mengejar dan menangkap orang yang berniat berburu, juga para perambah hutan. Dengan demikian, pasukan ini bukan cuma melindungi badak, tetapi hutan dan isinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline