Lihat ke Halaman Asli

Negeri Ngotjoleria: Ketinggalan Kereta

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

[caption id="attachment_36955" align="alignleft" width="111" caption="ASA, sang Penakluk. Hehehehe"][/caption] Ini cerita tentang tiga orang bersahabat di Negeri Ngotjoleria. Yakni, Doddy Poerbo, Katedra Rajawen, dan Jimmo Putra. Suatu pagi, mereka berdiri di peron stasiun Kereta Api Tanjungkarang, tampak asyik mengobrol. Saking seriusnya, lalu-lalang pengantar dan calon penumpang kereta menuju Kertapati, Palembang, tidak mereka hiraukan. “Kita harus mendiskreditkan ASA, supaya perempuan-perempuan tidak lagi menggandrungi dia,” kata Jimmo Putra, serius. “Saya setuju!” ujar Katedra. “Saya juga setuju!” timpal Doddy Poerbo. Rupanya mereka sedang menggosip tentang sahabat mereka Andy Syoekry Amal yang biasa dipanggil ASA. Lelaki dari Negara Bagian Makassar ini memang dikenal jago dalam memikat hati lawan jenis. Kemampuan tersebut banyak mendatangkan sirik dan dengki dari kawan-kawannya. Sirik biasanya memang tanda tak mampu. [caption id="attachment_36956" align="alignright" width="50" caption="Si Otak Encer..."][/caption] “Maka, kita harus atur strategi. Ada ide?” tanya Jimmo. “Ada! Kita harus mengesankan ke orang-orang bahwa ASA itu utangnya ada di mana-mana,” kata Doddy yang memang dikenal punya otak paling encer di antara tiga sahabat itu. “Dengan begitu, orang akan mikir dua kali untuk berkawan sama dia, karena kuatir menjadi tempat peminjaman uang,” Doddy menambahkan. “Cocok! Itu strategi yang jitu,” kata Katedra seolah yakin jurus itu mampu meredam tebar pesona ASA. Kelewat asyik mengobrol, mereka tak menyadari kereta menuju Kertapati sudah bergerak. “Hei! Keretanya sudah jalan tuh!” teriak Jimmo mengagetkan Doddy dan Katedra. [caption id="attachment_36957" align="alignleft" width="45" caption="Tukang Kompor"][/caption] Merekapun bergegas mengejar kereta yang masih berjalan lambat. Cukup lama mengejar, Doddy dan Katedra mampu mencapai pintu kereta dan melompat naik. Sementara Jimmo menyerah. Dia berhenti berlari lalu mengambil posisi ruku (dua tangan memegang lutut) untuk mengatur nafas yang tersengal-sengal. Sementara kereta mulai melaju lebih cepat meninggalkan Stasiun Kereta Api Tanjungkarang. Dari pintu kereta, Doddy dan Katedra tertawa terbahak-bahak melihat Jimmo ketinggalan kereta. Mereka tergelak-gelak sampai mengeluarkan air mata, saking lucunya mengingat kejadian barusan. [caption id="attachment_36959" align="alignright" width="200" caption="Ketinggalan kereta ni yeee...."][/caption] Tahu ada dua penumpang tertawa-tawa seperti orang kegirangan, petugas pemungut tiket penumpang segera datang. “Maaf, Pak. Kenapa Anda berdua tertawa-tawa?” tanya petugas tadi. “Hahahahahaha. Lucu banget, Pak!” kata Katedra sembari terus tertawa geli. “Iya, tapi apa yang lucu?” tanya petugas. “Begini Pak. Kami tadinya bertiga, sedang asyik mengobrol di peron, tiba-tiba kereta bergerak. Maka, kami mengejar. Nah, kami berdua berhasil naik kereta sementara kawan kami ketinggalan,” tutur Doddy. “Padahal,  yang mau naik kereta justru kawan kami yang ketinggalan, sedangkan kami berdua hanya mengantar dia ke stasiun,” tambah Katedra, sambil dua tangan menekan perutnya yang seolah keram akibat tertawa. (Cerita ini diangkat dari kisah nyata yang diperankan orang lain. Nama-nama yang dicatut dalam narasi hanyalah korban skrip. Pesan yang hendak disampaikan, janganlah membuat strategi macam-macam kalau mau naik kereta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline