Tentunya kita semua sudah mengerti bahwasannya sifat-sifat tercela dilarang oleh syariat yaitu tentang masalah berlebih-lebihan, karena sikap berlebih-lebihan itu adalah sikap melebihi batas dalam segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Dan Allah SWT juga tidak suka melihat orang yang berlebih-Lebihan terutama dalam hal makan, minum dan berpakaian. Didalam dalam hadist telah dijelaskan:
" Dari Amr Bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rasulullah SAW bersabda: ""makan dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong". (HR.Nasa'i)
Dengan adanya hadist diatas sudah jelas bahwa kita dilarang untuk berlebih-lebihan dalam hal seperti :
- makan, misalnya kita lapar mau makan nah kita makan sewajarnya dan tidak berlebihan karena ada pepatah mengatakan makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang.
- Berpakaian , bagi orang kaya raya, membeli pakaian seharga 1 jt rupiah mungkin biasa dan pantas saja, akan tetapi bagi orang miskin memaksakan diri berutang demi mendapatkan pakaian yang di inginkan merupakan salah satu pemborosan dan juga termasuk hal yang berlebihan.
- Di Indonesia sendiri dipandang sebagai negara yang mayoritas beragama muslim, tentunya menjadi kelebihan tersendiri bagi masuknya produk-produk halal dari berbagai negara yang mempunyai tempat tersendiri dikalangan konsumen muslim dalam memperhatikan unsur ke halal-an nya
Pengertian Konsumsi
Terdapat beberapa pendapat dari para ahli ekonomi, namun konsumsi secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Di dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tetapi memiliki perbedaan dalam setiap yang mencangkup masalah ekonomi Islam. Perbedaan antara konsumsi islam dengan konvensional terletak pada tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri.Orang yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah keinginan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasannya. Konsumsi memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian, karena tidak ada kehidupan bagi manusia tanpa adanya kegiatan konsumsi. Dengan kata lain kegiatan ekonomi dapat mengarahkan kepada pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia. Sebab, mengabaikan konsumsi berarti mengabaikan kehidupan manusia terhadap tugasnya dalam kehidupannya. Bagi orang muslim konsumsi memiliki tujuan tersediri yaitu sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT dan Mengkonsumsi sesuatu dengan disertai niat dengan mengaharapkan ridho Allah menjadikan konsumsi bernilai ibadah sehingga manusia mendapatkan pahala.
Perilaku konsumen dalam ekonomi islam dapat meliputi beberapa prinsip seperti:
- Prinsip syariah, di dalam melakukan prinsip syariah, konsumsi didalamnya harus memenuhi prinsip yaitu, prinsip akidah yaitu dasar konsumsi sebagai perwujudan manusia sebagai khalifah yang nantinya diminta pertanggung jawaban oleh sang Pencipta.
- Prinsip kuantitas, sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam, di antaranya: Sederhana, yaitu menggunakan sesuatu tanpa berlebih-lebihan.
- Prinsip prioritas, di mana prinsip tersebut juga memerhatikan urutan kepentingan yang harus diutamakan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak menguntungkan, seperti halnya : Primer adalah kebutuhan yang harus terpenuhi, artinya apabila kebutuhan tersebut mmaka manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Sekunder, yaitu kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebuutuhan primer terpenuhi. Sedangkan Tersier, yaitu konsumsi pelengkap manusia.
- Prinsip sosial, memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya : Kepentingan umat, yaitu saling tolong menolong sehingga Islam mewajibkan zakat bagi yang mampu,dan juga menganjurkan sadaqah, infaq dan wakaf. Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi baik dalam keluarga ataupun di dalam masyarakat . Tidak membahayakan orang yaitu dalam mengkonsumsi justru tidak merugikan dan memberikan mudharat kepada orang lain seperti merokok di tempat umum.
C. Prinsip Konsumsi dalam Islam
Di dalam Ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku ekonomi dan kebutuhan hidup manusia. Namun didalam Islam juga memberikan penekanan bahwa fungsi perilaku konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik jasmani ataupun ruhani sehingga dapat memaksimalkan sebagai hamba Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia maupun di akherat.
Islam melarang umatnya melakukan konsumsi secara berlebihan, karena konsumsi diluar kebutuhan adalah salah satu bentuk pemborosan atau menghambur-hamburkan harta secara berlebihan dan itu merupakan hal yang tidak di sukai oleh Allah SWT. Pemborosan adalah perbuatan yang sia-sia untuk keberlangsungan sumber daya alam bagi manusia. Sebagai contoh, apabila prilaku konsumsi seseorang bersifat boros, misalnya, kita membeli makanan, sedangkan makanan yang kita makan belum habis kita sudah membeli makanan lagi dan membuang sisa makanan yang dibeli pertama kali. Dengan demikian jelas bahwa pemborosan akan menyebabkan makanan tersebut terbuang sia-sia. Karena diluar sana masih banyak orang yang lebih membutuhkan makanan tersebut.
Seorang muslim, meskipun mempunyai sejumlah harta, ia tidak akan memanfaatkannya sendiri, karena didalam Islam setiap muslim mendapat harta diwajib-kan untuk menyalurkan harta pribadinya itu kepada masyarakat yang membutuhkan (miskin) sesuai dengan aturan syariah yaitu melalui Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (ZISWA). Masyarakat yang kurang mampu atau miskin berhak untuk menerima ZISWA tersebut sebagai bentuk distribusi kekayaan. Peranan konsumsi tidak dapat dipisahkan dari keimanan karena keimanan menjadi salah satu tolak ukur karena keimanan memberiakan pandangan dunia yang dapat mempengaruhi kepribadian manusia. Konsumsi memiliki tersendiri didalam Islam tidak hanya dalam aspek halal-haram saja tetapi juga memerhatikan mana yang baik, cocok, bersih,dan larangan bermegah-megahan. Didalam Al-qurn telah dijelaskan :
"Dan Allah telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu(QS. Ar-Rahman. (55): 7-9)"