Peristiwa Lumpur Lapindo Sidoarjo menjadi tragedi banjir lumpur panas menggenangi area pemukiman, persawahan penduduk serta kawasan industri pada tanggal 26 Mei 2006. Mengingat lumpur yang diperkirakan bertambah perharinya, yang mengakibatkan semburan lumpur tersebut membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya. dan juga rusaknya lingkungan, sarana pendidikan, dan jaringan listrik serta telepon. Bahkan terhambatnya ruas jalan tol Malang-Surabaya yang berakibat terhadap aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Genangan setinggi 6 meter pada pemukiman warga yang berdampak bagi kesehatan manusia, Hal ini bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit, hingga kanker.
Maka dari itu untuk menyelesaikan permasalahan Lumpur Lapindo dibutuhkan peranan hukum yang konkrit dan cepat penangannya terhadap permasalahan Lumpur Lapindo Brantas tersebut. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2007 Tentang Badan Penanggulangan Lumpur di Sidoarjo, tidak sepenuhnya menyelesaikan permasalahan yang di harapkan sebelumnya. Dengan adanya peraturan tersebut banyak permasalahan yang baru muncul. Dan juga lebih condong atau melindungi Lapindo Berantas Inc. milik Aburizal Bakrie dibandingkan untuk melindungi rakyat yang dirugikan. Dikarenakan semburan lumpur tersebut bukan hanya bencana bagi warga Sidoarjo, tetapi juga menjadi masalah Nasional. Sehingga meminta pertanggung jawaban Lapindo Brantas Inc jangan sampai Pemerintah dan negara yang membayar utang-utang perusahaan kepada masyarakat yang dirugikan.
Dalam kasus Lumpur Lapindo dikenakan pasal 98 ayat 1 undang-undang nomor 32 tahun 2016 tentang pengolahan lingkungan hidup “setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh tahun) dan denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Tidak adanya peraturan yang jelas terhadap para pemilik modal menimbulkan adanya eksploitasi besar-besaran terhadap alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H