[caption id="" align="aligncenter" width="441" caption="Ilustrasi dari kaltim.tribunnews.com"][/caption] Siti berjalan tersuruk menyusuri pintu-pintu kamar. Setelah sekian kali keliru, dia mendapatkan orang yang dituju. Seorang perempuan sintal tengah rebah sembari nonton TV. Perempuan ini terkejut ketika mendapati tamu tak diundang mendadak nyelonong memasuki kamar kosnya. "Kamu Badriah ya?" Ujar Siti tanpa basa basi dengan biji mata nyaris meloncat dari rongganya. "Iya Mbak. Sampean siapa?" "Saya istrinya Pras. Kamu apakan suami saya sampai lupa diri? Kamu cekoki apa dia sampai lupa anak-anaknya? Tiap malam keluar sampai pagi hanya untuk ketemu kamu nyanyi-nyanyi sampai pagi, sampai teler! Kalau dia nggak bisa berhenti, saya cekik kamu! Saya siram kamu air aki!" Adu mulut itu tergelar hingga setengah jam. Pagi sekitar pukul 09.00 buncah oleh kehebohan di sebuah rumah kos sederhana di kawasan Berok, Semarang, itu. Penghuni kos berhamburan keluar, menonton adegan lebih menggigit ketimbang sinetron di tivi. Fragmen itu tadi pagi saya serap dari Mulyati, kakak ipar Siti. Pras tergila-gila pada Badriah, perempuan Purwodadi, Jawa Tengah. Badriah digambarkan sebagai wanita sintal dengan tutur kata menggoda. Dari seorang wanita biasa yang berdaster kusut pada siang kala dia mencuci piring, menjadi bidadari dengan gincu tebal pada malam hari. Pemandu karaoke profesinya. Biasa disebut PK. Pekerjaan yang mungkin mudah lantaran tidak harus pintar menyanyi. Cuma butuh tubuh, tidak tahu malu, pandai memikat hati 'costumer', dan sanggup menenggak miras hingga bergelas-gelas. 'Skill' yang tak butuh sekolah apalagi kuliah. Hanya perlu modal nekat dan suka-suka, baik bagi mereka yang lebih beruntung lantaran tempat karaokenya di ruko atau gedung, maupun yang bekerja di bedeng-bedeng seperti Badriah. Ada banyak Badriah di pinggiran Kali Berok, kawasan Kota Lama. Anda bisa mendengar dentuman dangdut saat iseng-iseng lewat sana, saat hampir tengah malam, bila Anda plesir ke Semarang. [caption id="" align="aligncenter" width="442" caption="Ilustrasi dari regional.kompas.com"]
[/caption] Pertanyaannya, mengapa banyak pria tergila-gila pada PK? Ini mungkin jawabannya. Ketika kita berada di sebuah ruangan yang cuma terisi pria dan wanita, maka kelelakian beringsut mendaki ke kepala. Dentuman musik dangdut bukannya membuyarkan "asmara sesaat", melainkan justru menciptakan kesepian yang teramat sangat. Didongkrak alkohol yang disorongkan pramusaji, waktu bergulir cepat, melahirkan sensasi-sensasi surga. Menggoyangkan tubuh ketika menyanyi, ditopang gesekan-gesekan mesra pemandu karaoke, membuat pria lupa diri. Dia tak berhenti menyelipkan uang ke kantong PK agar sensasi yang tercipta tak berhenti begitu saja, dan tanpa sadar wakltu sewa kamar telah habis. Dari malam ke malam rentetannya seperti itu. Kecanduan kepada elusan PK pun sulit dihentikan. Akibatnya terjadi 'transaksi' lain. Di ruang karaoke tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas seksual, maka dicarilah waktu dan tempat lain untuk kontak badan secara purbawi ... [caption id="attachment_378609" align="aligncenter" width="490" caption="Ilustrasi dari lampung.tribunnews.com"]
[/caption] Saya pernah diajak seorang kawan memasuki 'karaoke hitam' di wilayah timur Kota Semarang. Aroma alkohol menyengat, menyeret saya pada dunia lain. Di tengah ruangan, setengah jam sesudah kami masuk, kawan saya bergoyang mengikuti lagu. Mikrofon di tangannya berpindah ke punggung seorang PK ketika kawan saya tadi tiba-tiba saja sudah berangkulan dengan "sang pemandu". Keduanya berangsur-angsur menuju tembok, dan ... (saya tidak tega mengutarakannya), Mabuk, setengah sadar, rasa senang berlebihan, ditimpali sensasi erotis para PK, itulah mengapa para istri yang suaminya kecanduan karaoke patut was-was dan cemas. Bukan hanya duit terkuras, tetapi juga tak lagi ingat anak-istri. Itu sebabnya PK-PK dibenci. -Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H