Selagi menunggu kawan dosen yang sedang mengajar di program magister Undip untuk janjian makan siang, siang tadi, saya mencari-cari tempat istirahat. Syukur-syukur ada wifi-nya. Dan ketemulah akhirnya. Sebuah minimarket, di Jalan Singosari. Atau 400-an meter melalui jalan melingkar lewat depan RS Roemani jika diukur dari kampus S2 Undip Imam Barjo.
Belum 15 menit saya berselancar di dunia maya, datanglah sepasang muda-mudi. Setelah memarkir motor, sejurus kemudian keduanya menghambur ke meja saya, dan duduk persis di kursi seberang tempat saya duduk. Si perempuan memakai seragam sekolah, dengan rok yang menjuntai hingga mata kaki. Sedang si pria memakai kaos oblong hitam, terbungkus jaket parasut bermerek. Ia tampak berusia lebih tua, anak kuliahan dilihat dari cara ngomongnya.
Awalnya pembicaraan ringan. Mereka ngobrol sambil berbisik di tengah sejumlah orang lain yang duduk di bangku-bangku berderet mengikuti meja-meja panjang yang diatur berderet, dengan pola duduk saling membelakangi antarkursi di meja masing-masing, namun masih tertangkap kuping saya yang memang jarak kami cukup dekat.
Pembicaraan remeh mengenai pelajaran yang makin padat mengikuti kurikulum 2013, sampai keluhan-keluhan lain perihal ibu yang cerewet mengatur bedak anaknya, uang saku yang habis karena si cewek banyak minum karena udara Semarang yang sangat panas, dan seterusnya.
Si perempuan mendominasi obrolan, sementara si pria lebih banyak mendengar. Cara mendengar yang mungkin menimbulkan kerut di dahi siapa pun yang melihat, terutama saya, karena pria muda ini menggeletakkan kepalanya di meja dengan bertumpu lengan seraya menatap wajah pasangannya. Tatapan yang amat mesra, dengan jarak kepala dan wajah keduanya tak lebih dari 30 senti.
Lebih berkerut dahi saya saat mendadak si laki-laki mengeluarkan rokok dari tasnya, mencabut dua batang, lantas mengangsurkan salah satunya ke arah si cewek. Menyodorkan api saat rokok terselip di bibir si perempuan, pria muda yang saya taksir berusia 20 tahun ini menghentikan jari saya dari keyboard laptop, persis ketika dia juga menyalakan rokok yang terselip di bibirnya. Rokok putih yang amat populer, yang iklan-iklannya berseliweran di TV maupun tepian jalan di hampir seluruh pelosok negeri ini.
Seorang siswi SMA merokok di depan umum saja sudah merupakan pemandangan liar tersendiri, apalagi emblem yang menempel di lengan seragamnya menuturkan bahwa ia siswi sebuah SMA negeri yang sangat terkenal dan amat difavoritkan di Semarang. Gila!
Ya, kegilaan yang mungkin sulit diampuni ibu-ibu yang keluar masuk minimarket tempat saya mengetik naskah tentang talkshow televisi yang dimuat Kompasiana beberapa jam tadi itu. Sebuah perilaku buruk yang melewati ambang batas toleransi tatkala dengan santainya si pria dan si wanita muda itu bergantian merokok memakai batang rokok si perempuan sesudah rokok si pria telah menjadi puntung. Ya, mereka join satu rokok untuk hisapan-hisapan yang bergantian. Seolah dunia ini penghuninya cuma mereka berdua.
Saya amat terlambat untuk mengurut dada. Saya masih sempat melakukannya saat memergoki beberapa siswi merokok di teras atas KFC Pandanaran Semarang, belum lama ini. Tetapi pemandangan di depan saya begitu musykil dan sangat menyesakkan dada, meski keduanya bukan kerabat saya, bukan anak-anak saya ....
-Arief Firhanusa-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H