Lihat ke Halaman Asli

Arief Firhanusa

TERVERIFIKASI

Penyebutan "Video Amatir" Adalah Kesombongan Televisi

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rekaman video amatir longsor Banjarnegara yang dibuat oleh orang tak dikenal dan telanjur disadur oleh hampir semua TV negeri ini. (sumber: YouTube)

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Rekaman "][/caption] Saya marah ketika suatu pagi pada 2004 menemukan watermark di pojok bawah layar TV bertuliskan "video amatir", padahal apa yang disuguhkan di layar kaca itu kejadian yang sangat dahsyat bernama "tsunami". Cap "video amatir" seolah melegalkan hegemoni televisi bahwa apa yang disadur dan ditayangkan pada saat itu merupakan rekaman yang bukan karya kru televisi tersebut mengingat mungkin kualitas gambar dan angle-nya tak sempurna. Atau mungkin ada niatan menghargai masyarakat yang mensyuting sebuah kejadian melalui perkakas handycam maupun ponsel, dan tentu penghargaan itu didorong oleh faktor-faktor kesulitan yang ditempuh si perekam. Tak jarang hasil rekaman itu dibeli oleh TV, dan sering pula tanpa pencantuman nama sang perekam. Apa pun alasannya, dengan mencantumkan stempel "video amatir" maka stasiun-stasiun TV terkesan sombong. Kesombongan yang lahir ketika kita sadar bahwa yang merekam suatu kejadian penting macam bencana alam atau tabrakan itu bukan kru/juru kamera/reporter/kontributor/koresponden TV bersangkutan sehingga mereka menganggap awam adalah amatir. Padahal jika kita telisik dari sudut insting jurnalistik, mereka yang disebut juru "video amatir" ini memiliki naluri yang sama-sama kuat (bahkan mungkin lebih) dibanding para juru kamera profesional. Coba bayangkan, ketika kita melihat tanah sekian juta meter kubik menggelosor ke bawah dan siap mencaplok rumah-rumah di Dusun Jemblung Kabupaten Banjarnegara sana, apakah ada di antara kita yang sanggup menahan gemetar dengkul? Memikirkan keselamatan diri sendiri saja kewalahan, apalagi berpikir cepat membuka jendela kamera di ponsel, kemudian merekam longsor itu dari menit ke menit! Ya, longsor di Banjarnegara telah terekam meski tak sempurna, tetapi hampir semua TV di negeri ini mengutip rekaman tersebut, kemudian disiarkan secara luas, dan lantas rekaman bernilai tinggi ini hanya dilabeli: VIDEO AMATIR. Betapa semena-menanya. Betapa sombongnya sampai-sampai sekadar menulis nama siapa yang merekamnya saja tidak mau! Mungkin ada pertimbangan si perekam tidak berkenan namanya disebutkan. Tapi kan bisa ditulis NN (no name), atau nama samaran dan disebutkan bahwa si perekam keberatan namanya dicantumkan karena saudaranya menjadi korban longsor tersebut. Di situs National Geographic Indonesia disebutkan, bencana longsor di Banjarnegara itu terekam oleh "video amatir" yang diduga dilakukan oleh penduduk yang selamat, tanpa mereka mencoba menelusuri siapa pembuat rekaman tersebut. Ada harga yang pantas diberikan untuk "mister X" ini ... TV juga congkak dengan tidak membeberkan siapa perekam bencana puting beliung di Bandung, Kamis lalu. Dalam sebuah rekaman kejadian (dua versi, versi pertama angin menerjang atap Universitas Islam Negeri - UIN Bandung; versi kedua saat topan melanda di kawasan sebuah pabrik), tak satu pun televisi menyebut sumber video tersebut. Lagi-lagi, mereka hanya mencantumkan "video amatir", seakan-akan para "pekerja lepas" tersebut dianggap membantu kinerja stasiun TV secara cuma-cuma. Bahkan, timbul kesan: "Salahnya sendiri merekam bencana, stasiun TV-lah yang makan buahnya ... " Saya menduga, rekaman-rekaman kejadian itu diambil begitu saja dari ponsel penduduk oleh kru TV yang meliput langsung ke area bencana, tanpa perlu penduduk itu tahu bahwa hasil 'liputan'-nya bernilai tinggi dan bisa dibayar sekian juta tergantung bobot momennya. Terbukti hampir semua TV kemudian menyadur, dan tanpa mereka bubuhkan kaitan dengan hak cipta. Dan bukankah mereka yang susah payah merekam peristiwa besar (dengan tingkat kesulitan tinggi dan dengan timing yang pas) itu tak pantas disebut AMATIR? YouTube yang 'Merusak' Pada masa lalu, video amatir sangat dihargai. Televisi berebutan membeli video eksklusif, kemudian mencantumkan nama si perekam. Itu pun masih pula ada beberapa peristiwa pengambilalihan yang kurang klop oleh pihak TV dari hasil karya masyarakat, sampai pernah terjadi polemik yang dikaitkan dengan UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, seperti dialami warga Jakarta bernama Heru Budiman yang terlibat konflik dengan Metro TV atas hasil rekaman Heru berjudul "Hujan Badai di Jalan Casablanca Jakarta Selatan", kisaran 2006 silam. Fenomena lain yang kini marak ialah pengunggahan video ke situs YouTube. YouTube boleh dibilang situs yang lambat laun 'merusak' eksklusivitas rekaman kejadian dan 'harga diri' si perekam. Bayangkan saja, seseorang menemukan UFO atau kera berkepala buaya di dalam belantara lalu merekamnya, kemudian dia dengan bangga mengunggahnya ke YouTube, dan unggahannya tersebut lantas disiarkan oleh TV. Terus, apa yang dia peroleh kecuali kebanggaan yang semu? Komplain terhadap stasiun TV yang mengutip video-video di YouTube pernah merebak, dan bahkan hampir memasuki ranah pengadilan. Tetapi dalam hal ini TV tidak bersalah karena mengutip video dengan menyertakan sumbernya, yakni link di YouTube. Video apa pun yang pernah diunggah ke YouTube adalah menjadi hak milik situs tersebut, sementara pihak ketiga yang mengutip/menjiplaknya tak bisa disalahkan karena telah menyertakan link asal video tersebut diambil di YouTube. Karena itu disarankan, bagi kita yang mendapat rekaman eksklusif mengenai berbagai peristiwa, jangan buru-buru diunggah ke YouTube, tetapi simpanlah dan kemudian cari informasi bagaimana cara menjual video ke stasiun TV. Ada kontributor/koresponden hampir seluruh TV di negeri ini di hampir semua kota di Indonesia. Tanyakan kepada mereka prosedur, dan berapa TV mau membeli hasil rekaman Anda tersebut. Bila video Anda disiarkan, maka nama Anda dicantumkan, dan bukan lagi stasiun TV dengan congkak menulis caption: VIDEO AMATIR, atau EKSKLUSIF TV ANU ... -Arief Firhanusa-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline