Lihat ke Halaman Asli

Firdilla Kurnia

Mahasiswi Universitas Padjadjaran

Glorifikasi Masyarakat terhadap Mahasiswa

Diperbarui: 1 November 2022   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Pixabay

Umumnya masyarakat mengenal mahasiswa sebagai aktor yang amat penting bagi kehidupan negeri ini dan memiliki tempat tersendiri di hati mereka. Potensi, peran, dan fungsi yang mahasiswa milikilah yang dapat diandalkan nantinya. Dari waktu ke waktu sejarah telah mencatat peristiwa penting di negeri ini yang di dalamnya juga turut ikut serta mahasiswa mengambil peran. Mereka berdiri di atas gelar "mahasiswa" yang di sana ada kontribusi menjadi perpanjangan tangan aspirasi masyarakat kepada pemerintah, terjun untuk mengawasi kontrol politik, serta hadirnya memperkukuh idealisme murni yang mampu menghadirkan gebrakan baru di masa depan. 

Memang mahasiswa mempunyai pengaruh sedemikian rupa meski yang terlihat di permukaan seperti itu. Namun jangan salah sebenarnya marwah mahasiswa hari ini tidaklah sama dengan mahasiswa di zaman dulu. Kala tahun 80-90 an, para aktivis nasional dari kalangan mahasiswa yang begitu gencar menyelamatkan aspek kebangsaan dari tindakan anarkis aparatur negara yang semena-mena pada kebijakan, maka tersebutlah gelar guardian of value untuk mereka. Membela rakyat dan mencoba mengembalikan citra baik Indonesia dengan karakter intelektualnya bak pahlawan. 

Sayangnya dewasa ini pribadi tersebut sudah tereduksi. Semangat itu seakan sudah pudar. Saya yang tengah berada di tingkat akhir perkuliahan melihat fenomena di mana mahasiswa lebih difokuskan pada bagaimana mereka di masa depan dapat mengisi kursi-kursi di korporat atau di industri. Program-program pelatihan skill dan magang atau pra-kerja sangat diminati dibandingkan menghadiri kegiatan relawan yang menunjukkan ke-aktivis-an seorang mahasiswa. UKM dan organisasi kampus yang kurang peminatnya ikut menghiasi perjalanan lunturnya aspek peran mahasiswa.

Adapun demo yang dilakukan mahasiswa ke jalan untuk mengkritisi kebijakan hanya sebatas keterjalinan proker mereka karena mengatasnamakan organisasi atau "ikut-ikutan" tanpa tahu esensi demo itu sendiri. Justru bagi mereka demo menjadi ajang keren-kerenan atau mencari gebetan. Terbukti demo yang tidak mematuhi SOP, malah membakar fasilitas jalan atau mengobrak-abrik properti orang lain. Meskipun ada saja segelintir mahasiswa yang murni membela keadilan. Akan tetapi, dibandingkan dengan gambaran mahasiswa hari ini dengan mahasiswa dulu terpampang nyata perbedaannya.

Saya tidak menyalahkan keadaan yang ada. Sebab, perkembangan zaman pasti akan memiliki efek butterfly pada perubahan peran dan fungsi mahasiswa. Jadi, kita harus menyadari kenyataan ini. Sehingga kita tidak saling menyerang atau menyalahkan.

Sebagaimana respons dari netizen terkait cuitan BEM UI di akun Twitter @BEMUI_Officiial, Selasa (25/10/2022), dari postingannya yang viral BEM UI mengkritik kepemimpinan Jokowi dan Ma'ruf Amin yang tidak becus. Sebelumnya, mereka dengan militansinya dengan cuitan kalau Jokowi hanyalah King Lips of Service. Buntut panjang unggahan tersebut membuat hubungan hubungan Rektorat UI dan BEM UI terbelah.

Dari gesekan aksi sosial media oleh BEM UI itu maka mulailah bermunculan aksi-aksi lain dari BEM universitas lainnya. Begitu masifnya pergerakan mereka memanfaatkan sosial media yang ada sehingga banyaknya juga kritikan netizen yang menganggap hal tersebut tak pantas. Namun tetap ada  yang mendukung aksi perjuangan mereka. 

Realita sekarang semangat memperjuangkan kemurnian dari keadilan yang menjadi jantungnya pergerakan mahasiswa sudah semakin terkikis. Apalagi mahasiswa muslim yang begitu tak acuh pada agamanya sendiri. SDM yang dibutuhkan demi membangun negeri dan meninggikan agamanya serupa manusia-manusia individualitas yang memenuhi kebutuhan materinya saja. 

Saya yang tengah menjabat menjadi wakil ketua sebuah departemen keumatan di lembaga dakwah kampus merasakan kualitas sdm yang kami punya. Dari pergerakan hingga target yang hendak dicapai berorientasi terlaksananya proker. Padahal LDF memiliki nilai tersendiri dan berbeda dari organisasi lainnya. Bahkan minat mahasiswa muslim untuk mengikuti acara yang diselenggarakan LDF semakin menurun. Paling santer menampung 50 peserta. Dibandingkan dengan seminar/webinar yang penyelenggaranya membahas tentang kiat pra-kerja, magang, atau event seperti road show kampus. 

Lucunya  juga saya mendapati cerita dari teman yang merupakan aktivis dari BEM Fakultas kalau dia dijanjikan kursi di sebuah komunitas yang bergengsi. Tidak satu atau dua kali saya dapati. Bahkan kursi sebuah jabatan itu mudah didapat bagi mereka yang memiliki orang dalam. Saya salah satu orang yang mendapatkan kursi jabatan dengan cara yang fair tapi tersingkir juga apabila tidak ada bekingan-nya. Maka setelah berjalannya masa jabatan akan kita peroleh orang-orang yang tidak terlalu cakap mengurus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline