Firdiansyah Hidayatullah (Alumni Komunitas Peradilan Semu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Lembaga peradilan merupakan lembaga penegak hukum yang berkewajiban untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat, namun kewajiban itu juga harus diimbangi dengan hak untuk dilindungi dari segala hal buruk yang mengancam lembaga peradilan. Maka dari itu perlindungan itu mencakupi lembaga, proses atau mekanisme, maupun hakim secara khusus. Perlindungan tersebut diatur di dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI , " Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan." Makna "merdeka" adalah kekuasaan kehakiman yang terbebas dari intervensi, tekanan, dan ancaman seseorang, kelompok masyarakat, atau lembaga lain yang bisa mengintervensi penyelenggaraan peradilan. (Oemar Seno Adji, 2016)
Namun, faktanyan M. Taufiq (Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo) tewas karena ditusuk oknum TNI. Kolonel (Laut) M. Irfan di dalam ruang sidang setelah membacakan putusan perkara harta bersama antara oknum TNI tersebut dengan mantan istrinya. Bahkan mantan istrinya pun ditusuk juga di waktu yang sama. Kejadian lain, hakim PN Jakarta Pusat dipukul oleh oknum pengacara, Tomy Winata. Tomi Winata memukul hakim tersebut dengan ikat pinggangnya ketika majelis hakim membacakan putusan.
Berbeda halnya dengan dua kejadian tersebut yang terjadi di dalam pengadilan, Hakim Agung Syaifudin Kartasasmita ditembak oleh Noval Hadad dan Maulawarman. Atas kejadian tersebut kedua terdakwa dituntut 14 tahun penjara karena terbukti melakukan pembunuhan berencana.
BERBAGAI NEGARA
Sebagai upaya untuk memperoleh penelitian yang baik dan memadai sebelum dibuatnya naskah akademik dan rancangan undang-undang contempt of court maka perlu dilakukan comparative study yang dilakukan dari beberapa negara, antara lain Inggris, India, dan Arab Saudi. Adapun ringkasnya sebagai berikut:
Inggris
Inggris sebagai negara yang menganut sistem hukum common law telah melahirkan aturan tertulis dalam Contempt of Court Act 1981. Contempt of court dibagi menjadi dua, yaitu civil contempt dan criminal contempt. Civil contempt merupakan tindakan tidak patuh terhadap putusan atau perintah dari pengadilan (on ofference against the enforcement of justice). Contohnya tidak membayarkan kerugian yang telah diperintahkan oleh pengadilan. Sanksinya berupa saksi paksaan. Jika criminal contempt adalah tindakan yang bertujuan untuk mengganggu atau merintangi penyelenggaraan peradilan dan akan diberikan sanksi berupa pidana.
Criminal contempt pun dibagi menjadi 5 klasifikasi, antara lain direct contempt in the face (gangguan di muka atau di dalam ruang sidang); indirect contempt ex facie (perbuatan mempengaruhi proses peradilan); Scandalizing in the court (perbuatan memalukan dan menimbulkan masalah); Obstructing Court Officer (menganggu hakim, jaksa, ataupun juru sita setelah meninggalkan ruang sidang); Revenge for acts in the course of litigation (tindakan yang ditujukan kepada saksi yang telah bersaksi dari pengadilan)