Lihat ke Halaman Asli

Urusan Damai, Indonesia Ungguli Jepang

Diperbarui: 29 November 2016   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari lalu, ada Kompasianer yang membandingkan Indonesia dengan Jepang dalam hal urusan damai. Katanya, kok Jepang yang masyarakatnya tidak agamis, bisa damai? Wah wah, sebagai seorang yang religius, tersinggung juga membaca postingan tersebut. Tapi benar tidak sih, apa yang ditulis Kompasianer tersebut?

Sebenarnya tidak adil membandingkan Jepang dengan Indonesia. Bukan bandingannya. Kata orang sekarang, ‘nggak aple to aple’. Jepang itu negara yang suku bangsanya nyaris homogen. Hanya sedikit bangsa lain yang menjadi warga negara di negeri Sakura itu. Jadi bisa dikatakan, Jepang hanya terdiri dari satu suku saja. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Indonesia. Jumlah suku bangsa kita lebih dari 400. Wuah… banyak sekali. Suku bangsa mayoritas saja, yaitu Jawa, tidak sampai 50% populasi. 

Artinya, meski mayoritas tapi bukan pemegang saham dominan hehe. Dominan jika jumlahnya 50+1 bukan? Indonesia masih punya suku Sunda, yang jumlahnya juga banyak. Lalu suku Batak, Minang, Melayu… jumlah mereka juga buanyak. Di Sumatera, merekalah mayoritas. Kemudian suku Dayak dan Melayu yang menguasai Kalimantan. Belum lagi suku Bali, yang mayoritas di pulau Dewata. Bugis di Sulawesi Selatan. Lalu suku Tionghoa yang tersebar merata di mana-mana. Waaaah… banyak sekali. Tak cukup menyebutkan satu persatu.

Jadi dari segi suku bangsa saja, Jepang bukan tandingan Indonesia. Urusan damai… hmmm, Indonesia juaranya. Dengan jumlah suku bangsa sebanyak itu, berapa kali coba di negeri kita terjadi pertikaian antar suku? Jumlah jari di sebelah tangan saja, masih kebanyakan. Jepang… ya wajar saja kalau tidak ada pertikaian antara suku, wong suku bangsa di sana mayoritas hanya satu dengan jumlah di atas 99%. Suku mayoritas Jepang adalah Yamato. Salah satu suku minoritas di Jepang adalah Ainu. 

Jumlahnya hanya seratusan ribu orang. Sebagian dari mereka, menyembunyikan identitas suku bangsanya, karena pemerintah Jepang suka ‘memaksa’ mereka untuk berasimilasi dengan suku mayoritas.  Bukan bentuk kedamaian kan? Suku lainnya seperti Ryukyu atau Nivh lebih sedikit lagi jumlahnya. Ah, sulitlah kalau dibandingkan dengan Indonesia.

Lalu soal agama. Ini juga beda jauuuuh. Indonesia mayoritas Muslim (>80%). Dengan sejumlah agama lain yang jumlahnya cukup banyak juga yaitu Katholik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu. Ada juga aliran kepercayaan. Jepang? Mayoritas mengaku tidak beragama. Tak peduli dengan agama. Sebagian besar lainnya memeluk Sinto, sisanya Budha dan sebagian kecil (mungkin <2%) adalah pemeluk agama lainnya. Wajar saja… di Jepang sedikit sekali terjadi konflik agama. Apa yang mau dikonflikkan, karena kehidupan agama di sana hanya nomor kesekian. Bukan prioritas.

Sedangkan di Indonesia, manusianya religius. Agama bahkan lebih penting dibanding hal lain dalam hidup seseorang. Sensitivitas agama di Indonesia berbeda sekali dengan di Jepang, sehingga tak bisa dibandingkan begitu saja. Tapi coba lihat perdamaiannya! Kalau mengukur jumlah agama dan pemeluknya, tentu saja Indonesia unggul jauh dibanding Jepang. 

Dengan agama sebanyak ini saja, Indonesia relatif damai, toleran, dan menjadi tempat tinggal yang nyaman buat agama apapun. Di Indonesia tidak ada Islamophobia, Kristenphobia, Hinduphobia, Budhaphobia, Sintophobia, atau Kunghucuphobia. Warganya menghormati kehidupan beragama siapapun. Konflik terjadi jika dan hanya jika ada satu dua oknum yang menyinggung agama lain. Atau melanggar aturan yang disepakati. Lokal, antar oknum, dan terbatas. Itu saja. Tidak ada konflik antar agama. Tidak pernah ada.

Jadi, Jepang bukan tandingan Indonesia dalam urusan perdamaian antar warganya. Di sana homogen, di sini amat heterogen.  Berbangga dan berbahagialah kita yang hidup di Indonesia, karena sampai saat ini NKRI masih berdiri kokoh. Anda dan saya… apapun suku dan agama masih tetap bisa hidup dengan damai di sini. Masih bisa menulis bebas juga di Kompasiana, hore…

Bukan begitu?! Jayalah Indonesiaku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline