Lihat ke Halaman Asli

Belajar Nilai Tambah dari Ketela, Talas, dan Ubi Jalar

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pakar marketing Tung Desem Waringan dalam ajarannya selalu menyertakan unsur kali, sebagai kunci keberhasilan bisnis. Faktor itu begitu penting, jika kita ingin mendapatkan hasil maksimal. Terbukti, banyak pihak sudah membuktikan bahwa faktor kali memang memberikan dampak signifikan. Terserah kita bagaimana caranya agar bisa mendapatkan faktor kali ini. Meski tidak sehebat faktor kali, pemberian nilai tambah terhadap produk juga menjadi bahan ajaran yang amat penting dan mendasar. Jangankan pakar seperti Tung Desem, orang biasa juga mungkin tahu bahwa nilai tambah dari sebuah produk akan membuat harga produk meningkat tajam.

Tidak perlu jauh-jauh belajar ke luar negeri untuk belajar betapa nilai tambah sangat penting dalam memajukan sebuah usaha, yang pada titik tertentu memberikan sumbangan besar terhadap devisa negara. Saya ambil contoh kiprah pengusaha menengah kecil di Yogya, Bogor dan Kuningan, yang sukses mengubah ketela, talas dan ubi jalar menjadi produk berkualitas tinggi, bernilai jual premium dan bahkan menjadi pilihan konsumen di luar negeri.

Kita mulai dari ketela ya. Seorang pengusaha muda di Yogya Firmansyah, berhasil mengubah ketela yang harga mentahnya di bawah Rp 5000/kg menjadi produk yang nilainya lebih tinggi berkali-kali lipat. Dengan bahan sekilo ketela, dia bisa menghasilkan pemasukan lebih dari Rp 100.000. Berarti sekitar 20 kali lipat. Hebat bukan?! Dia kreatif dengan membuat brand keren untuk produk singkongnya yaitu “Tela Krezz”. Apapun yang dia lakukan, faktanya sudah berhasil membuat nilai tambah yang berlipa-lipat.

Beralih ke kota Bogor. Kota yang dikenal dengan talasnya ini memang menjadi salah satu tempat peneletiaan pangan karena adanya Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama bertahun-tahun, Bogor terkenal dengan talasnya. Sebagian dijual langsung mentah-mentah, sebagian diubah menjadi penganan tradisional. Benar, ada nilai tambah dari penganan itu, namun belum maksimal. Sampai akhirnya, seorang pengusaha Rizka Wahyu memproduksi Lapis Talas dengan brand Sangkuriang.

Respon konsumen ternyata luar biasa. Dalam waktu singkat, lapis talas Sangkuriang menjelma menjadi produk pilihan dan menjadi salah satu oleh-oleh wajib kalau berkunjung ke Bogor. Belakangan muncul lagi, brownies talas yang juga tak kalah lezatnya. Kreativitas memang tak terbatas, sehingga nilai tambah dari produk alami bernama talas bisa berkali-kali lipat. Konsumenpun senang karena rasanya lezat, meski harus merogoh kocek lebih dalam.

Terakhir di Kuningan, Jawa Barat. Seorang pengusaha Elis Rosmiati membuat terobosan berbahan baku ubi jalar. Ubi jalar sangat banyak di Indonesia, sama seperti ketela/singkong dan talas. Indonesia tidak akan pernah kekurangan bahan baku tersebut. Nah, Elis tidak menjual ubi jalar kepada konsumen, namun dia memberikan nilai tambah dengan mengubah ubi jalar itu menjadi penganan yang disukai konsumen. Lebih hebatnya lagi, Elis tidak menyasar pangsa konsumen dalam negeri, melainkan konsumen luar negeri. Wah, nilai tambahnya pasti lebih berlipat-lipat lagi. Keren deh.

Informasi terakhir ini, baru saya dapat dari berita hari ini, ketika Presiden SBY berkunjung ke pabrik Elis di Kuningan. SBY mau berkunjung ke sana, karena kagum dengan perjuangan Elis yang sukses mengekspor ubi jalar olahan dalam bentuk pasta, chip dan stick ke Korea dan Jepang. Semoga pemerintah juga mendukung perusahaan seperti Elis lainnya, termasuk perusahaan Tela Krezz dan Talas Sangkuriang. Perusahaan-perusahaan kreatif bernilai tambah seperti ini, harus diperbanyak. Jangan sampai kita hanya terima hasil bumi apa adanya tanpa penambahan nilai.

Mantap!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline