Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Depari

Mahasiswa filsafat

Peribahasa Budaya Karo Ayak-ayak Juma Redangen dan Nadingken Page Mburo

Diperbarui: 7 November 2022   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber https://www.liputan6.com

AYAK-AYAK JUMA REDANGEN

NADINGKEN PAGE MBURO EN

Setiap kebudayaan memiliki ungkapan kearifan lokal, yang dikenal dengan pribahasa. Pribahasa dalam masyarakat suku karois ialah kuan-kuan. 

Pribahasa atau ungkapan kearifan dalam masyarakat karo yang cukup popular, yakni: ayak-ayak juma redangen nadingken page mburo en

Secara harafiah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti "mengejar-ngejar ladang untuk ditanami meninggalkan padi sedang dijaga" ungkapan ini bermakna mendalam bagi masyarakat karo yang hidup dengan cara bercocok tanam.

Ketergantungan akan alam dalam mengolah pertanian menghadirkan masyarakat harus bijaksana dalam bertindak. Atas kebejaksanan itu masyarakat mulai belajar dari pengalaman untuk mengolah alam dengan menghadirkan  pribahasa  ayak-ayak juma redangen nadingken page mburo en

Ungkapan itu sebagai falsafah dalam bertani, agar masyarakat selalu fokus dalam pekerjaan, dan tidak serakah dalam bertindak. Sebab orang serakah ingin mengejar untuk menanam banyak tumbuhan di ladang dan meninggalkan padi yang siap untuk dipanen. Maka padi itu akan dimakan oleh burung dan tikus, serta ladang yang mau tanam akan terbengkalai.  Pada akhirnya, ia tidak mendapat hasil dari ladangnya.

Keadaan ini tentu merugikan bagi pertani jikalau tidak bertindak dengan bijaksana. Agar keadaan demikian tidak terjadi dalam masyarakat karo,ungkapan ayak-ayak juma redangen nadingken page mburo en sering diajarkan kepada orang muda sebagai falsafah untuk mendapatkan hasil kebun yang baik. 

Mengerjakan satu pekerjaan sampai tuntas dengan cara yang benar, akan menghasilkan buah yang banyak daripada melakukan banyak hal tapi tak ada hasil. 

Ungkapan ayak-ayak juma redangen nadingken page mburo en pada perkembangan selanjutnya menghasilkan pribahasa Lasam Tarok ni Tempi. Yang bermakna sia-sia pengorbanan akibat cara yang salah. 

Maka sebagai pesan, pertama, hendaknya semua orang selalu fokus pada tujuan dan bertindaklah dengan bijaksana agar mendapat buah banyak. 

Kedua, hindarkanlah sikap serakah dan eksploitasi alam yang berlebihan. Ketiga, lakukan satu pekerjaan dengan tuntas dan sempurna untuk setiap tanggung jawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline