Lihat ke Halaman Asli

Firdaus

mahasiswa

Historisitas, Karakteristik, Khazanah Islam Nusantara & Kepesantrenan

Diperbarui: 8 Juni 2023   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Historisitas Islam Nusantara

  • Definisi Islam Nusantara 

Sejumlah para pemikir Islam mempresentasikan pemikirannya terhadap Islam Nusantara, yakni bahwa Islam Nusantara adalah corak Islam dengan corak Indonesianya sendiri. Makna corak Indonesia sendiri menyatakan bahwa Islam Nusantara hanya terdapat di Indonesia dan Islam Nusantara adalah campuran dari Islam teologi dengan norma norma tradisional, masyarakat pribumi, adat istiadat dan juga  budaya di Indonesia.

Sebelum munculnya Islam, masyarakat nusantara (wilayah Indonesia masa kini) menganut berbagai agama. Berikut adalah beberapa agama yang ada di Nusantara sebelum penyebaran Islam: 1) Agama Hindu-Budha berkembang di Nusantara sebelum kedatangan Islam. 

Agama Hindu-Buddha mendapat pengaruh kuat dari India dan dianut oleh kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan Singhasari. Agama Hindu-Buddha memiliki banyak candi dan tempat suci yang masih dapat ditemukan di seluruh Indonesia. 2) Animisme dan dinamisme banyak dipraktikkan masyarakat Nusantara sebelum tersebarnya agama-agama dunia. 

Animisme dan kepercayaan pada roh adalah bagian dari kehidupan manusia bahkan sebelum kedatangan Islam. 3) Sistem kepercayaan leluhur merupakan bagian dari kehidupan suku-suku seperti Toraja, Batak dan Dayak di Indonesia.

Ritual dan upacara sering dikaitkan dengan siklus alam dan kehidupan. Sebelum agama dunia tiba, masyarakat Nusantara memiliki kepercayaan yang kuat terhadap alam dan lingkungan mereka. 

Keragaman budaya dan kepercayaan di Nusantara juga ditunjukkan oleh agama-agama sebelum Islam. Perlu diingat bahwa ini adalah gambaran umum dari agama-agama yang ada di Nusantara sebelum kedatangan Islam, dan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat dapat berbeda-beda di berbagai wilayah Indonesia.

  • Masuknya agama Islam ke Nusantara 

Sejak abad pertama Masehi, ada beberapa jalur perdagangan dan pelayaran antara pulau dan daerah. Di wilayah timur yang meliputi pantai selatan Cina dan pulau-pulau di India timur, sudah ada hubungan perdagangan dengan orang Arab. Pedagang Arab memasuki nusantara melalui laut, rute dari Aden (sebuah kota di Yaman) ke pantai ke Muscat (ibu kota oman), Siraf (kota di Iran), Guadar (kota pelabuhan di Pakhistan), Daibul dan Pantai Malabar, yang melingkupi Quilon, Gujarat, dan Kalikut, dan selanjutnya menyisir sebuah Karamande (pantai). Seperti saptaagram. ke Chittagong (sebuah pelabuhan yang besar di Bangladesh), Akyab (sekarang Wilayah Myanmar), Selat Malaka, Peureulak (Aceh Timur), Lamno (Pantai Aceh Barat), Barus, Padang, Banten, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ampel , Makassar, Ternate Tidore, dan Ternate.

Nekara perunggu merupakan bahan dagangan yang terkenal dari Vietnam. Nekara ini menyebar di pelosok Nusantara. Perdagangan ini (nekara), berasal dari berita Cina pada abad pertama masehi yang menyebut Jawa, Kalimantan, Sumatera. 

Yang paling penting ialah, Maluku termasuk daerah yang menarik bagi para pedagang karena Maluku menghasilkan beberapa rempah yaitu cengkeh dan pala. Setelah rempah-rempah ini dijual, dibawa ke pulau Sumatera dan Jawa, kemudian dipasarkan ke orang asing (pedagang) dan dibawa kembali ke negara asalnya.

Bahan baku yang dikenal selanjutnya adalah kapur barus. Hal ini berasal dari India kuno, yaitu dari awal abad hingga abad ke-7 M. Pedagang asing sering mengunjungi beberapa pelabuhan, seperti pelabuhan di Aceh (Lamur), Barus, dan Palembang. 

Sementara di Pulau Jawa mencakup Gresik dan Sunda Kelapa. Pada tahun 674 M, Kolonial Arab hadir di wilayah barat Pulau Sumatera. Kabar dari Cina melaporkan bahwa seorang Arab telah menjabat sebagai pemimpin koloni Arab di pesisir barat Sumatera. Kemungkinan besar daerah tersebut adalah Barus, tempat di mana kapur Barus diproduksi.

Dari penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwasanya kedatangan islam ke nusantara sejak awal abad hijriah. Meskipun sifatnya masih diterima oleh negara asing, penduduk lokal muslim tidak mengenalinya. Jelas, sejarah bagaimana islam datang ke Indonesia akan tetapi masalah di atas adalah kepastian asal usulnya kedatangan, pengangkut, tempat kunjungan, waktu, dan bukti sejarah. 

Pendapat dan bukti yang berbeda ini telah melahirkan berbagai teori tentang kedatangan Islam di Indonesia. Berdasarkan lokasi tersebut, terdapat lima teori tentang masalah masuknya Islam ke Nusantara, diantaranya yaitu teori Arab, teori India, teori Persia, teori Turki, dan teori China.

  • Jalur penyebaran islam di nusantara

Adapun jalur tersebarnya islam di nusantara terdapat beberapa jalur menyebarnya pengaruh Islam yang pada akhirnya memungkinkan Islam menyebar dan tumbuh dengan  pesat di nusantara. 

Awal masuknya  ke Nusantara yaitu dengan  melalui interaksi dagang para saudagar Arab, Cina dan India. Dari interaksi dagang inilah kemudian para muslim melakukan proses islamisasi melalui banyak macam jalur, yang terdiri dari jalur perdagangan, pendidikan, ajaran tasawuf, kesenian, perkawinan, dan jalir politik.

B. Karakteristik Islam Nusantara

Karakteristik Islam Nusantara dikelompokkan menjadi empat bagian utama, yang mencakup hal-hal seperti berikut:

  • At-tasamuh

Menghormati hak-hak orang lain dikenal sebagai tasamuh. Toleransi adalah dasar bagi individu dan komunitas untuk mencapai keselarasan bermasyarakat. Kita tidak boleh merendahkan suku, agama, atau kebudayaan orang lain bahkan membenci, atau menghinanya. 

Toleransi agama bermakna menunjukkan pengendalian diri dan kesabaran untuk tidak mengganggu agama, keyakinan, atau praktik ibadah orang lain. Nilai-nilai budaya Indonesia sangat diterima oleh Islam Nusantara. 

Pengajaran agama Islam akan menyatu dengan kebiasaan masyarakat yang sejalan dengan adat budaya Indonesia, dan tidak akan melanggar ketentuan agama. Ada kemungkinan bahwa Islam di kawasan Nusantara membangun ruang yang selalu berubah yang berfungsi sebagai wadah yang inventif untuk ajaran Islam di Indonesia.

  • At-tawazun

Keseimbangan berarti sikap seimbang dan tidak memihak orang lain. Keseimbangan berarti memberi dalam proporsi yang tepat tanpa melebih-lebihkan sedikitpun. 

Keseimbangan juga bisa disebut Fitrah, yang bermula saat Tuhan menciptakan manusia. Fitrah adalah Islam, agama hanif (agama heteroseksual) yang artinya pedoman hidup bagi manusia. Islam Nusantara mengajarkan harmoni dan kesesuaian fitrah manusia dengan memadukan nilai-nilai agama Islam dan kebudayaan Nusantara, dengan tujuan mencapai kemajuan yang lebih baik di masa depan.

  • At-tawasuth

Tawasuth adalah sikap tengah yang tidak terlalu bebas dan tidak terlalu keras. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Baguslah orang yang berada di tengah." Sikap inilah yang dikenal dengan Islam Nusantara dan sikap Islam inilah yang berlaku di semua lapisan masyarakat sesuai dengan banyaknya budaya yang lazim di Indonesia, suku-suku, dan kebiasaan diterima.

  • Al-'adalah

Pembelaan kebenaran yang tegas dan adil adalah tujuan di sini. Kebencian terhadap suatu bangsa dan menjadikan manusia tidak adil dilarang dalam Islam. Selain itu, Islam Nusantara mengadopsi sikap ini berdasarkan perintah Rasulullah SAW. Ini juga merupakan ciri Islam Nusantara atau Ahlus Sunnah wal Jamaah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

C. Khazanah Islam Nusantara

Khazanah Islam Nusantara adalah warisan Islam yang ada di wilayah Nusantara. Khazanah Islam Nusantara mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti adat istiadat, seni, budaya, bahasa, sastra, filsafat, tasawuf, hukum, dan sejarah. Khazanah Islam Nusantara merupakan hasil akulturasi antara Islam dan budaya lokal yang terbentuk selama berabad-abad. Khazanah Islam Nusantara menunjukkan bahwa Islam dapat berkembang secara damai dan harmonis dengan budaya lokal di wilayah Nusantara

Efek tersebarnya agama islam di wilayah Nusantara meninggalkan banyak peninggalan bersejarah dalam bentuk tradisi budaya. Selain menggunakan media perdagangan, pendidikan, perkawinan, dan dakwah tasawuf, dalam menyebarkan agama islam, agama islam juga disebarkan melalui seni dan budaya sebagai alat untuk berdakwah, hal tersebut membuktikan bahwa agama islam memiliki karakter damai, dan unik. 

Hal ini menunjukkan bahwa para penyebar agama islam tidak serta-merta menghilangkan dan menghapus orang-orang yang sebelumnya memiliki tradisi atau budaya yang bertentangan dengan agama Islam, melainkan para penyebar agama iskam tersebut memerintahkan dan menyeleksi budaya atau tradisi yang tidak sesuai atau menyimpang dari agama Islam, akan sesuai dengan agama Islam dengan dijiwai oleh ajaran Islam melalui akulturasi dan asimilasi budaya. Seperti beberapa adat atau tradisi yang merupakan sisa-sisa Islam Nusantara dan masih cukup dikenal hingga saat ini masih berlaku.

D. Kepesantrenan

  • Definisi Pondok Pesantren

Pesantren secara bahasa asal katanya adalah "santri" dengan awal kata "pe" dan diakhiri "an" yang mempunyai makna "tempat tinggalnya para santri". Tetapi, ensiklopedi Islam mengatakan bahwasanya pesantren asalnya dari bahasa India "shastri" yang mempunyai arti buku kecil, buku agama, atau buku pengetahuan, serta berasal dari bahasa Tamil, yang mempunyai makna guru mengaji. Pesantren adalah bentuk pendidikan agama Islam yang berkembang dan diakui oleh orang orang sekitar.

Pesantren telah berdiri sejak zaman Hindu-Buddha dan memiliki misi dan nuansa Islam, serta sifat asli Indonesia, sementara para petani hanya perlu melanjutkan dan mengembangkan Islam. Pesantren merupakan institusi pendidikan khas yang menerapkan sistem tradisional di mana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah pengawasan seorang guru yang biasa disebut kiai, lengkap dengan fasilitas asrama untuk para santri. Di kompleks tersebut terdapat masjid untuk beribadah, ruang belajar, dan aktivitas keagamaan lainnya. Bangunan ini umumnya diapit tembok sebagai pengendali akses masuk dan keluar siswa sesuai dengan aturan yang berlaku. Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang memiliki makna yang sama. Pesantren merujuk pada lokasi belajar para santri, dan Pondok merujuk pada tempat tinggal atau rumah sederhana yang bahan dasarnya dari bambu.

Pendapat lain mengatakan bahwa Pesantren berasal dari istilah santri yang merujuk pada tempat tinggal para santri. Santri sendiri berasal dari kata Cantrik yang berasal dari bahasa Sansekerta atau mungkin bahasa Jawa yang berarti individu yang selalu mengikuti guru. Kemudian, konsep ini dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam bentuk asrama yang dikenal sebagai Pawiyatan. Dalam bahasa tamil santri juga memilikinarti guru sedangkan C.C. Berg menegaskan bahwasanya ungkapan itu asalnya adalah dari ungkapan "shastri", dalam bahasa hindi artinya adalah orang yang mengetahui kitab suci agama Hindu atau sarjana tulisan agama Hindu. Kadang-kadang juga diasumsikan sebagai paduan dari kata saint (orang baik) dengan suku kata tra (ingin membantu), kemudian kata pesantren bisa mempunyai arti kawasan pendidikan manusia yang baik.

  • Sejarah umum

Pondok pesantren awalnya didirikan oleh seorang kiyai yang menetap (bermukim) di suatu tempat. Setelah itu, santri yang ingin belajar darinya dan dari luar datang. Selain itu, tinggal di lokasi tersebut. Namun, para santri dan masyarakat sekitar bertanggung jawab atas biaya pendidikan dan kehidupan. Hal ini memungkinkan kehidupan pesantren untuk berjalan dengan tenang tanpa terpengaruh oleh perubahan ekonomi yang terjadi di luar. Pondok pesantren di Indonesia sudah ada sejak zaman Walisongo. Jadi, pondok pesantren adalah tempat di mana interaksi antara guru dan murid, kiyai dan santri berlangsung dengan intensitas yang relatif tinggi untuk pertukaran ilmu keislaman dan pengalaman.

Di masa lalu, kyai tidak memiliki rencana khusus untuk membangun pondok pesantren, tetapi fokus utama mereka adalah mengajarkan ilmu agama agar bisa dipahami dan dimengerti oleh para santri. Kyai pada waktu itu belum memberikan perhatian yang besar terhadap fasilitas tempat tinggal santri, yang umumnya sangat sederhana dan kecil. Santri tinggal di bangunan atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar tempat tinggal kyai. Seiring bertambahnya jumlah santri, semakin banyak juga gubug yang dibangun. Para santri kemudian memperkenalkan pondok pesantren tersebut kepada masyarakat luas, sehingga menjadi terkenal di mana-mana, seperti halnya dengan pondok-pondok yang muncul pada zaman Walisongo.

Pada saat itu, Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya yang menjadi pusat pendidikan di Jawa. Santri-santri dari berbagai pulau di Jawa datang untuk belajar ilmu agama. Bahkan, di antara santri-santri tersebut ada yang berasal dari Gowa dan Tallo, Sulawesi. Pesantren Ampel yang didirikan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai awal mula berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia karena setelah menyelesaikan studinya, para santri merasa berkewajiban untuk mengamalkan ilmunya di daerah asal mereka. Maka, didirikanlah pondok-pondok pesantren yang mengikuti pendekatan yang mereka pelajari di Pesantren Ampel. Sejarahnya, seperti Pesantren Giri di Gresik dan institusi serupa di Samudra Pasai, mereka menjadi pusat penyebaran agama Islam dan peradaban ke berbagai wilayah Nusantara. Pesantren Ampel Denta menjadi tempat para wali yang kemudian dikenal sebagai wali songo atau sembilan wali yang membentuk diri mereka. Dari pesantren Giri, santri asal Minang, Datuk ri Bandang, membawa peradaban Islam ke Makassar dan wilayah Timur Indonesia lainnya. Hal ini juga melahirkan tokoh ulama besar dan pemimpin pergerakan bangsa, Syekh Yusuf. Perkembangan ini meluas dari Makassar, Banten, Srilanka, hingga Afrika Selatan.

Dilihat dari sejarahnya, pesantren memiliki usia yang sama dengan Islam di Indonesia. Syaikh Maulana Malik Ibrahim dapat dianggap sebagai tokoh yang membangun dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia. Pada awalnya, pesantren didirikan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam dan memiliki peran yang signifikan dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia.

Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat penting, baik dalam kemajuan Islam maupun dalam kemajuan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan sejarah, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan pendidikan agama ini dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan menurut Howard M. Federspiel, seorang ahli studi keislaman di Indonesia, pusat-pusat studi di Aceh (yang disebut Dayah di Aceh), Palembang (Sumatera), Jawa Timur, dan Gowa (Sulawesi) pada abad ke-12 telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan menarik minat santri untuk belajar.

  • Komponen dasar pondok pesantren

Terdapat beberapa komponen dasar yang saling melengkapi, sehingga terciptanya sebuah pesantren. Diantaranya adalah kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik atau bisa disebut dengan kitab kuning.



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline