Lihat ke Halaman Asli

Ada yang Salah dengan Cara Berguyon Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita semua pasti pernah tertawa terbahak-bahak melihat acara lawak di TVyang mengejek-ngejek kekurangan fisik sesama pelawak lain. Atau di program acara kongkow-kongkow yang host-nya hobi mencela bintang tamu, penonton, dan bahkan dengan sengaja diangkatnya seorang co-host yang selalu menjadi santapan lezat olok-olokan karena mungkin menurut mereka "lugu" dan berwajah kampungan. Ah ternyata, usut punya usut tidak hanya di acara seperti ini saja. Fenomena ini ada di sinetron, acara musik, bahkan di acara dakwah sekalipun dimana sang ustadz kadang tak canggung mencela-cela fisik seseorang.

Apakah ada yang salah? Jelas.

Sejauh pengamatan saya, di negara-negara lain, menghina kekurangan fisik seseorang, mengolok-oloknya, apalagi di depan umum, merupakan pelanggaran kemanusiaan yang cukup serius, walaupun itu hanya untuk lucu-lucuan.

Mari kita bandingkan acara Oprah Winfrey Show dengan, misalkan, acara Hitam Putih atau Bukan Empat Mata. Bandingkan acara komedi The Big Bang Theory dengan, misalkan, Opera van Java dan Facebooker. Tidak pernahkah para pecinta seni dan produser di Indonesia membuat acara yang lebih cerdas dan kreatif. Banyak bahan lawakan yang bisa dibuat tidak kampungan tetapi tetap bisa mengundang tawa penonton.

Dampaknya? Tentu saja ada. Acara-acara tersebut ditayangkan di "prime time" dimana anak-anak dengan mudahnya bisa menonton dan meniru. Kita dengan sendirinya menciptakan budaya sakit yang tidak memghormati kondisi dan hak-hak orang lain. Kita, misalkan, dengen entengnya memanggil teman si peyang, si tonggos (maaf) karena tidak pernah merasa ada yang salah dengan panggilan tersebut.

Ah  dalam hati saya menerka, merekapun manusia, sayapun ragu mereka terima begitu saja diolok-olok atau dipanggil berdasarkan kekurangan fisik mereka. Untuk kasus para pelawak, sepertinya mereka hanya coba membiasakan diri diolok-olok seperti itu karena dengan jalan itulah mereka mendapatkan uang.

Lawakan-lawakan dan guyonan-guyonan semacam ini sama saja dengan mengejek kesempurnaan Tuhan yang menjadikan kita berbeda-beda. Bukankah kalau kita ikut tertawa tebahak-bahak berarti kita ikut menertawakan Tuhan.

FA 281213.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline