Lihat ke Halaman Asli

Firda Salsabillah

Mahasiswa Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Malang

Anak Pertama: Harapan Keluarga

Diperbarui: 22 Juni 2021   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan rintik-rintik perlahan mulai berhenti. Suara gemuruh halilintar menjadi pengingat bahwa sudah saatnya untuk bangkit, menghadapi semua masalah yang tidak diketahui kapan akan berakhir. Setidaknya untuk sekedar bernapas lega tanpa ada tekanan atau beban yang sudah sering kali harus ditanggung oleh tubuh kecilnya itu. Namanya Niko, anak pertama dari tiga bersaudara, anak laki-laki tunggal di keluarga yang menjadi harapan besar bagi keluarganya.

Dia tumbuh dalam keluarga yang sederhana dan penuh cinta. Ayahnya merupakan pahlawan baginya. Dia selalu ingin menjadi seorang laki-laki dewasa seperti ayahnya, menjadi orang yang bertanggung jawab, penyayang dan tegas. Semua keluarganya bergantung pada pekerjaan sang ayah. Ibunya hanya seorang Ibu rumah tangga biasa. Penghasilan dari ayah Niko tidak berlimpah ruah, namun cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya. Niko mempunyai dua saudara perempuan. Anak kedua berusia 10 tahun dan anak terakhir berusia 8 tahun. Usia mereka terpaut cukup jauh dengan Niko yang saat ini menginjak usia 16 tahun.

Kehidupan Niko berubah setelah ayahnya divonis mengidap penyakit stroke. Tubuh Niko lemas seketika saat mendengar kabar dari rumah sakit, begitu pula dengan Ibu dan adiknya. Tidak ada riwayat penyakit stroke dalam keluarganya. Dokter bilang mungkin karena faktor-faktor lain. Berita tersebut sangat mengagetkan dan mendadak. Penyakit tersebut menyerang pada saat sang ayah sedang bekerja. Penyakit tersebut menyerang secara tiba-tiba dan seketika membuat seluruh tubuh ayahnya menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan. Nada bicaranya menjadi tidak lagi jelas dan terbata-bata. Penyakit ini dapat menyerang secara tiba-tiba dan terkadang tidak bisa diprediksi kemunculan gejalanya.

Keadaan ayah Niko tidak memungkinkan untuk dapat bekerja. Ayahnya terbaling lemas di kamar rumah sakit dengan berbagai peralatan medis menempel pada tubuhnya. Bau rumah sakit yang menyengat dan tangisan dari sang ibu yang sering kali terlihat membuat hati Niko tersentak. Dia merasa harus berbuat sesuatu untuk membantu kondisi ekonomi keluarganya. Ayahnya membutuhkan biaya yang besar untuk pengobatan. Berbagai macam obat yang diperlukan untuk pengobatan dan biaya rumah sakit yang tidak murah membuat Niko berpikir demikian. Ibu Niko tidak bisa bekerja dengan waktu yang lama karena harus merawat ayah Niko di rumah sakit.

Usia Niko masih terbilang cukup muda untuk bekerja. Dia juga harus menamatkan sekolahnya. Dia sudah berjanji pada ayahnya bahwa seberapa sulit keadaan ekonomi orang tua, Niko harus menamatkan sekolahnya. Dia bekerja semampunya, semuanya harus dilakukan demi membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Situasi ini benar-benar membuat dirinya menjadi dewasa. Membuka pikirannya mengenai hal-hal yang jika dipikirkan semakin tidak masuk akal baginya. Kekuatannya hanya terletak pada kedua orang tuanya. Kedua adiknya tentu tidak bisa menanggung semua ini. Niko adalah anak pertama dan tanggung jawab itu mengikatnya. Tubuh kecilnya itu harus selalu kuat menahan beban apapun demi keluarganya.

Menjadi anak pertama memang tidak mudah, ada tanggung jawab besar yang harus dipikul olehnya. Sebuah harapan besar yang terkadang menyesakkan ketika kegagalan-kegagalan mulai menyerang. Kegagalan merupakan hal yang wajar namun selalu ada rasa sesak yang muncul secara tiba-tiba, menyakitkan hati, membuatnya berasumsi bahwa semua usaha yang telah dilakukan terasa sia-sia. Tidak mudah..., sungguh tidak mudah memahami semua situasi ini. Dia terus berjuang keras mati-matian untuk mendapatkan uang. Tidak ada lagi waktu untuk bersenang-senang dengan teman seperti kebanyakan remaja pada umumnya. Dia tahu betul ini menyakitkan hati, ketika melihat teman-teman sebayanya bermain, nongkrong, menghabiskan uang orang tuanya untuk sesuatu yang memberikan kesenangan bagi mereka.

Arti kebahagiaan bagi Niko perlahan berubah. Kedua orang tuanya dan adiknya yang kini menjadi sumber kebahagiannya. Perlahan-lahan Niko sadar bahwa ini memang tugasnya. Kebahagiaan tidak hanya berasal dari sesuatu yang berhubungan dengan materi, namun baginya kebahagiaan terbesar adalah senyuman orang-orang terdekatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline