Lihat ke Halaman Asli

Firda Puri Agustine

TERVERIFIKASI

Secuil Kisah Kuli Tinta, Dahlan Iskan, dan Chairul Tanjung

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13528105751431963028

Banyak orang bilang bahwa jadi jurnalis menyenangkan. Saya yang sudah empat tahun menjalaninya sangat setuju. Diantara bagian yang menyenangkan itu adalah bisa ketemu banyak orang penting macam menteri, pengusaha, sampai artis. Saya hampir tidak bisa menghitung berapa narasumber dari kalangan seperti mereka yang saya temui. Terlebih, saat saya di pindah ke desk ekonomi. Makin banyak lagi menteri dan pengusaha yang secara bergantian saya temui setiap hari. Ada banyak cerita inspiratif, juga menarik dari pertemuan saya dengan mereka. Begitu pula cerita dibalik layar yang mengungkap sisi lain kehidupan, atau sekedar gesture tubuh yang tidak layak dijadikan berita, tapi tetap asyik saya bagi di blog pribadi. Termasuk ketika saya menghadiri acara yang dihelat Bank Indonesia kemarin. Judul acaranya Global Enterpreneurship Week. Selain Gubernur BI Darmin Nasution, turut serta sebagai pembicara adalah Meneg BUMN Dahlan Iskan, konglomerat Ciputra, dan bos Transcorp Chairul Tanjung. Hmm..dilihat dari nama-namanya, tentulah mereka ini sudah terkenal dan sedang hot diberitakan. Terlebih untuk sosok kontroversial Dahlan Iskan. Saya sendiri pernah dua kali menghubungi Pak Dahlan. Pertama, saya komplain sebagai pengguna Commuter Line. Kedua, sebagai jurnalis ingin meminta konfirmasi terkait 'upeti' DPR. Untuk pengalaman terakhir itu, saya ingin sedikit cerita. Teman-teman boleh percaya boleh tidak, Pak Dahlan yang malah menghubungi saya sesaat setelah saya kirim pesan singkat minta ijin mau telpon. Jeda antara pesan terkirim dengan deringan telponnya sangat cepat, sepersekian detik. Apakah teman-teman jurnalis lain juga sering ditelpon balik Pak Dahlan? Jika iya, unik juga karakternya. Begitu nama Dahlan Iskan yang muncul di layar Blackberry saya, sontak saya kaget bukan kepalang. Baru kali itu saya ditelepon menteri. Sekitar 6 detik saya biarkan, lalu saya angkat. " Iya kenapa Firda?Ada yang bisa dibantu? " kata Pak Dahlan. Otak saya rasanya mendadak kusut. Nggak tahu mau tanya apa. Akhirnya ya keluar pertanyaan-pertanyaan standar, " Bapak siap Pak kalau DPR akan memanggil Bapak besok? ", atau, " Langkah selanjutnya apa Pak? ", lalu blank. Saya beralasan pada Pak Dahlan bahwa sinyal HP buruk, nanti akan saya telepon balik. Dia pun menutup telpon. Saya kemudian membuka catatan arahan dari redaktur tentang pertanyaan yang akan ditujukan untuk Pak Dahlan. Selang dua menit kemudian, saya telepon dia kembali. Tapi, kali ini tak diangkat. Saya coba kirim SMS juga tak dibalas. Saya tunggu sampai malam, esoknya, dan lusa. Tetap tak ada respon. Saat itu saya sangat menyesal kenapa waktu Pak Dahlan telpon, saya tidak bisa memanfaatkan kesempatan itu. Yang ada malah gugup. Huh!! Baiklah, saya coba lupakan rasa sesal itu sampai akhirnya kemarin bertemu langsung dengannya. Untuk diketahui, saya tidak nge-pos di BUMN, jadi ya, ketemu menterinya pas saat tertentu saja. Kesan pertama melihat sosok Pak Dahlan adalah membuktikan cerita-cerita tentangnya. Yang pertama saya lihat adalah sepatunya. 'Oh, ternyata bener, lho pakai sepatu kets' He-he. Lalu, mendengar suaranya. Berapi-api, penuh semangat, dan optimis. Terlihat pula dia seorang pengusaha yang gigih, ulet, dan pekerja keras. Dia bilang, waktu muda bahkan kuat kerja terus sampai dua hari dua malam. Yah, pantas kena kanker hati, Pak! Saya sih tidak begitu peduli dengan kontroversi apapun tentangnya. Sebagai jurnalis, dia narasumber yang cukup bisa dimintai komentar dan bersikap hangat. Sebagai pribadi, saya melihat dia adalah orang yang low profile, mau menampung keluhan masyarakat, dan terbuka terhadap kritik. Entah itu pencitraan atau bukan, yang jelas di mata saya dia begitu. Oh ya, satu lagi yang tidak kalah berkesan adalah bertemu Chairul Tanjung, atau sering disapa CT. Sosok ini makin tenar dengan buku Si Anak Singkong yang iklannya setiap malam diputar di dua stasiun TV miliknya, TransTV dan Trans7. Saya sudah baca bukunya, dan sekali lagi, saya tidak peduli apakah buku itu hanya pencitraannya dia saja atau bukan. Yang pasti, sebagai pembaca, saya menikmati. Saya suka bukunya. Cukup bisa menginspirasi dan mempengaruhi saya untuk bisa jadi pengusaha sepertinya. Perlu diketahui, saya beli buku Pak CT cuma satu, tapi saya dapat tiga. Lho, kok bisa? Jadi, ceritanya, sehari setelah saya membeli, saya dapat jatah buku itu lagi dari kantor. Ya, saya bagian dari CTCorp. Katanya, semua karyawan Pak CT akan dapat buku gratis, dan memang benar. Lalu, dapat lagi di satu acara. Terakhir, dapat lagi di acara BI kemarin. Itu pun nggak semua wartawan dapat, entah kenapa rejeki saya kebagian bukunya Pak CT melulu. Mungkin biar ketularan kayak dia. (Aminnnnn).He-he-he. Sebelum saya pindah dari koran Rajawali Biru, saya pernah mendengar gosip-gosip seputar Pak CT. Kebanyakan negatif karena katanya bla bla bla. Saya sempat terpengaruh juga dan nggak jadi melamar kerja di TransTV. Tapi, takdir akhirnya membawa saya berlabuh di salah satu perusahaan miliknya, yang jelas bukan TransTV atau Trans7. Bukan mau cari muka, atau mentang-mentang Pak CT bos, selama ini saya merasa apa yang digosipkan dulu itu nggak sepenuhnya benar. Paling tidak, kini ada rasa bangga bisa bekerja di perusahaan miliknya. Menyenangkan juga bisa mengenakan seragam hitam-hitam khas karyawan Transcorp. Intinya, saya kemudian nge-fans sama Pak CT. Sama seperti Pak Dahlan, kemarin adalah kali pertama saya bertemu langsung Pak CT. Sengaja saya berseragam, karena niatnya mau minta foto bareng. He-he-he. Norak banget ya? Ini memang jadi kebiasaan saya, minta foto bareng narasumber. Siapa tahu suatu saat saya akan bikin buku dan foto-foto itu bisa jadi pemanis sekaligus kenang-kenangan melengkapi pengalaman saya berkelana sebagai kuli tinta. Begitu acara selesai, peserta talkshow yang kebanyakan mahasiswa tersebut langsung mengerumuni Pak CT minta tanda tangan di bukunya sekaligus foto bareng. Jujur, hasrat saya ikut menggebu. Rasanya ingin seperti mereka. Tapi, teman-teman jurnalis yang lain secara tidak langsung menghentikan harapan saya foto bareng. Saya mendadak ragu dan malu. Takut teman-teman meledek. Setelah lift membawa Pak CT turun, lagi-lagi saya merasa menyesal. Kenapa tadi saya tidak berani dan cuek aja minta foto. Mungkin Pak CT akan senang ketemu karyawannya yang berseragam (kepedean!). Kenapa lagi-lagi saya gagal memanfaatkan kesempatan. Gemes banget rasanya sama diri sendiri. Sepanjang perjalanan pulang, saya masih nyesel. Ya, karena kan kesempatan ketemu dan minta foto bareng pengusaha atau menteri itu langka banget. Foto itu buat saya penting karena nanti bisa saya ceritain ke anak cucu bahwa saya pernah jadi jurnalis handal yang ketemu banyak orang besar. Saya harap mereka akan bangga dengan saya. He-he-he. Hmm..saya sudahi dulu ya pengalaman saya. Nanti saya cerita lagi tentang kejadian-kejadian dibalik setiap reportase saya yang penuh warna. Sejak hari ini saya berjanji akan memanfaatkan setiap momen dan kesempatan yang ada. Karena seringkali, kesempatan nggak datang dua kali, guys! Dan, hari ini saya menepati janji itu. Tuhan pun mengijinkan saya kembali bertemu Pak CT. Saya berhasil berjabat tangan dengan orang yang menggaji saya, juga berhasil foto bareng (meski jauh dari sempurna). He-he-he.. [caption id="attachment_216188" align="aligncenter" width="643" caption="tadi pagi saat acara Komite Ekonomi Nasional (KEN) di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta. :D"][/caption]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline