Lihat ke Halaman Asli

Firdan Gozali

Mahasiswa

Sejarah Tradisi Ngarot di Indramayu dan Nilai Luhur yang Terkandung di Dalamnya

Diperbarui: 11 November 2022   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi Ngarot/Foto: Teras Media

Tradisi ngarot diawali oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Ki Sapol. Ia senang bercengkrama dan mengumpulkan para pemuda/pemudi desa sambil mengadakan makan-makan di tempat tinggalnya. Karena sering diajak kumpul dan makan bersama para pemuda/pemudi membantu menggarap sawah Ki Sapol secara gotong royong guna membalas jasa kepada beliau. Kesempatan itu digunakan Ki Sapol untuk memberikan pembelajaran bagaimana cara bertani yang baik dan benar kepada pemuda dan pemudi desa. Kegiatan yang diadakan Ki Kapol itu berlangsung secara terus menerus setiap tahun dan dalam perkembagannya selalu diadakan hiburan berupa kesenian tari topeng.

Ketika Ki Sapol menduduki jabatan sebagai Kepala Desa Lelea, kegiatan para pemuda/pemudi dipindahkan dari yang biasanya dilakukan di rumah Ki Sapol menjadi beralih tempat ke balai desa Lela. Ketika masa jabatan Ki Kapol sebagai kuwu sudah habis, tanah sawah miliknya diserahkan kepada pemerintah desa untuk digarap para pemuda/pemudi desa tersebut dikarenakan Ki Kapol tidak mempunyai keturunan. Selanjutnya pesta rakyat untuk pemuda/pemudi diberi nama Upacara Ngarot. Kata ngarot berasal dari bahasa sunda Lelea yang mempunyai arti makan-minum.

Kegiatan ngarot terus berlangsung setiap tahun ketika menyambut musim panen tiba. Upacara Ngarot sudah berlangsung sejak abad ke-16. Sebutan ngarot sudah dikenal oleh masyarakat desa lelea ataupun luar desa Lelea. Ada  istilah lain menyebutkan kata ngarot juga berasal dari Bahasa Jawa yaitu  kasinoman, enom (orang muda) atau sinom (daun asam yang muda) namun kasinoman hanya sebutan masyarakat setempat atau dengan kata lain hanya digunakan oleh masyarakat Desa Lelea

Dalam pendapat budaya, ngarot adalah sebuah pesta dalam rangka dimulainya menggarap sawah. Upacara adat ngarot bukan sekedar hanya ada, tetapi upacara adat ngarot diselenggarakan secara berulang dan terjadi setiap tahunnya sehingga menjadi sebuah tradisi yang selalu dijalankan masyarakat Desa Lelea. Semua itu dilihat dari keikutsertaan masyarakat Desa Lelea dalam menyambut dan menyelenggarakan tradisi Ngarot sehingga mampu bertahan dari perkembangan zaman yang semakin modern sehingga ngarot ditetapkan sebagai warisan budaya.

Dalam tradisi ngarot terkandung nilai budaya Bercocok tanam padi bagi remaja. Karena didalam tradisi ngarot para remaja diajarkan untuk Bertani, agar mereka bisa menjadi penerus dari para petani yang sudah lanjut usia atau tidak mampu lagi untuk melakukan pekerjaan bertani sehingga menanamkan rasa cinta Bertani kepada para pemuda desa dengan memanfaatkan potensi yang berada di desanya yaitu sawah karena Indramayu merupakan lumbung padi terbesar di Indonesia.

Dengan menanamkan rasa cinta terhadap desanya dan mampu memanfaatkan potensi sawah yang berada di desanya diharapkan para pemuda ini tidak pergi merantau jauh dari desa untuk mencari pekerjaan, karena sudah mempunyai kemampuan menggarap sawah yang berada di desanya sendiri. Selain itu ngarot juga dapat menjadi tali penguat silaturahmi dan gotong royong masyarkat desa karena dalam menyiapkan upacara adat ngarot dibutuhkan kerja sama masyarakat desa supaya acaranya dapat berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Semua nilai yang telah disebutkan diatas, merupakan norma yang diyakini oleh para leluhur sebelumnya sehingga dapat diteruskan ke generasi berikutnya.

Nilai-nilai yang bisa dipetik dari upacara ngarot ini adalah yang pertama untuk membangun semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat khususnya pemuda dan pemudi desa dalam mengelola persawahan. Kedua, untuk mengenalkan pada generasi muda tentang pengelolaan sawah dan bercocok tanam agar nantinya hasil panen yang didapatkan bisa maksimal. Ketiga, dalam tahapan upacara ngarot ada prosesi penyerahan benih padi yang bermakna untuk benih padi agar segera ditanam sehingga dapat memperoleh hasil panen yang melimpah, dan di tahapan selanjutnya ada penyerahan kendi kepada gadis yang berisi air putih yang bermakna sebagai lambang pengairan, lalu ada tahapan penyerahan pupuk yang mempunyai makna agar tanaman padi tetap selalu subur. Keempat, posisi barisan kepala desa yang berada didepan ketika arak-arakan keliling desa mempunyai makna bahwa seorang pemimpin harus menjadi tauladan bagi masyarakat khususnya anak-anak muda. Kelima, ketika para gadis mengenakan hiasan kepala dari berbagai macam jenis bunga atau yang biasa disebut mahkota bunga mempunyai makna bahwa seorang perempuan harus bisa menjaga kesuciannya, diri, sikap sampai perilakunya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline