Oleh : Firda Febriana Musdalifah (Mahasiswi Pendidikan Sosiologi UNJ)
Pemerintah telah memberlakukan kebijakan new normal dalam sistem pendidikan di Indonesia. New normal merupakan perubahan perilaku masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan menerapkan protokol kesehatan. Oleh karenanya, kebijakan ini harus bisa diadaptasi oleh siswa dalam pembelajaran di sekolah. Pada masa new normal sistem pendidikan harus siap untuk bertransformasi diiringi dengan membangun kreativitas, mengasah keterampilan siswa, serta meningkatkan kualitas diri dengan adanya sistem perubahan yang terjadi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa kita dalam era dengan masyarakat yang tidak dapat berkembang tanpa ilmu pengetahuan, karena setiap upaya peningkatan kesejahteraan hidup memerlukan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas juga tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan. Strategi pembelajaran yang tepat akan membina siswa untuk berpikir mandiri serta menumbuhkan daya kreatifitas, sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi.
Oleh sebab itu, dengan penerapan teknologi dalam pembelajaran kaloboratif berguna untuk melatih siswa untuk dapat belajar bersama serta dapat mengasah siswa untuk dapat berpikir kritis dalam penyelesaian pembelajaran tersebut.
Penerapan teknologi dalam pembelajaran diarahkan sebagai media atau alat bantu dalam ketercapaian proses pembelajaran. Dengan memanfaatkan media dalam pembelajaran antara guru dan siswa akan terjadi "knowledge sharring" dimana posisi siswa aktif sebagai pembelajar dan pembelajaran pun tidak terpusat dari guru melainkan terjadi interaksi pembelajaran dua arah. (Nuswowati, M, dkk : 2019).
Penggunaan sebuah perangkat teknologi dipandang sangat berarti dalam berbagai aktifitas kegiatan manusia yang dimana teknologi ini dijadikan sebagai penunjang dalam mengimplementasikan sebuah aktivitas baik dalam konteks pembelajaran ataupun diluar dari pembelajaran. Teknologi juga dapat dikatakan sebagai alternatif untuk menggali informasi dan bahan belajar bagi siswa. Teknologi dapat dimanfaatkan dengan siswa dalam upaya untuk mencari dalam memecahkan permasalahan.
Mengutip pernyataan dari (Parikesit, H, dkk : 2021). Internet menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan siswa, namun tidak seluruh informasi yang disajikan dapat menggantikan interaksi dan pengalaman antara siswa dan guru itu sendiri di dalam proses pembelajaran baik daring maupun luring. Pengalaman keseharian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa menjadi pengetahuan, informasi, dan bekal untuk mendalami konsep secara lebih seksama, kemudian didukung dengan model, strategi, dan media yang digunakan di dalam pembelajaran (Wijaya et al., 2020).
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan ialah hadirnya e-learning membuat peningkatan dalam pembelajaran, disini kemampuan-kemampuan kognitif siswa dapat dikembangkan. Ketika guru membimbing siswa melalui tugas instruksional, mereka dapat mengeksplorasi dan bereksperimen dengan berbagai cara untuk memecahkan masalah. Proses kolaboratif ini membantu siswa menemukan wawasan baru.
Menurut John Myers (1991) collaboration berasal dari akar kata latin dengan makna yang menitikberatkan proses kerjasama. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif dapat didefinisikan sebagai filsafat pembelajaran yang memudahkan para siswa untuk saling bekerjasama, saling membina, belajar dan berubah bersama, serta maju bersama. Maka pembelajaran kolaboratif mencakup keseluruhan proses pembelajaran, siswa saling mengajar sesamanya. Bahkan bukan tidak mungkin, ada kalanya siswa mengajar gurunya juga. (Suryani, N. : 2010).
Dalam pembelajaran kolaboratif, guru harus mampu menstimulus siswa untuk berinteraksi satu dengan yang lain, agar pembelajaran kaloboratif tersebut dapat terjalin. Pembelajaran kolaboratif memandang bahwa, guru tidak lagi memberikan ceramah di depan kelas, tetapi dapat berperan sebagai fasilitator dengan menyediakan sarana yang memperlancar proses belajar, memberikan atau menunjukkan sumber-sumber informasi, memberikan petunjuk, umpan balik, dan pengarahan terhadap upaya belajar siswa (Haataja et al., 2019).
Dalam pandangan Paulo Freire, beliau menganggap segala bentuk penindasan itu harus dihapuskan. Dan dari sini, Freire mencoba menggagas sebuah alternatif yang menjadi jalan keluar, yaitu sebuah pendidikan yang membebaskan. Freire menganggap pendidikan yang ada saat ini adalah sebuah pendidikan yang menggunakan mode jadul, karena proses berjalannya belajar mengajar terlalu didominasi oleh guru dan siswa hanya diberi ruang gerak yang sedikit sehingga tidak memiliki kesempatan untuk berekspresi dan berpikir kritis. Sistem inilah yang menurut Freire harus diubah, karena hanya akan menghasilkan dehumanisasi(kemunduran) yang ada dalam pendidikan.