Lihat ke Halaman Asli

Afiyah Zhafira Riwinda

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Menilik Sistem Restorative Justice dalam Kasus Tindak Pidana Anak di Indonesia

Diperbarui: 13 Desember 2022   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: kompasiana.com/kristiantonaku7768

Menilik Sistem Restorative Justice dalam Kasus Tindak Pidana Anak di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (Conventions on The Rights of the Child) yang mengatur mengenai prinsip perlindungan hukum terhadap anak. Dalam salah satu pasal dari konvensi tersebut, tepatnya pasal 37, disampaikan bahwa setiap anak yang berperkara atau dituduh berperkara dengan hukum memilki hak untuk tidak dijatuhkan hukuman yang kejam atau hukuman yang dapat melukai anak tersebut. 

Penyelesaian kasus tindak pidana anak juga tidak diperbolehkan untuk disamakan dengan penyelesaian kasus tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Oleh karena itu, dalam menyikapi dan mengatasi kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak, pendekatan restorative justice merupakan solusi alternatif yang tepat untuk dilakukan.

 Restorative justice adalah penyelesaian kasus tindak pidana yang berada di luar sistem peradilan. Restorative justice merupakan sebuah metode penyelesaian perkara yang mengedepankan rehabilitasi atau pemulihan kondisi kembali ke keadaan semula dan tidak mengedepankan pembalasan layaknya penyelesaian pidana pada umumnya. 

Pendekatan Restorative justice ini patut untuk dilakukan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana anak dengan mempertimbangkan fakta bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa yang sifat pribadinya berbeda dan belum sematang orang dewasa. Pendekatan restorative justice ini juga merupakan upaya penghapusan stigmatisasi anak yang pernah melakukan tindak pidana dan menjaga nama baiknya agar tidak tercoreng karena memiliki catatan pidana.

Namun, tidak seluruh kasus pidana dapat diselesaikan dengan pendekatan ini. Terdapat syarat-syarat yang harus diperhatikan agar tindak pidana dapat diselesaikan di luar pengadilan. Syarat ini diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2000 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Syarat-syaratnya adalah tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana yang diancam hukuman dibawah lima tahun penjara dalam undang-undang, bukan tindak pidana yang dilakukan berulang, terdapat kesepakatan berdamai antara pihak korban dan pelaku, dan syarat-syarat lainnya.

Lalu, bagaimana penerapan pendekatan restorative justice ini dalam kasus tindak pidana anak di Indonesia? Pendekatan restorative justice ini telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penyelesaian perkara dengan menggunakan restorative justice ini juga sudah sering dilakukan di Indonesia. Salah satunya adalah penyelesaian kasus penganiayaan siswa SMA yang dilakukan oleh enam seniornya. Restorative justice digunakan sebagai penyelesaian kasus ini karena pihak korban dan pelaku telah sepakat untuk berdamai. 

Pihak keluarga dari korban setuju untuk tidak melanjutkan kasus ini ke muka pengadilan karena tidak tega melihat pelaku yang tergolong masih anak-anak harus mendekam di penjara atas tindakannya. Pihak keluarga yang berkonsultasi dengan kuasa hukumnya mengetahui bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan restorative justice, yakni dengan cara pihak pelaku memberikan kompensasi kepada pihak korban. Pihak keluarga juga merasa pelaku yang telah ditahan di Polres Jakarta Selatan selama 60 hari telah mendapatkan efek jera dan mengetahui kesalahan yang telah diperbuat. 

Pada akhirnya, pihak korban memutuskan untuk berdamai dan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan syarat pihak pelaku memberikan sejumlah uang kompensasi. Dari kasus tersebut, dapat dilihat bahwa terwujudnya penyelesaian dengan restorative justice adalah harus adanya kesepakatan untuk berdamai di antara kedua pihak. Apabila pihak merasa kasus yang terjadi tidak dapat diselesaikan dengan cara damai, kasus tetap dapat dilanjutkan ke pengadilan selama masih sesuai dengan aturan dan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan.

Banyaknya kasus yang telah diselesaikan dengan menempuh jalur restorative justice bukan berarti kasus-kasus lain yang serupa juga bisa diselesaikan dengan pendekatan ini. Salah satu contohnya adalah kasus yang dilakukan oleh seorang anak yang menganiaya korban hingga korban tewas. 

Tindak pidana yang dilakukan dalam kasus tersebut dalam perundang-undangan adalah tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan merupakan hukuman tertinggi di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, kasus tersebut tidak memenuhi syarat diterapkannya restorative justice sehingga pelaku tetap harus ditahan dan dijatuhkan hukuman pidana. Contoh lainnya adalah kasus penganiayaan siswa di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline