Rabu (02/08/2023) di sumber mata air Wangan Cengingin Desa Lerep, Ungaran Barat. Warga Lerep kembali melaksanakan tradisi Iriban dalam rangka pelestarian sumber mata air Wangan Cengingin. Pak Susiyanto selaku ketua pokja Desa Lerep menuturkan bahwasanya tradisi Iriban akan dihadiri prangkat desa, perwakilan warga setiap RT, bahkan tamu dari luar Desa Lerep dan dilaksanakan setiap setahun sekali bertepatan di Rabu Kliwon.
"Nama tradisi Iriban berasal dari kata irib-irib yang maknanya menghidupkan atau melestarikan sumber mata air. Tradisi ini telah ada sejak lama. Ritual adat ini dimanfaatkan sebagai musahabah diri mengingat pentingnya air untuk kehidupan seluruh masyarakat sehingga diharapkan air akan trus dilestarikan," kata Kepala Desa Lerep, Sumariyadi. Beliau menceritakan bahwa dahulu untuk mendapatkan air bersih warganya dibantu seekor bebek putih untuk membelah bukit supaya air bersih dapat mengalir hingga ke permukiman warga. Sehingga untuk melestarikannya warga menyajikan slametan dalam balutan upacara ritual adat.
Kerukunan warganya terlihat sepanjang acara yang diawali dengan kirab hasil bumi menuju lokasi utama mata air Wangan Cengingin membawa perlengkapan-perlengkapan ritual adat. Beberapa warganya berbagi peran untuk menyiapkan masakan yang akan di masak secara langsung di lokasi upacara dengan memanfaatkan alat bahan di alam. Ayam dibakar di lokasi Iriban dan dipotong-potong untuk di campur dengan nasi dan tambahan lauk menjadi nasi iriban khas Desa Lerep.
Nilai gotong royong terlihat ketika warganya bersama-sama membersihkan alam khususnya mata air dari sampah dan material longsor. Upacara dilaksanakan secara khidmat dengan pasrah tampi sebagai simbolis acara dan dilanjutkan sambutan dari Kepala Desa Lerep sekaligus doa dan makan bersama dalam rangka selametan yang menambah nilai kekeluargaan dari warganya. Umumnya, nasi iriban menjadi menu utama slametan tersebut dan jajanan ndeso lainnya sebagai pelengkap yang akan dihidangkan di atas daun pisang sebagai alasnya. Uniknya, berkembang mitos di tengah warga bahwasanya warga asli Dusun Lerep tidak diperbolehkan membawa pulang sisa makanan slametan karena dapat menimbulkan sakit.
Menambah kesan budaya, warga dan tamu akan dihibur dengan tarian Guyub Rukun simbol kerukunan antar masyarakat Desa Lerep. Maylani, tamu luar dari Desa Lerep mengungkapkan apresiasinya di acara ini. Ia mengungkapkan kekagumannya atas kesederhanaan yang dibalut keunikan dan kekentalan adat yang masih dijunjung warga Desa Lerep. Keseluruhan kegiatan pelestarian alam ini menarik dan patut dilestarikan meskipun zaman terus berkembang untuk terus memperkenalkan kearifan lokal yang ada di Desa Lerep.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H