Belakangan ini, isu tentang BPA dalam air minum semakin ramai diperbincangkan. Kandungan BPA pada kemasan plastik disebut-sebut berpotensi memicu berbagai gangguan kesehatan, termasuk risiko kanker. Kekhawatiran masyarakat semakin meningkat, terutama jika membayangkan air minum yang seharusnya aman dikonsumsi sehari-hari bisa menjadi "silent killer".
Bisphenol A atau yang lebih dikenal dengan BPA adalah senyawa kimia sintetis yang banyak digunakan dalam pembuatan plastik keras dan resin epoksi. Biasanya, BPA ditemukan pada galon air mineral, botol plastik, hingga wadah makanan kaleng. Sifatnya yang tahan lama dan murah membuat BPA menjadi bahan favorit di industri. Namun, sifatnya sebagai endokrin disruptor, yang dapat mengganggu keseimbangan hormon tubuh, menjadi alasan utama mengapa BPA banyak dikritisi. Menurut Almeida et al. (2018), BPA memiliki karakteristik fisik berupa padatan kristal putih, stabil pada suhu ruang, dengan titik leleh 156°C dan titik didih 220°C. Masalah muncul ketika kemasan plastik yang mengandung BPA terkena suhu tinggi atau digunakan terlalu lama, yang menyebabkan BPA berpindah ke makanan atau minuman yang kita konsumsi. BPA adalah salah satu senyawa kimia yang banyak diproduksi di dunia, dengan produksi tahunan mencapai lebih dari 6 juta ton.
Berdasarkan penelitian Faadhilah dan Tiitraresmi (2023), tingkat perpindahan BPA dari kemasan yang terpapar suhu 100°C ke air mineral 55 kali lipat lebih tinggi dibandingkan saat terpapar air pada suhu 20°C. Perpindahan BPA ke dalam minuman juga dapat meningkat apabila kemasan galon tersebut digunakan secara terus menerus. Hal tersebut terjadi karena terjadinya peningkatan permeabilitas dinding wadah yang menyebabkan air lebih menempel pada dinding galon sehingga air yang nantinya akan dikonsumsi akan lebih banyak tercemar BPA. Sehingga BPA dapat larut ke dalam air, terutama ketika plastik terpapar suhu tinggi atau saat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Berapa batas aman BPA dalam kemasan?
BPA yang luruh ke dalam air dapat menimbulkan zat karsinogenik dan hal ini sudah diteliti sejak beberapa tahun yang lalu dengan catatan pada kadar tertentu. Batas maksimal kandungan BPA yang diperbolehkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) adalah sekitar 5 µg/kg berat badan per hari. Otoritas Keamanan Pangan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan ambang batas aman BPA yaitu 4 µg/kg berat badan per hari, artinya jika seseorang memiliki berat badan 50 kg maka batas aman BPA yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah 200 µg per hari. Berbeda jauh dengan ambang batas BPA di negara Amerika dan Eropa, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia menetapkan batasan maksimal kandungan BPA dalam Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan yaitu maksimal 0,6 bpj (bagian per juta) atau sebesar 600 µg per hari.
Beberapa waktu yang lalu, pihak BPOM menemukan kandungan BPA berlebih pada air minum dalam kemasan galon yaitu sebesar 0,9 bpj di sejumlah daerah karena kontaminasi pada proses distribusi. Namun, beberapa jurnal penelitian mengungkapkan bahwa kemasan air minum atau galon yang beredar di lingkungan masyarakat memiliki kandungan BPA berkisar antara 0,0001-0,0009 µg/kg. Angka ini menunjukkan bahwa air minum kemasan di Indonesia masih aman untuk dikonsumsi. Meskipun masih aman, penting untuk tetap waspada dan meminimalkan paparan BPA yang masuk ke dalam tubuh terutama dari produk yang sering digunakan sehari-hari.
Apa saja dampak paparan BPA?
Paparan BPA telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan hormonal, risiko penyakit jantung, diabetes, dan bahkan dampak negatif pada perkembangan anak. BPA dapat diserap sistem pencernaan dengan cepat dan secara signifikan menurunkan aktivitas hormon dan memperburuk infertilitas pada pria dan wanita (Ma et al., 2019). BPA di dalam tubuh menjadi kompetitor bagi estradiol untuk menjadi Estrogen Receptor (ER). Adanya BPA dalam tubuh yang melebihi batas normal, dapat memperlambat perkembangan tubuh terutama yang berkaitan dengan tinggi, berat dan perkembangan saraf. Peningkatan BPA juga berpengaruh terhadap pubertas pria dan wanita. Pria dengan pubertas lebih awal dan wanita dengan pubertas tertunda dapat terjadi akibat adanya BPA dalam tubuh dengan konsentrasi tinggi.
Penelitian di Jurnal Environmental Research dari Zhejiang University, China dengan menganalisis data dari 28 studi epidemiologi menunjukkan bahwa paparan Bisphenol A (BPA) dari kemasan plastik polikarbonat dicurigai dapat berisiko meningkatkan risiko kanker payudara. Sebuah studi awal menunjukkan bahwa paparan bahan kimia seperti BPA dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan mempengaruhi kemungkinan tumor kembali tumbuh. Penelitian terbaru dengan jaringan payudara berisiko tinggi mencari perubahan molekuler akibat xenoestrogen yang bersumber dari paparan BPA dan mengganggu fungsi hormon estrogen. Hasilnya menunjukkan efek BPA lebih sering pada tumor histologis tinggi dan besar, yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup pasien. Ini menunjukkan peran bahan kimia pengganggu endokrin dalam kanker payudara, temuan ini dipublikasikan di Jurnal Environmental Research dengan judul Bisphenol A Exposure and Breast Cancer Risk: a Meta-Analysis (Chen Y, 2020).
Bagaimana memilih kemasan yang aman dari BPA?