Lihat ke Halaman Asli

Fiqri Firdaus

Mahasiswa

Muhammad Abduh

Diperbarui: 29 Desember 2021   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tentu banyak orang yang sudah sangat familiar dengan nama Muhammaad Abduh. Ia adalah seorang tokoh pembaharu pada abad ke-19 hingga masuknya abad ke-20 pada sejarah mesir. Ia seorang sarjana, pendidik, mufti, ‘alim, teolog dan pembaharu di negeri mesir.

Muhammad Abduh berakar pada bumi pedusunan Mesir. Dia lahir di sebuah dusun di delta sungai Nil pada tahun 1849 M. Ayahnya, Abduh Khairullah adalah warga desa Muhallat Nashr. Ibunya, Junainah, mempunyai silsilah dengan keturunan Umar bin Khattab. Keluarga yang hidup dalam kesederhanaan, namun tetap taat dan cinta terhadap ilmu pengetahuan. Pendidikannya diawali dengan cara membaca dan menulis yang diperoleh dari orang tuanya selanjutnya ia belajar Alquran pada seorang huffadz. Dalam waktu yang relatif singkat (2 tahun), ia dapat menghafal Alquran secara keseluruhan. Pada tahun 1279 H. ia dikirim oleh orang tuanya ke Tanta untuk meluruskan bacaannya di Masjid al-Ahmadi. Semasa belajar di mesjid tersebut, ia merasa tidak puas karena sistem pengajarannya kurang memadai.

Karena ia tidak puas atas apa yang di pelajarinya, akhirnya ia meninggalkan tanta dan pergi menuju ke Mahallat Nasr, tempat orang tuanya tinggal.

Setelah sekian lama tinggal Bersama orang tuanya pada tahun 1866 ia pergi meninggalkan keluarganya untuk menuntut ilmu di Al-Azhar.

Teologi rasional Muhammad Abduh, Kata rasional berasal dari kata rasio yang berarti pemikiran secara logis (masuk akal), akal budi, nalar. Rasional berarti menurut pikiran dan pertimbangan yang logis, menurut pikiran yang sehat, cocok dengan akal. Dengan demikian teologi rasional dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran yang logis dan sehat. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemikiran Muhammad Abduh menempatkan akal pada kedudukan yang lebih tinggi sehingga disebut teologi rasional. Walaupun begitu Muhammad Abduh tetap menganggap betapa pentingnya wahyu bagi akal. konsep teologi yang demikian itu berakibat pada keyakinannya bahwa manusia itu mempunyai kebebasan berfikir dan berbuat. Salah satu buktinya, dia menentang keras terhadap taklid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline