Lihat ke Halaman Asli

Fiqih P

Semarakkan literasi negeri

Cerpen | Seka

Diperbarui: 11 Februari 2018   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi air mata. www.kompas.com

"Seka air matamu, sebentar lagi ibu datang," ucap Sahdan dengan nada tinggi, usai menampar pipi istrinya. Trisna takut, langsung dilakukan perintah suaminya itu. Hanya masalah mengundang orangtuanya menginap semalam di rumah, Sahdan menggampar Trisna.

"Sekali ini saja mas, mereka menginap di rumah. Hanya setahun sekali aku bertemu mereka,"

"...tidak," jawab Sahdan membentak "Harusnya kau berkonsultasi dulu padaku, sebelum mengundang orangtuamu."

"Mengapa hanya orangtuamu saja yang boleh mas," Trisna mendesak dan menantang. Pada kalimat itulah tamparan jatuh padanya.

"Aku benci ayahmu disini," kata Sahdan.

"Astaghfirullah masss, itu mertuamu, orangtuamu juga."

"arrkkhhh, sudahlah. Ini yang terakhir dan hanya malam ini. Kau ingat itu," seru Sahdan pada istrinya.

Kedatangan orangtua Trisna pun tak lama usai penggamparan itu. Dua pasangan tua telah berdiri di depan rumah mereka. Ayah Trisna, meski tua namun masih gagah dengan pembawaan tegas ala militer.

Tetap saja Sahdan mencium kedua tangan mereka.

"Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya ayahnya yang baru saja duduk di ruang tamu. Trisna terkaget, padahal dia telah menyeka air mata dan menyembunyikan bekas kekerasan yang baru saja dialaminya.

"...ehmm tidak ada -Yah-," jawab Sahdan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline