Lihat ke Halaman Asli

Fiqih P

Semarakkan literasi negeri

Perempuan dalam Siluet

Diperbarui: 17 Desember 2017   22:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. www.pricebook.co.id

Kau bukanlah bayang. Kau adalah nyata. Cahaya terang di depan menjadikanmu objek gelap. Kau terduduk di tengah porakporanda. Sama gemuruh duka hati kita saat itu.

Perempuan dalam siluet. Masihkah kau bersedih akan tragedi itu. Tigabelas tahun lalu, aku berada didekatmu. Ingin memelukmu yang tengah melihat dahsyat tanganNya.

Kita sama, kehilangan keluarga inti.

"Jangan. Kumohon jangan," aku melarangmu ketika itu. Kau benar-benar frustasi, lalu kau berniat menenggak racun.

"Aku ingin menyusul mereka semua," katamu saat itu lalu kau menangis. Kemudian kau marah padaku.

"Apa urusanmu," gerammu padaku.

Dalam barak itu kita berdua. Kau mencoba menjauh, aku terus mendekatimu. "Kenapa kau terus mendekatiku?" kau bertanya padaku kesal.

Kesal karena kehilangan. Bukan karena ulahku.

Aku terbawa arus. Semua gelap kala itu. Cahaya optik dari indraku melihat siluet. Seperti bayang, kenyataannya tidak.

"Bukankah itu sudah seperti jalan tuhan mempertemukan kita," kata-kata yang selalu kuucap ketikaku mulai merayumu, saat kau mulai menerimaku.

Sungguh kita tak memiliki siapa-siapa lagi saat itu. Tapi kini kita saling memiliki bersama buah hati kita yang selalu mendengar seru dan iba kisah-kisah kita di tragedi itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline