Lihat ke Halaman Asli

Senar Kesetiaan

Diperbarui: 29 September 2016   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (www.indonesiakaya.com)

PEPOHONAN pinus berjejer dan menberi sejuk. Panorama itu terlihat pada jalanan bukit bukit sekitaran danau.  Gelayut dedahan parasit menunjuk kehadiran angin nan segar bercengkerama dengan dedaunan pohon-pohon di bukit.

Tak ada lagi penarik jiwa menikmati alam. Kini ia hanya sendiri melihat kerinduan-kerinduan yang teramat kala ia menghabiskan waktu bersama buah hati. Ya lelaki itu hanya berdua dengan putrinya yang kini beranjak dewasa.

Tujuh belas tahun telah berlalu. Kematian istrinya tak membuatnya untuk memilih  wanita lain. Kesendiriannya membesarkan anak membuatnya sangat dihormati dan disayangi Nova. Meski sejak lahir ke dunia Nova tak lagi memiliki ibu.

“Ayah tak berencana untuk kembali menikah?” tanya Nova pada ayanya.

“Hingga kini tak ada perempuan lain yang bisa menggantikan ibumu,” kata ayahnya.

“Ah, Nova tak percaya. Ayah kan lelaki yang belumlah tua. Apalagi usia pernikahan ibu dan ayah begitu muda.”

“Ya nyatanya sampai sekarang tak pernah ada yang cocok selain ibumu.”

“Apa rahasia ayah bisa bertahan dalam kesendirian?”

“Apakah ayah tak menginginkan lagi kasih sayang. Tidakkah ayah menginginkan sebuah tangan lembut dalam megurus hidup ayah. Ayah tak perlu takut, Nova tak akan melarang ayah untuk  kembali menikah,”

“..... hmmmm, bukan ketakutan padamu anakku. Bagaimana mungkin ayah bisa mencintai wanita lain, sedang rasa rindu ini  masih saja ada pada ibumu.”

“Rindu ini tak akan bisa pudar.  Terlebih tak ada sketsa wajah ibumu dalam dirimu anakku. Kau begitu mirip denganku. Apalagi pola asuh ayah, membuatmu begitu memiliki kemiripan sikap.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline