Lihat ke Halaman Asli

Beda antara Menghina dan Mengkritik Presiden

Diperbarui: 28 Agustus 2016   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meme Penghinaan Jokowi Sumber: Merdeka.com

BEGINILAH jadinya jika keberadaan dunia maya tidak dimanfaatkan pada hal yang positif. Membuat hinaan-hinaan yang sebenarnya tak lucu. Presiden yang mengenakan kostum adat batak saat menghadiri Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba dicemooh.  Akun Facebook Nunik Wulandari II mengundang beragam komentar.

Lalu Meme “Orang Stres” di upload Andi Redani Putri Bangsa. Padahal Presiden RI ke 7 berniat baik mengunjungi Sumatera Utara dengan mengenakan kostum khas. Presiden yang notabene orang Jawa menerima untuk memakai pakaian adat Batak. Lalu kenapa harus dihina?. Maka insyaflah segera.

Akhirnya aksi penghinaan tersebut berujung pada pelaporan ke Polda Sumut oleh Ketua salah satu Paguyuban Batak Lamsiang  Sitompul. Nah hal inilah yang harus dicerna oleh pihak-pihak penghina Joko Widodo yang dimulai sejak Pilpres 2014. Pilpres itu telah memecah dukungan masyarakat Indonesia lantaran hanya ada dua calon.

Kekuatan besar saling berkontradiksi terutama dalam dunia maya. Kita ketahui, dunia maya ini memiliki jumlah yang tak pasti. Lantaran banyaknya akun-akun ganda. Sehingga provokasi di dunia maya melebihi provokasi di dunia nyata. Satu orang bisa memiliki lima hingga puluhan akun. Hanya demi provokasi dalam hal ini untuk menghina Presiden.

Jokowi punya massa

Namanya saja Presiden yang terpilih di arena politik. Tentunya ada dukungan, ada massa dan memiliki loyalis yang tak bisa kita ukur kesetiaannya. Bahkan massa tersebut bakal siap mati jika sosok yang didukungnya dihina. Jangankan itu, pertempuran antar organisasi massa saja sering terjadi, apalagi yang berbau Presiden.

Maka para pencemooh dan penghina Presiden belumlah memahami arti demokrasi. Demokrasi merupakan instrument pada upaya penempatan kedaulatan rakyat di atas segala-galanya. Dalam artian Presiden yang terpilih lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia merupakan suprastruktur politik.

Jokowi mampu mempengaruhi puluhan juta pasang mata masyarakat. Sehingga terbentuklah sebuah pemerintahan baru yang telah teruji oleh konstitusi bahwa itu adalah pencapaian yang sah. Tak lagi bisa diganggu gugat terkecuali sang Presiden melanggar konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun penghina sendiri berangkat dari pentas demokrasi 2014 lalu. Kenapa 2014?. Karena sebagaimana uraian di atas. Hanya dua kekuatan besar yang bertarung. Siapa yang tidak mengagumi Joko WIdodo kala menjadi Walikota dan Gubernur. Semuanya menggelu-elukan Joko Widodo.

Namun, karena kekalahan salah satu masa pendukung, kebencian menjadi paling terdepan diarahkan kepada Presiden ke 7 Indonesia. Maka jelaslah ketidakpahaman masyarakat terutama penghina Presiden akan sebuah demokrasi. Ketidakpahaman ini harus segera dinetralisir, lantaran akan sangat berbahaya pada proses demokrasi kita kedepan.

Mengapa bahaya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline