Lihat ke Halaman Asli

Rokok Tahanan yang Membunuh dan Dibunuh

Diperbarui: 24 Agustus 2016   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebijakan kenaikan harga rokok kini menuai polemik. Entah soal PHK, soal kesehatan dan penolakan dari perokok bahkan sampai soal tindak kriminal. Namun perlu diperhatikan bahwa perokok tetaplah perokok. Usaha apapun tetap dilakukan untuk dapat merokok.

Soal harga bukanlah menjadi patokan. Dalam tahun tahun belakangan ini harga rokok juga cenderung naik. Tapi kecenderungan orang tetap saja untuk merokok. Harga bukanlah hal yan mendasar untuk mengurangi candu rokok.

Modal kedekatan

Rokok juga sebagai interaksi dalam berhubungan. Pertemuan antar lelaki akan lebih bersahabat jika menyediakan rokok dan kopi. Itu bukanlah hal yang dapat dipungkiri. Komunikasi akan lebih lancar. Lelaki seperti mendapat tambahan keberaniannya meskipun hanyalah sebatas sugest.

Sebungkus rokok bisa untuk ramai dinikmati. Biasa rokok diletak di meja, maka sudah layak untuk dihisap bersama-sama. Nah, jika harga Rp50 ribu, aktifitas yang muncul yakni rokok akan terus masuk dalam kantong si pemilik, tidak untuk dibagi lagi "mahal". Hingga akan terlihat ketimpangan dalam persahabatan.

Selain itu, rokok dengan harga "ketengan" mungkin bisa dibanderol Rp5 ribu . Hal itu semakin menjelaskan, kenaikan harga bukanlah sebagai solusi untuk mengurangi candu dari rokok. Namanya rokok akan selalu menyebab candu. Bisa jadi juga, rokok menjadi pemicu keributan pada pergaulan kalau harga jadi naik.

Tahanan/Narapidana

Tak bisa dipungkiri lagi, narapidana ataupun tahanan sudah sangat membludak di setiap Lembaga Pemasyarakatan. Hampir rata-rata tahanan merupakan pecandu rokok. Kantin milik LP sendiri selalu menjual rokok. Selain itu, tamu yang menjenguk juga kerap membawakan rokok untuk keluarganya di LP.

Bahayanya dimana?

Kita ketahui Lembaga Pemasyarakatan ditujukan untuk merehabilitasi para tahanan agar dapat berubah dan bisa kembali diterima di masyarakat. Sehingga, selama di lembaga pemasyarakatan dididik dan diajarkan nilai-nilai sosial dan anti kriminal. Nilai tersebut bukan diberi dengan cara kekerasan ataupun represif. Melainkan persuasif. Salah satunya adalah menjalin komunikasi yang baik antara pegawai LP/Sipir dengan tahanan maupun narapidana.

Salah satu cara paling ampuh adalah berbagi rokok. Ini fakta yang harus didukung. Bayangkan saja, narapidana yang jumlahnya berkali-kali lipat dari Sipir. Jika tidak dilakukan pendekatan yang persuasif, maka kerusuhan bakal tak terbendung yang mengundang tindakan represif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline