Lihat ke Halaman Asli

Rano dan Ejaan JO-KO-WI

Diperbarui: 1 Oktober 2016   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Je o jo, ka o ko We i wi, Jokowi.” Rano mengeja dengan polosnya pada tatapannya di sebuah surat kabar. Nama Jokowi menjadi headline di akhir judul. Judul penuhnya yakni “PAN Dukung Pemerintahan Jokowi”, namun yang di eja Rano hanyalah nama terakhir. Sudah dua bulan sejak Rano menemukan sobekan koran bergambar “Pria Kurus Tinggi Berbaju Putih”, kini Rano kerap mengikuti perkembangan “aksi” Presiden ke 7 RI Ir. Joko Widodo.

Jokowi adalah inspirasi Rano. Bagaimana tidak, tiap hari dia menanyakan soal Jokowi pada Pak Lubis. Kini Rano telah dianggap anak oleh Pak Lubis. Berkisar seminggu usai Rano “dikenalkan” tentang Jokowi oleh Pak Lubis, kini Rano dipekerjakan di tempat usaha reparasi jam Pak Lubis bersama adik bungsu Pak Lubis. Rano pun telah tinggal di loteng warung makan Pak Lubis. Tak menyia-nyiakan kasih sayangnya pada Rano, Pak Lubis selalu mengajarkan Rano membaca dan mengaji tiap malam.

Perkembangan membaca Rano cukup lamban, dua bulan dia hanya lancar mengeja nama “Pak Jokowi”. Hingga Pak Lubis juga kerap hampir hilang kesabarannya dalam mengajar. Siang itu Rano sedang membantu adik Pak Lubis dalam meraparasi jam. Rano cukup handal dalam mengecilkan jam tangan, dia cukup lincah membuka dan memasang pengerat gelang jam. Pekerjaan barunya ini melepasnya dari eksploitasi Bang Leman pengusaha Botot dekat Tol.

Pak Lubis pun duduk bersama sang istri di warung makannya yang sudah melewati saat-saat ramai pembeli. Beralas handuk hijau di bahunya dan kopiah hitam di kepalanya, Pak Lubis merenung dalam benaknya memikirkan tanggung jawabnya pada Rano yang belum dapat membaca. Rasa haru menyelimuti fikirannya.

“Harus sungguh-sungguh kita ajarkan si Rano membaca ya buk,” kata Pak Lubis pada istrinya. Istrinya pun mengiyakan, dia juga sayang pada Rano seperti anaknya sendiri.

“Ya pak, kasihan itu anak. Mau kita sekolahkan, bisanya tahun depan, sekarang kitalah yang beranggung jawab mendidiknya pak,” jawa Bu Rano.

Si kecil Randi yang duduk di atas meja makan “membeo” mengikuti ucapan ibunya membuat Pak Lubis tersenyum lucu pada anak keduanya tersebut.

“Kalau kita les kan aja dulu gimana pak,” kata Buk Lubis.

“Sama saja, kalaulah les di tempat yang ramai mana bisa konsentrasi anak itu, sedangkan bapak aja yang ajarkan dia gak bisa-bisa.” “Les privat, yah mending bapak aja yang ajarkan,” Pak Lubis menanggapi.

Adzan Maghrib sudah berkumandang, usai pulang kerja, Rano sudah memakai sarung dengan baju kaos dan lobe bersama Pak Lubis ke Masjid Taqwa Muhammadiyah dekat rumahnya. Acap kali pulang shalat berjamaandi Masjid, Rano mengulang bacaan Surat Al Fatihah di sepanjang jalan kembali ke rumah. Soal shalat Rano sudah banyak kemajuan yang membuat Pak Lubis tersenyum bangga ketika hari itu dia sudah lancar membaca Al Fatihah.

Jantung Rano berdegup tiap kali plang Shalat Maghrib. Bukan takut, namun tak enak hati, dia tak kunjung lancar membaca. Rano tak enak, karena Pak Lubis yang dilihatnya begitu sabar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline