Lihat ke Halaman Asli

Fiqhan Badaliy

Mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin | Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan | Ketua Bidang Departemen PSDM | Dewan Ekesekutif Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah sebagai Bahan Propoganda di Tengah Wabah Pandemik Covid-19

Diperbarui: 27 April 2020   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: FMT News

Bumi kita sedang dikejutkan dengan adanya wabah suatu penyakit yang kita kenal dengan virus corona atau covid-19 (Corona Virus diseases-19). wabah corona yang telah tersebar luas di berbagai Negara membuat permasalahan ini sangat serius untuk ditangani terkhusus Negara Indonesia kita tercinta  yang sedang dilanda berbagai problematika ditengah pandemik covid-19 ini mulai dari sektor ekonomi, sosial, hingga masalah ibadah pun membuat semuanya menjadi kacau.

Adanya tulisan ini terkait dengan keresahan penulis sendiri terhadap sikap orang-orang yang kurang memahami kebijakan penyelenggaraan ibadah sehingga kurang tepat bertindak ditengah wabah corona ini baik dikalangan masyarakat maupun pemerintah daerahnya. Mulai dari sikap saling menyalahkan hingga merasa paling tahu terkait permasalahan agama saat ini yang membuat orang-orang disekitar menjadi terpecah belah serta membuat keresahan yang begitu mendalam.

Tulisan ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman masyarakat terkait hal ibadah sekaligus evaluasi untuk pemerintah daerah agar lebih progresif dan tidak bertele-tele dalam menangani wabah covid-19 ini.

Penulis menyayangkan hingga saat ini masih banyak di kalangan masyarakat muslim dan pemerintah daerah yang salah memahami terkait dengan fatwa MUI tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 Nomor 14 Tahun 2019, Surat edaran Kementrian Agama RI tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19 nomor: SE. 6 Tahun 2020, dan Maklumat Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia nomor: Mak/ 2/ III/ 2020 tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). 

Keluarnya kebijakan ini dijadikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menjadikannya sebagai bahan propoganda di sekitar masyarakat yang membuat perselisihan antar sesama. Dalam point-point kebijakan yang disampaikan oleh pemerintah pusat tidak ada satupun larangan penutupan masjid atau tempat ibadah wajib ditutup melainkan pelarangan sholat berjamaah atau membuat kegiatan agama didalamnya yang melibatkan banyaknya berkumpul orang-orang didalamnya. 

Kebijakan ini banyak dipelintir sehingga banyak menimbulkan perselisihan dan kerasahan bagi masyarakat. Penulis kira sosialisasi pemerintah belum rata dan menyeluruh sehingga masih ada saja masyarakat yang susah di atur bukan karena mereka tidak taat akan tetapi cara penyelesaian masalahnya yang kurang tepat sehingga perlunya interaksi yang lebih baik lagi kepada masyarakat bukan hanya himbauan lewat media saja. 

Ketentuan pelaksanaan ibadah sudah di atur oleh MUI dari ketentuan poin-poin yang dijelaskanpun sudah sangat jelas akan tetapi masih saja ada yang salah dalam memahami kebijakan tersebut. 

Berikut point dari ketentuan hukum Fatwa Mui yang harus kita pahami:

istimewa

1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan mejauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Point ke-1 menjelaskan kita sebagai ummat muslim bersikap ikhtiar atau usaha dalam menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang menimbulkan kemudharatan diri. Didalam qaidah ushul fiqh  لاَضَرَرَوَ لاَ ضِرَارَ  “tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline