Lihat ke Halaman Asli

Fionna Sadina

Universitas Airlangga

Penerapan Kurikulum Merdeka di Indonesia: Nasib Sama dengan Kurikulum 2013

Diperbarui: 9 Mei 2023   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Pasalnya, adanya pendidikan ini akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, di mana hal tersebutlah yang mempengaruhi perkembangan suatu negara. Sebab, melalui pendidikan seseorang tidak hanya belajar persoalan akademik saja, melainkan juga non akademik seperti soft skills yang tentunya sangat berguna dalam masyarakat. 

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengusahakan berbagai cara untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia salah satunya dengan menerapkan kurikulum Merdeka.

Berbeda kepemimpinan, berbeda kebijakan. Stigma itulah yang kemudian mengakar dalam pikiran masyarakat, di mana berkembang suatu pemikiran bahwa kebijakan akan terus berganti seiring dengan pergantian pemimpin. Sama halnya pada dunia pendidikan, kurikulum akan terus berganti sesuai dengan pemegang jabatan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek). 

Pada kepemimpinan Bapak Nadiem Makarim, Beliau memberlakukan kurikulum Merdeka sebagai kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi pendidikan di Indonesia yang berubah-ubah, sehingga kurikulum Merdeka dirasa paling tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. 

Apalagi, kurikulum Merdeka sendiri dikaitkan dengan kebebasan belajar yang diberikan pada siswa maupun mahasiswa di Indonesia, bahkan juga kepada guru atau para tenaga pengajar.

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang menekankan pada kebebasan dan pemberian keleluasaan pada pendidik untuk memberikan pembelajaran berkualitas, disesuaikan dengan kebutuhan serta lingkungan belajar peserta didik. 

Selain itu, kurikulum Merdeka tak hanya berfokus mengembangkan hard skills yang dimiliki siswa, melainkan juga dengan soft skills serta pengembangan karakter berbasis pelajar Pancasila. Terakhir, kurikulum Merdeka juga menekankan pada metode pembelajaran yang fleksibel, di mana guru atau tenaga pendidik dapat menyesuaikan materi yang diberikan pada siswa sesuai dengan kemampuan masing-masing. 

Hal ini didukung dengan proses pembelajaran yang interaktif dan relevan dengan kehidupan dalam masyarakat, sebab digunakan metode Project Based Learning sehingga siswa dilatih untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat. Harapannya adalah agar siswa bisa memiliki kreativitas dan pemikiran inovatif sehingga nantinya mampu mendukung perkembangan bangsa Indonesia.

Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak sekali kendala atau persoalan dalam kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Bapak Nadiem Makarim ini. Pertama, keunggulan menarik yang ditawarkan oleh kurikulum Merdeka ini tidak akan tercapai jika kedua belah pihak, yakni siswa dan guru tidak memiliki rasa inisiatif yang tinggi. 

Padahal, jika dilihat pada kenyataannya, kualitas siswa dan guru saat ini masih belum cukup baik apalagi dalam zaman pascapandemi ini. Kebiasaan belajar daring selama masa pandemi yang kemudian mengakar dalam diri siswa dan guru inilah yang kemudian harus diubah dan disesuaikan dengan masa baru. Sebab, kurikulum ini baru bisa berjalan dengan baik apabila didukung dengan sumber daya manusia yang baik pula.

Selanjutnya, kurikulum Merdeka yang menekankan pada fleksibilitas dan kebebasan ini masih belum dapat diterima dengan baik oleh berbagai pihak. Dengan kata lain, kurikulum Merdeka yang menjunjung kemandirian ini masih kurang sesuai apabila diterapkan pada kondisi pendidikan Indonesia saat ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline