Sepulang sekolah, Satria mengajak Rino dan Retna mengerjakan tugas kelompok di rumahnya. Mama sudah menunggunya di pintu.
"Satria, ada kejutan di kamarmu!" kata Mama sambil menyambut ketiga anak itu. "Horeee..!" teriak Satria riang. Ia pun segera berlari menuju kamar diikuti kedua temannya.
"Surat dari siapa, Sat?" tanya Retna.
"Dari Alam, sahabat penaku, Na. la tinggal di Pulau Tello, Nias. Karena pulaunya terpisah dari pulau besar, suratnya lama sekali sampainya. Kadang aku jadi tidak sabar menunggu!" jelas Satria. Satria segera merobek amplop surat yang diterimanya.
"Kok, hari gini masih pakai surat. Kenapa enggak pakai e-mail saja. Kan, lebih praktis?" tanya Rino.
"Alam, kan, tinggal di pulau kecil, No. Sambungan internet dan telepon di sana sulit," cerita Satria pada Rino dan Retna.
"Kehidupan di pulau itu beda! Alam pernah cerita, kalau dia sering main di laut untuk menangkap ikan kecil. Malah, dia pernah mengirimkan fotonya sedang berselancar di bawah ombak. Hebat, kan?" Satria sangat bangga menceritakan sahabat penanya itu.
"Itu rumah temanmu?" tanya Rino sambil mengerutkan dahi, ketika melihat foto rumah Alam. Retna juga terlihat kaget.
"Orangtua Alam, kan, tidak seperti orangtua kita, No. Alam selalu membantu orangtuanya dikebun,"jelas Satria perlahan. perasaan Satria mulai tidak enak. Ia merasa kedua temannya tidak bisa melihat keunikan kehidupan Alam.
"Umur berapa dia, Sat?" tanya Retna.
"Kelas enam. Tapi, umurnya sedikit di atas kita. Alam pernah tinggal kelas karena..." Satria tidak menyelesaikan kalimatnya. Satria melihat Retna dan Rino saling berpandangan. la keburu malas menjelaskan bahwa Alam beberapa kali harus tinggal kelas, karena terkadang harus meninggalkan sekolah saat orangtuanya tidak sanggup membayar.