Aku mendengar keragu-raguan dari kalimat yang kaya akan diksi tapi miskin makna.
Suaramu terbata-bata
Saat kau datang dengan cerita, hari itu hujan jatuh di beranda.
Kisah yang sebenarnya tidak penting bagiku hanya karena menjadi pendengar yang baik, bukankah kau harus bereaksi?
Setiap hubungan bagiku mengandung kata saling. Ketika orang lain berbicara, berarti aku harus menjadi pendengar terbaik mereka. Ketika kau memberi satu padaku, akan aku beri tiga, ketika kau tersenyum akan aku berikan senyum tak kalah manis, begitu seterusnya. Aku bukan termasuk ingin menggolongkan diri menjadi telinga yang hyper baik, hyper manis, apa lagi hyper yang lainnya. Bagiku begitulah makna menghargai yang sesungguhnya. Karena sering kali kekecewaan muncul ketika telinga kanan berusaha memahami telinga kiri tapi telinga kiri tidak berusaha mencerna dengan baik keinginan telinga kanan. Tapi memang bagitulah hubungan. Entah itu hubungan telinga dengan telinga, bibir dengan bibir, mata dengan mata, sering kali memicu kesalahpahaman karena terburu-buru menarik kesimpulan.
Kau bukan pendosa yang akan langsung dijebloskan Tuhan ke neraka lantaran berusaha mengakui kelemahanmu hanya pada sepotong telinga. Anggaplah aku pendengar yang baik, bukan Tuhan atau hakim yang bermaksud ingin memberimu hukuman berat karena kau menceritakan kejahatan. Kejujuran tak pernah melukai. Bukankah begitu? Aku tidak suka mengatakan hal-hal baik untuk menghibur lawan bicaraku. Bagi banyak orang mungkin aku sangat menyebalkan, karena terlalu jujur.
Padahal ketika mendengarkan, seseorang sedang berusaha menjadi penyimak yang baik. Kau hanya perlu mengatur bagaimana kepala dan hatimu menerima. Ambillah yang baik-baik. Yang kau anggap paling berguna. Bukankah begitu fungsi telinga?
Ketika mendengarmu aku memutuskan untuk tidak menjadi siapa-siapa. Meski pun hingga kini aku memang bukan siapa-siapa bagi semua orang. Aku bukan teman yang sangat memahamimu, bukan juga sebagai kekasih yang sedang berusaha mengiburmu, aku juga bukan tetangga yang sedang ingin menawarkan bantuan, atau ibu yang bermaksud menganjurkanmu untuk tetap memupuk mimpi, kalau-kalau suatu hari kau bisa jadi pegawai negeri karena baik bagi masa depanmu. Bukan! Tugasku hanya menjadi pendengar yang baik, mengutarakan apa yang menurutku perlu dikatakan. kebenaran tak pernah salah.Tapi kejujuran memang kadang tidak disukai banyak orang.
Oleh sebab itu di tempat ini, begitu banyak perempuan yang memilih untuk memotong telinga mereka bagian kiri untuk mereka berikan kepada orang yang sebenarnya tidak mereka kenali. Kadang sebagai hadiah, kadang sebagai pupuk untuk menghibur tanaman. Mereka tak menyadari, kebanyakan diantara mereka mengorbankan telinga mereka untuk menunda siksaan. Karena begitu baiknya mereka menghibur, sampai tak sadar lawan bicara mereka sedang tak jujur. Kebohongan bagi mereka jauh lebih baik jika itu mendatangkan kegembiraan. Telinga sebelah kiri lebih menyukai kebohongan. Karena cendrung rapuh, tidak suka kritik, dan pecemburu . Sementara, telinga kanan selalu bimbang akankah setiap hari adalah waktu terbaik untuk berbohong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H