Oleh : Ratu Rahmawati Dewi
Akhir -- akhir ini, bank syariah dapat dikatakan sering diperbincangkan dan disambut positif oleh kalangan masyarakat karena banyak masyarakat yang menyambut antusias dengan melakukan investasi dan melakukan penyimpanan uang untuk melakukan berbagai pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang menggunakan prinsip -- prinsip syariah yang terdiri dari keseimbangan, keadilan, dan kemaslahatan. Fungsi utama dari bank syariah adalah melakukan penghimpunan dana masyarakat dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk pinjaman.
Dalam sistem kerjanya, bank syariah melakukan konsep islam dengan cara melakukan pembagian keuntungan dan kerugian secara merata. Hal ini bertujuan untuk kaum muslim untuk memenuhi kebutuhan ekonominya namun tetap berlandaskan pada AL-Quran dan As-Sunnah untuk menghindari adanya riba yang tertulis pada Al-Baqarah ayat 275 bahwa apabila seseorang tersebut memakan riba, maka diancam hukumannya adalah dengan neraka.
Lembaga keuangan merupakan lembaga perbankan yang harus didasari dengan trust society, dimana hal ini tidak akan asing dengan risiko. Tingkat dari risiko yang yang dihadapi menjadi sebuah faktor yang memiliki peran penting dalam perkembangan perbankan syariah dalam menghadapi adanya persaingan perbankan yang semakin kompetitif. Terdapat alasan apabila suatu manajemen risiko memiliki kewajiban untuk mengaplikasikan hal tersebut di dalam perbankan syariah.
Yang pertama adalah adanya penerapan mengenai Bassel Accord II (hasil dari penyempurnaan Bassel Accord I), yang dimana bank syariah tidak mungkin lepas dengan adanya risiko global dalam dunia perbankan.
Alasan yang kedua adalah adanya kondisi dimana adanya transaksi yang tidak pasti atau tidak menentu dalam transaksi bank syariah melebihi dari bank konvensional dan hal ini tentu menyebabkan perbankan secara tidak langsung wajib menerapkan mengenai manajemen risiko.
Seperti yang sudah diketahui, bahwa terdapat empat jenis risiko pasar pada Bank Islam. Yang pertama adalah risiko imbal hasil, risiko yang diterima apabila imbal hasil yang diharapkan tidak dapat terpenuhi dikarenakan adanya kegiatan dalam pergerakan inflasi. Risiko pada imbal hasil tentu memiliki dampak atau efek pada profitabilitas bank.
Hal ini dikarenakan ketika melakukan antisipasi, bank tentu harus menyisakan laba yang dihasilkan untuk melakukan pembayaran dalam pembagian hasil deposan yang telah disepakati bersama meskipun bank yang terekspos memiliki risiko pada kredit atau risiko pasar.
Dalam melakukan hal ini, bank syariah tentu dituntut untuk dapat melakukan sistem prudential banking principle dalam melakukan adanya penyaluran kredit untuk mengantisipasi hal -- hal yang berisiko agar dapat dilakukan mitigasi yang baik.
Para nasabah atau konsumen dituntut untuk memahami akad yang baik agar dapat menggunakan konsep titipan (wadiah). Hal ini dikarenakan pihak dari bank syariah tidak perlu adanya pembagian dalam bagi hasil karena dana yang mengendap bersifat tidak ada ikatan dan dapat diambil kapanpun.