Saat ini dunia berada pada titik revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan IOT atau internet of think, artinya kecerdasan buatan yang ditambahkan pada suatu sistem yang bisa diatur. Keadaan itulah mengantarkan manusia menuju era disrupsi. Masa di mana terjadi perubahan yang begitu cepat, tanpa diduga dan tidak mengikuti aturan secara berkala. Sehingga berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik politik, keamanan, ekonomi, budaya, sosial, dan pendidikan.
Menyoal dunia pendidikan ibarat mengarungi sebuah samudera yang luas dan nyaris tanpa batas. Sebagai suatu sistem yang saling terkait, memiliki banyak komponen yang berperan, dan faktor yang berpengaruh, baik berujung pada keberhasilan maupun kegagalan. Akan tetapi di antara sederet aspek yang turut menentukan berhasil-tidaknya pelaksanaan suatu sistem pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa guru merupakan kata kuncinya.
Sering dikatakan guru adalah ujung tombak dunia pendidikan. Guru adalah unsur utama yang menentukan alur sebuah "drama kolosial" bernama sistem pendidikan, mulai dari level sekolah sebagai lembaga terkecil sampai ke lingkup yang besar sebagai suatu sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu kualitas pendidikan di sebuah sekolah atau negara sangat ditentukan oleh kualitas gurunya. Karena jika sebatas mentransfer materi dan keterampilan teknis, teknologi dewasa yang semakin menggeliat mampu untuk mengambil alih. Akan tetapi pemberian contoh terhadap sikap dan tingkah laku, guru tetap aktor utama yang tidak terganti.
Guru sebagai figur dalam melahirkan sumber daya manusia yang unggul. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 ayat menyebutkan adanya 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru yakni kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Adapun pembahasan mengenai kepribadian seorang guru, kiranya tidak terbatas pada uraian yang singkat, karena kepribadian merupakan suatu pola keseluruhan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai lainnya yang melekat. Sehingga kompetensi ini merupakan titik central pendidikan sebagaimana yang tercatat dalam sejarah. Musthafa Muhammad at-Thahan dalam bukunya Muhammad Sang Guru, memaparkan sejak 14 abad yang lalu Nabi Muhammad Shallahu 'Alaihi Wa Sallam telah memberikan qudwah perihal kemuliaan akhlak.
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda dalam sebuah hadits yang artinya, "Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak."Maka tidak-lah Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam diutus di muka bumi melainkan sebagai penyempurna akhlak ummat manusia. Beliau Shallahu 'Alaihi Wa Sallam berhasil mengubah perilaku para sahabat dari rendahnya kebodohan menjadi pemimpin peradaban, kekasaran sikap menjadi keluhuran adab, dan dari keegoisan yang durjana menjadi kemanusiaan yang penuh kasih. Maka Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam pendidik agung bagi generasi Islam, yang tidak hanya menyampaikan secara lisan melainkan memberi contoh dalam perbuatan.
Sejalan dengan syair Arab yang artinya, "Perilaku lebih tajam pengaruhnya dari sekedar ucapan".Kalimat tersebut dapat menjadi acuan penting terlebih di zaman ini, melihat kebanyakan kepribadian peserta didik yang rusak dan tidak bermoral. Sularto dalam bukunya Praksis Pendidikan Dari Kujana Menjadi Sujana Mungkinkah? yang dikutip oleh Eris Warmasnyah menyatakan bahwa praksis pendidikan sekarang lebih banyak menghasilkan kujana yaitu orang pintar, terampil, tetapi berperilaku durjana. Sehingga generasi saat ini membutuhkan figur teladan dari sosok guru yang memiliki moral.
Realitanya banyak dari guru yang tinggi intelektual, banyak gelar, namun sebatas untuk formalitas. Sehingga degradasi moral oleh pendidik semakin menyedihkan, terlihat dari kian menjamur kecurangan, suap menyuap, korupsi, penganiayaan, dan merebaknya pelecehan seksual. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti memberikan data, total kekerasan seksual itu sendiri mencapai 88% yang dilakukan oleh guru, 22% kepala sekolah, 40% guru olahraga, 13,13% guru agama, selebihnya guru mata pelajaran lain dan wali kelas.[10] Sehingga sebuah pepatah mengatakan, "Guru kencing berdiri dan murid akan kencing berlari", artinya kepribadian peserta didik sangat berkaitan dengan kepribadian gurunya.
Mengapa "kepribadian guru" karena setiap guru menjadi tokoh idola yang akan ditiru dan diteladani, untuk itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik hendaknya guru memiliki sikap dan tingkah laku yang baik, mulai dari penampilannya saat mengajar sampai pada perilaku kesehariannya. Muhammad Khalifah dan Muhammad Qutub menuliskan, "Sangat disayangkan bahwa sekarang muncul generasi guru yang mengenakan pakaian tidak sesuai. Sungguh mengherankan ketika melihat seorang guru mengenakan pakaian bertuliskan slogan-slogan berbahasa asing yang mengandung makna-makna buruk, seperti "kiss me", yang mana perilaku berpakaian ini akan mengurangi kewibawaan guru."Kewibawanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Adanya kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru terdapat tanggung jawab yang tidak mudah, melainkan membutuhkan berbagai macam kekuatan seperti kuat jasmani, intelektual, dan ruhani.
Perihal paling utama yang harus dimiliki seorang guru adalah kuatnya ruhiyyah. Penting sekali bagi guru untuk menjaga kestabilan ruhiyyah agar tetap maksimal dalam mendidik, sebagaimana yang diungkapkan oleh KH Abdullah Syukri, "Materi itu penting, tapi tidak sepenting metode. Metode itu penting, tapi masih lebih penting lagi kehadiran guru. Guru hadir itu penting, tapi jauh lebih penting ruh seorang guru."Maka yang dimaksud ruh di sini adalah kedekatan dengan Allah Ta'ala yang dapat menumbuh suburkan keimanan, mengokohkan hati dan jiwa, serta menjadikan seseorang gemar beramal kebajikan.
Termasuk sebuah kebajikan yang mulai padam pada diri seorang guru terlebih pada zaman ini adalah muru'ah. Muru'ah dapat dipahami sebagai penjagaan tingkah laku yang mengutamakan agar tetap berada pada kebaikan dan berusaha untuk tidak melahirkan keburukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Hakikat muru'ah adalah tidak menyelisihi syariat dan urf (adat kebiasaan), maka siapa saja yang menerjang keduanya dikatakan telah rusak muru'ah-nya.