Memberikan hadiah kepada sesama merupakan tanda jika saling mencintai. Dan setiap orang lumrahnya akan merasa bahagia mendapatkan sesuatu sebagai hadiah.
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial memiliki momen tertentu yang mendorong hati dalam mengulurkan hadiah, seperti momen ulang tahun, pernikahan, wisuda, dan lain sebagainya.
Siapa saja berhak untuk menerima dan memberi pada momen tertentu, baik anak kepada orangtua, atau orangtua kepada anak, guru kepada siswa, atau siswa kepada guru, sesama teman, bahkan atasan dengan pekerja, dan begitu juga suami kepada istri atau sebaliknya.
Mengenai saling memberi hadiah pasutri, awal mulanya dapat terjadi dari usai-nya acara sakral ijab qobul. Suami mengucapkan akad ijab, dan wali mempelai wanita menerima dengan akad qobul.
Setelah itu keduanya terikat dengan tali pernikahan, yang mana ketika suami masih menjadi "aku", sang istri sebagai "kamu", pasca momen tersebut tidak lagi ada "kamu dan aku" akan tetapi menjadi "kita."
Menjadi "kita" dalam bahtera rumah tangga adalah dambaan yang diharapkan berselimut bahagia. Sehingga kebahagiaan yang tercipta, tidak hanya dirasakan mempelai berdua tapi semua yang dikenal turut serta bersuka ria. Baik mempelai dan tamu undangan sama-sama tersenyum dan bersyukur menyaksikan dua insan yang dipertemukan untuk mengarungi ibadah ter-panjang, yaitu pernikahan.
Tentunya tamu pernikahan yang diundang ketika datang tidak dengan tangan kosong, pasti dengan kado istimewa. Kado-kado teman dan kerabat dari masing-masing mempelai inilah menjadi pelengkap kebahagiaan hati. Sehingga aktivitas 'membuka kado' masuk dalam jadwal pasutri setelah acara selesai.
Tidak cukup sampai disitu, melainkan ada kado dari tuhan yang jauh lebih diharapkan bagi pengantin baru. Pasangan suami istri akan mengusahakan jiwa dan raga demi menjadi manusia yang mendapatkan hadiah dari tuhan. Karena tujuan dari pernikahan, selain menyempurnakan separuh agama juga untuk ber-keturuan.
Beragam cerita yang terjadi dari pasutri mengenai kehadiran buah hati dapat menjadi pelajaran bagi yang masih memilih sendiri. Karena dari mereka ada pasangan yang memilih tidak ingin memiliki buah hati, atau pasutri yang memang bercita-cita menjalani peran ibu dan ayah dengan sepenuh hati, atau dari mereka ada yang menantikan dan penuh perjuangan tapi buah hati tak kunjung hadir menemani.