Lihat ke Halaman Asli

Allah Lebih Merindukanmu

Diperbarui: 24 Desember 2022   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang itu suasana begitu tenang, sama dengan hari-hari sebelumnya. Hanya saja ada satu hal yang membuat hari ini menjadi sebuah moment yang takkan terlupakan dalam sejarah hidupku.

Namaku haura. Aku adalah salah satu santriwati di pondok pesantren di jawa tengah. Siang itu saat matahari masih mengambang tenang di atas kepala. Saat aku masih disibukkan dengan aktivitas harianku, aku dikejutkan dengan sebuah i'lan yang memecahkan konsentrasi.

"Nidaan ila ukhtina Haura, alaiha bil hudhur ila hujrotil ustadzah 'ajilan."

Ya, panggilan itu tertuju padaku. Bergegas aku tinggalkan kesibukanku untuk memenuhi panggilan itu. Belum sampai di kamar ustadzah, ada seseorang yg memanggilku, "Haura..kemari!" serunya. Aku mempercepat langkahku untuk menghampirinya. Beliau langsung bicara padaku bahwa beliau mendapat amanah dari abi untuk mengantarkanku pulang. Tanpa kutanyakan alasannya, aku langsung bersiap untuk pulang. Meski rasa penasaran terus menghantuiku.

Singkat cerita,ternyata abi sudah menungguku di depan rumah. Segera kuhampiri abi, lalu kucium tangannya dengan takzim.

"Abi, kenapa abi ingin Haura pulang?"tanyaku.

"Umi mau bicara sama Haura." Jawab abi datar, dengan senyum tipisnya. Seperti dari raut wajahnya menyimpan sesuatu yang sangat berat. Ya Allah, apa yang terjadi? Ada apa dengan abi? Apa yang ingin umi bicarakan padaku? Batinku terus bertanya dan berharap ini semua akan baik-baik saja.

Aku melangkahkan kaki menuju kamar umi. Betapa terkejutnya aku, melihat umi tersungkur lemas dengan tangisan yang semakin menderas. Ya Allah, siapakah yang tega melihat malaikat pelindungnya menangis? Hatiku sungguh pedih melihat air mata umi yang terus mengalir.

Aku merengkuhnya, kutanyakan apa yang membuatnya menangis. Namun tak sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Hanya ada isak tangis yang membuatnya kelu untuk mengungkapkan sesuatu. Dengan sabar aku menunggu jawaban itu. Hingga terucap darinya sebuah nama yang membuatku semakin tenggelam dalam tanya, kak Zhie.

Kak Zhi adalah kakak laki-lakiku yang berada jauh di negeri sebrang. Kutanyakan pada umi, apa yang terjadi dengan kak Zhie? Namun lagi-lagi hanya isak tangis yang kuterima. Tak lama abi datang, mengelus lembut kepalaku dan menjelaskan semuanya.

"Sabar ya nduk, kak Zie telah mendapatkan kemuliaan tertinggi di sisi Allah.." jelas abi lembut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline