Visi merupakan impian, cita-cita atau nilai inti dari seseorang atau suatu lembaga dan organisasi. Bisa dikatakan visi menjadi tujuan masa depan seseorang atau suatu organisasi dan lembaga. Visi berisi pikiran-pikiran yang terdapat di dalam benak seseorang atau para pendiri lembaga. Pikiran-pikiran itu adalah gambaran dari masa depan dari seseorang atau organisasi yang ingin dicapai. Visi juga dapat diartikan sebagai suatu pandangan tertentu mengenai arah managemen lembaga. Ini sangat menentukan akan dibawa kemana lembaga yang bersangkutan di masa depan. Adanya visi ini dipengaruhi oleh suatu pandangan bahwa untuk mencapai suatu kesuksesan seseorang, organisasi atau lembaga harus memiliki arah yang jelas.
Sebagai calon guru penggerak kita perlu memiliki visi yang jelas agar dapat menciptakan kelas yang di harapkan bagi murid merdeka. Guru penggerak harus memiliki gambaran yang jelas mengenai layanan dan lingkungan pembelajaran yang diharapkan murid merdeka agar dapat memaksimalkan layanan dan memiliki arah yang jelas untuk mencapai tujuan untuk mewujudkan merdeka belajar bagi murid merdeka.
Visi yang baik adalah visi yang dapat membawa perubahan positif di lingkungan seseorang. Seorang guru penggerak harus mampu merumuskan visi yang menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid. Namun untuk menciptakan perubahan tersebut bukanlah hal yang mudah. Seorang guru penggerak harus mengupayakannya dengan cara berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan dan dilaksanakan secara konsisten.
Untuk mewujudkan suatu perubahan positif di sekolah diperlukan suatu pendekatan yang dapat melibatkan semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi membuat perubahan yang positif. Salah satu pendekatan perubahan yang bisa diimplementasikan di sekolah adalah paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA merupakan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. IA pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider dengan menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif (Noble & McGrath, 2016).
Pendekatan IA mempercayai bahwa kekuatan mendatangkan sesuatu yang lebih daripada peningkatan kinerja, kekuatan akan mendatangkan transformasi. IA dibangun dengan asumsi bahwa setiap organisasi memiliki inti positif yang disadari atau tidak memberikan kontribusi pada keberhasilan, kekuatan, potensi, dan aset mereka selama ini. Pada praktiknya, IA adalah seni dan keterampilan yang kuat dalam mengajukan pertanyaan berikut tindak lanjutnya. Jika dijalankan dengan saksama dan bersama-sama maka IA berpeluang besar untuk memperkuat kapasitas sekolah untuk menjadi komunitas pembelajaran yang positif.
IA memulai perubahan berdasarkan pertanyaan utama yang ditentukan bersama dan dijalankan dalam suasana yang positif dan apresiatif. Ada lima tahapan utama yang di singkat dalam akronim B-A-G-J-A untuk menggambarkan proses yang akan dibawakan sepanjang penerapan model dan akan membawa perubahan. Tahapan B-A-G-J-A tersebut diantaranya,
- Buat pertanyaan (B), satu pertanyaan utama yang dibuat akan menentukan arah penelusuran, penyelidikan, penelitian terkait perubahan yang diinginkan.
- Ambil pelajaran (A), setelah sepakat memilih pertanyaan utama, pada bagian ini akan menuntun bagaimana harus mngambil pelajaran dari pengalaman positif individu maupun kelompok baik dalam unsur yang berbeda maupun sama.
- Gali mimpi bersama (G), pada tahapan ini komunitas sekolah akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan dengan menggambarkan secara rinci dalam sebuah narasi.
- Jabarkan rencana (J), pada tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil keputusan-keputusan.
- Atur eksekusi (A), pada bagian ini adalah bagian yang mentraspormasi rencana menjadi nyata.
Paradigma IA bisa dikaitkan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) mengenai Kodrat alam dan kodrat zaman serta pernyataan beliau berikut: " Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu ". Sebagai seorang pendidik kita hanya bisa merawat dan menuntun kodrat alam dan kodrat zaman dari anak didik karena setiap anak tumbuh sesuai dengan kodratnya sendiri. Seorang pendidik harus bisa menyelaraskan hal-hal positif dari korat alam anak dengan menguatkan karakter yang baik pada anak serta menyesuaikan pendidikan dengan kodrat zaman anak. Seperti di era sekarang era digital, seorang pendidik harus bisa mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkan teknlogi dalam pembelajaran sebagai salah satu cara untuk menumbuhkan murid merdeka.
Paradigma IA dengan pemikiran KHD sama-sama menggunakan prinsip menjadikan sisi positif sebagai kekuatan agar kelemahan menjadi tidak relevan. Menurut pemikiran KHD hal-hal positif dari kodrat alam dan kodrat zaman anak-anak harus ditebalkan sehingga hal-hal yang negatif dari kodrat tersebut akan menjadi samar. Hal ini sejalan dengan paradigma IA yang membuat perubahan yang berfokus pada penyelarasan kekuatan sehingga secara tidak langsung dapat mengatasi kelemahan.
Paradigma IA dengan tahapan BAGJA dapat dimanfatkan oleh seorang pendidik untuk menuntun tumbuhnya kodrat alam dan kodrat zaman anak didik. Yaitu dengan menggali hal-hal positif yang ada pada anak kemudian menjadikan hal-hal positif tersebut menjadi sebuah kekuatan agar anak didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sehingga bertumbuh menjadi murid merdeka. Dengan memanfaatkan paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA serta melaksanakan pemikiran KI Hajar Dewantara (KHD) seorang guru penggerak akan mampu merumuskan visi dalam menumbuhkan murid merdeka dan menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak didiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H