Lihat ke Halaman Asli

Komunitas Islam Ideal yang Relevan dengan Kepribadian Bangsa

Diperbarui: 7 April 2016   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Negara kita indonesia adalah negara yang memiliki posisi starategis dalam rute perdagangan dunia, sehinggah dulu banyak sekali negara yang ingin menguasai indonesia. Selain itu indonesia adalah negara kepulauan terbesar dan memiliki banyak kekayaan tersimpan di dalamnya. Dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau indah dengan sumber daya alam yang tak terhiggah, minyak bumi, batu bara dan emas adalah bukti nayata kekayaan indonesia. Berbagai macam jenis flora dan fauna pun ikut menghiyasi keindahan negeri kita ini dan destinasi-destinasi wisata alam yang menawan semakin melengkapi keajaibannya. 

Bahkan banyak yang bilang bahwa indonesia adalah surga yang turun ke bumi. Namun kekayaan indonesia bukan hanya dalam bentuk kekayaan alam tetapi juga kekayaan tradisi dan kebudayaan. Oleh karena itu islam bisa merasuk ke lubuk hati para pribumi karena islam bisa berakulturasi  dengan budaya dan kearifan lokal. Begitu indahhnya negeri kita ini dengan segala keunikannya. Tetapi kenyataan yang kita lihat sekarang bertolak belakang dengan semua itu. Kemiskinan tersebar di mana-mana, pengangguran semakin merajalela, dan kriminalitas seakan tiada hentinya. kita secara formal memang sudah merdeka, tetapi secara mental kita masih terjajah dan terbelakang. Lalu tanggung jawab siapakah semua ini?

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Perlu di pertegas bahwa agama ini adalah agama rahmatan lil alamin bukan cuma lil muslimin. Sebab itu  sebagai umat islam dan penduduk negeri ini maka kita lah yang bertanggung jawab atas semua masalah yang terjadi di negeri ini. Allah swt berfirman dalam surah Al-Baqarah 143 :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنتَ عَلَيْهَا إِلاَّ لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللّهُ وَمَا كَانَ اللّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللّهَ بِالنَّاسِ لَرَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

[Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

Dalam ayat tersebut islam diidealkan sebagai ummatan washata. Idealisasi ini sangat relevan dengan usaha pembangunan identitas dan kepribadian bangsa yang merupakan bagian dari pembangunan jiwa.  Ummah adalah kumpulan orang yang dihimpun oleh suatu ikatan berupa agama, waktu dan tempat. Ummah dalam ayat itu menunjuk kepada kumpulan orang yang dihimpun oleh ikatan agama dan menjalankan peran atau tugas tertentu. Dengan tugas ini kumpulan itu menjadi kelompok yang membentuk peri kehidupan berbudaya dan dikenal dengan masyarakat. Adapun wasath dalam bahasa berarti tengah dan digunakan dengan pengertian adil dan pilihan. Dengan demikian ummatan wasatha adalah masyarakat tengah, adil dan pilihan. 

Apabila ketiga pengertian ini digabung bisa masyarakat tengah dan adil sehinggah menjadi masyarakat pilihan. Penggabungan ini bermana bahwa umat islam menjadi masyarakat pilihan karena karena berada di tengah dan adil diantara dua kecenderungan ekstrim dan gerakan sosial politik dan kebudayaan, misalnya gerakan kanan dan kiri dan kebudayaan materialisme dan spiritualisme. Kualitas pilihan ini menjadi tanda keberadaan umat islam dan karenanya menjadi identitas yang diidealkann bagi mereka sebagai masyarakat.

Dengan identitas itu, umat islam sebagai ummatan washata memiliki tugas eksternal (keluar) dan internal (kedalam) yang berat. Tugas eksternal yang harus mereka laksanakan diungkapkan dengan litakunu syuhada’ ‘alan nas (supaya kamu menjadi saksi atas manusia). Di dunia umat islam sebagai ummatan wasatha memiliki tugas menjadi saksi sejarah atas masyarakat-masyarakat yang lain. Dengan tugas ini mereka harus mampu memahami realitas masyarakat lain secara obyektif dan mengambil tanggungjawab sebagai konsekuensi atas pemahaman itu. 

Apabila mereka melihat masyarakat lain rendah dan terbelakang, maka mereka memiliki tanggungjawab untuk mengangkat dan memaajukannya. Sebaliknya jika mereka melihat masyarakat lain tinggi dan maju, maka mereka pun bisa mengakui ketinggian dan kemajuan itu dengan konsekuasi bersedia mengambil pelajaran dari ketinggian dan kemajuan yang mereka saksikan.

Lalu bagaimanakah kita menyelesaikan problem-problem yang dialami negara kita saat ini? Dengan cara apa kita mengatasinya? Jawabanya adalah dengan islam itu sendiri, Sebab islam sebagai agama yang universal dan komperhensif sudah menyediakan segudang solusi bagi permasalahan umatnya. Lalu bagaima dengan solusi khilafah islaiyah? Tentu ini bukan solusi yang tepat, karena indonesia bukanlah negara islam dan penduduknya tidak semuanya muslim. 

Sedangkan khilafah sendiri adalah sebuah solusi yang belum tentu bisa mengatasinya. Permasalahan baru yang akan mucul pasca khilafah diterapkan adalah siapa yang akan menjadi khalifah? Dari orang NU kah, atau Muhammadiyah, atau HTI atau bahkan wahabi. Sudah pasti setiap ormas tersebut akan berebut untuk menjadi pemimpin tertinggi di negeri ini. Dan akhir yang akan didapat bukanlah sebuah solusi melainkan terjadi perang sesama orang-orang islam itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline