Lihat ke Halaman Asli

Fina Syafaatur Rochmah

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Adat dan Islam di Jawa: Tradisi Slametan

Diperbarui: 28 Juni 2022   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adat dan islam di Jawa : Tradisi slametan

Masyarakat Jawa terutama yang abangan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan budaya. Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam masih belum bisa meninggalkan akan tradisi dan budaya jawanya. Pada mulanya acara selametan ini bersumber dari kepercayaan animisme, dinamisme, kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang orang Jawa yang menganggap bahwa setiap benda itu memiliki roh atau kekuatan tertentu. Sejak manusia Jawa lahir sudah diperkenalkan dengan tradisi-tradisi selametan, mulai dari kelahiran (brokohan, sepasaran, selapanan, setahunan) upacara perkawinan, masa kehamilan sampai kematian. Terkadang ada beberapa tradisi dan budaya yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Diantara tradisi dan budaya ini karena adanya kenyakinan akan roh-roh leluhur yang meiliki kekuatan ghaib, tradisi ziarah ke makam-makam para sesepuh atau orang-orang yang alim, melakukan ritual upacara yang bertujuan untuk persembahan kepada Tuhan atau keberkahan serta terkabulnya pada permintaan tertentu.

Masyarakat muslim khususnya daerah Jawa yang memiliki beberapa tradisi yang unik bahkan sering mereka lakukan, yaitu dikenal dengan sebutan selametan. Selametan sendiri berasal dari kata slamet atau selamat, yang maksudnya adalah keselamatan hidup, dijauhkan dari musibah dan bala'. Selametan ini tidak jauh seperti sedekah, yaitu membagikan makanan kepada keluarga sanak  famili dan tetangga-tetangga sebagi wujud rasa syukur mereka kepada Allah  serta meminta agar diberikan keselamatan, keberkahan dan kemuliaan hidup dunia sampai akhirat. Pada masa animisme dan dinamisme disebut dengan nama-nama roh dan kekuatan tertentu, kemudian pada masa hindu budha diganti dengan nama dewa-dewi, kemudian setelah Islam datang diganti dengan nama-nama Allah, Muhammad, dan para dzurriyah Nabi serta sahabat-sahabatnya dan prinsip-prinsip Islam.

Keragaman tradisi-tradisi Jawa sangat banyak, tetapi ada beberapa adat kebiasaan yang secara turun-temurun masih dipertahankan sampai sekarang. Berikut beberapa tradisi yang masih hingga sekarang.

  • Tedak Siten
  • Tradisi tedak siten ini merupakan warisan zaman dulu untuk dilakukan satu keluarga yang baru saja memiliki momongan. Tedak siten ini artinya turun tanah , tedak berarti turun dan siten yang berarti tanah. Menurut tradisi, tedak siten dilakukan pada bayi berusia tujuh bulan atau delapan bulan. Sebelum acara inti , juga dilakukan potong tumpeng dan dibagikan kepada kerabat. Tujuanprosesi tedak siten ini  diantaranya merupakan suatu wujud syukur atas kelahiran bayi dengan harapan semoga kelak menjadi anak yang sukses. Bagi para leluhur, ini bertujuan sebagai rasa hormt kepada bumi sebagai tempatbayi menginjakkan kaki.
  • Upacara Mitoni
  • Kata mitoni ini sendiri berasal dari kata "am" (awalan am menunjukkan kata kerja), + "7" atau pitu, yang berartisuatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ke 7. Semua rangkaian pada acara ini dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka.
  • Ruwatan
    Ruwatan itu  berasal dari kata "ngruwat" yang berarti peduli. Upacara ruwatan ini mempunyai arti membersihkan, dan menyucikan manusia dari kesusahan batin. Ruwatan ini salahsatu upacara adat Jawa yang bertujuan untuk membebaskan manusia, atau wilayah dari ancaman bahaya. Inti dari upacara ruwatan ini sejatinyaberdo'a, meminta perlindungan kepada Allah dari ancaman bahaya-bahaya seperti bencana alam dan lainnya, tidak berdo'a meminta pengampunan dosa-dosa dan kesaahan-kesalahan yang sudah dilakukan, yang bisa menyebabkan bencana atau yang dianggap bakal menyebabkan sial.

Unsur empirisme dalam selamatan yaitu rasa bersyukurnya masyarakat kepada Tuhan. Dalam sudut pandang aksiologi yaitu nilai kekeluargaan dan nilai kebudayaan Hindu dan Islam. Sedangkan bagi kebudayaan Hindu dalam keselamatan lebih cenderung ke mantra-mantra dan pujian yang ditujukan kepada dewa-dewa saat melakukan ritual, sedangkan kalau kebudayaan Islam lebih cenderung pada doa-doa yang sesuai dengan ajaran agama Islam, misalnya dzikir, membaca tahlil atau yasinan. Dalam hal ini muncullah sebuah akulturasi  yang unik.

Ada empat macam upacara slametan yang sesuai dengan peristiwa atau kehidupan manusia sehari-hari yaitu:

  • Slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tuju bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, tedak siten, sunat, kematiian serta saat-saat setelah kematian.
  • Slametan yang berkaitan tentang bersih desa, seperti penggarapan tanah pertanian dan setelah panen.
  • Slametan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan Islam dan negara.
  • Slametan pada saat yang tidak tertentu bekenaan dengan kejadian-kejadian, seperti perjalanan jauh, rumah kediaman baru, tolak balak, nadzar setelah sakit dan lai-lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline